Mohon tunggu...
Robet Kurr
Robet Kurr Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Jasa Sewa Menyewa dalam Indonesia Perspektif Islam

4 Maret 2019   11:40 Diperbarui: 4 Maret 2019   12:35 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artinya: Dari Handhalah bin Qais r.a. ia berkata: "saya bertanya kepada Rafi' bin Khadij tentang  sewaan tanah dengan Emas dan Perak, ia berkata: boleh, sebab orang-orang dizaman Rasulullah SAW menyewakan pohon-pohon yang jala-jalan air, dan hulu-hulu air, dan macam-macam tanaman, maka rusaklah yang ini dan selamat yang itu, selamat yang ini; dan bagi orang-orang tidak ada sewaan kecuali ini karenanya beliau melarangnya. 

Adapun sesuatu yang dikenal (diketahui dengan jelas) dan dijamin itu boleh". (HR.Muslim,dan padanya ada keterangan bagi yang diringkaskan dalam HR.Bukhori Muslim tentang larangan sewaan tanah)(Al-hafidz Ibnu Hajar Asqalany, 1986 Bulugh Maram, hlm.334-335 hadits ke-869)
Kandungan dari hadis diatas adalah emas atau perak bisa dijadikan sebagai alat atau sarana untuk penyewaan sebuah tanah. Dizaman Rasulullah SAW akad ini sangat diperbolehkan, karena sudah jelas dan penukarannya menggunakan sesuatu yang bersifat beharga atau terjamin kemanfaatannya.

Dan Nabi Muhammad SAW pernah melakukan akad penyewaan seorang laki-laki dari Bani Diel, yang mana laki-laki tersebut adalah sebagai penunjuk jalan dari kota Mekkah menuju ke kota Madinah. Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan juga ulama lainnya, terlebih yang menuliskan siroh beliau.

Ibnu Rusyd al-Maliki berkata: "Seluruh ulama diberbagai belahan bumi dan ulama-ulama generasi pertama umat, Islam sepakat untuk membolehkan akad sewa-menyewa".(Bidayatul mujtahid 2/220)

Secara logika, akad sewa adalah solusi yang tepat dalam terlinnya hubungan yang adil antara pemilik barang dengan penggunanya. Pemilik barang mendapatkan imbalan atas kemanfaatan atau kegunaan barannya, sebagai penyewa berhak mendapatkan kemanfaatan atau kegunaan barang sewaannya dalam batas waktu yang disepakati.

Jiakalau pemilik barang tersebut dipaksa untuk meminjamkan barangnya kepada yang membutuhkan, tanpa ada imbalan atas kemanfaatan atau kegunaan barang meskipun sedikit, hal ini sangat menyusahkannya. Sebagaimana ide tersebut akan medorong masyarakat untuk bersikap malas, karena mereka merasa memilki peluang untuk menggunakan barang milik orang lain.

Sebaliknya pun demikian, apabila setiap orang diwajibkan atau diharuskan memiliki barang tanpa dengan melakukan akad sewa, tentu hal tersebut sangatlah menyusahkan atau merepotkan. Betapa banyak sekali orang yang tidak memilki rumah, kendaraan, berbagai peralatan, dan lainnya secara pribadi. Tentunya persoalan semacam ini, sangat menyulitkan banyak orang. Dengan demikian, terbutktilah bahwa akad sewa-menyewa adalah solusi yang tepat dalam terwujudnya hubungan yang adil antara pemilik barang dengan penyewa.

Dan juga dijelaskan didalam Hadis yang menyegerakan untuk membayar upah, yang mana artinya sebagai berikut: "Berikanlah upah pekerjaan sebelum keringatnya kering".(HR. Ibnu Majah dari Ibn Umar)(Prof. Dr.H.Rachmat syafe'I, M.A., 2001 Fiqih Muamalah, hlm. 124)
Hadis diatas juga menegaskan bahwa untuk menyegerakan pembayaran upah atas suatu pekerjaan yang telah dilakukan. Hadis tersebut menjadi landasan para ulama agar masyarakat tidak bersikap semena-mena didalam melakukan pekerjaan atau transaksi, misalnya akad sewa ini.

KETENTUAN UANG SEWA  

Telah dijelaskan bahwa akad sewa menyewa adalah alat atau sarana pertukaran kepentingan antara pemilik barang dengan penyewa. Dengan membayar jumlah imbalan atau pesangon, penyewa berhak mengolah atau memanfaatkan barang, sedang sebagai imbalannya pemilik barang mendapatkan uang.

Ada konsekuensi tersendiri dalam mempraktekkan atau melaksanakan akad sewa-menyewa ini dengan benar, kita harus mengetahui apa saja yang boleh dijadikan sebagai "uang sewa". Secara garis besar, para ulama telah menjelaskan bahwa yang dapat kita jadikan sebagai uang sewa ialah segala harta yang dapat kita jual belikan. Dengan demikian, berbagai persyaratan yang telah kami ketahui tentang barang yang boleh diperjualbelikan berlaku pada barang yang hendak kami jadikan sebagai "uang sewa".

Ibnu Rusyd al-Maliki berkata, "Adapun kententuan barang yang dapat dijadikan sebagai "uang sewa" ialah segala benda yang dapat diperjual belikan, maka boleh dijadikan sebagai "uang sewa"." (Bidayatul Mujtahid 2/220)

Sebagai salah satu aplikasi atau media langsung dari ketentuan diatas, maka para ulama mengharuskan adanya kejelasan "uang sewa". Dengan adanya kejelasan pada "uang sewa" baik nominal maupun tempo pembayarannya, diharapkan tidak terjadi persengketaan.
Adapun suatu barang yang menjadi objek dari akad sewa-menyewa, maka secara garis besar, dalam syari'at ada dua ketentuan yang harus terpenuhi:

Ketentuan Pertama: Barangnya harus Halal
Akad sewa-menyewa pada sejatinya ialah salah satu bentuk akad jual-beli, hanya saja yang diperjualbelikan ialah kegunaan barangnya saja dan bukan fisik dari barang tersebut.
Berangkat dari fakta ini, tidak diragukan bahwasannya sesuatu yang diharamkan dalam syari'at, misalnya babi, anjing, dan yang serupa dengannya tidak halal untuk diperjualbelikan, baik fisiknya maupun kegunaanya.
Ketentuan Kedua: Disewa Untuk Tujuan Yang Halal
Harta benda dan segala yang ada pada diri kita ialah nikmat dan karunia Allah SWT. Sebagai konsekuensinya, kita berkewajiban untuk menggunakannya dengan cara-cara yang benar dan dalam batasan yang dibenarkan pula. Dengan demikian, segala nikmat Allah SWT yang kita miliki dapat menunjang terlaksananya peribadatan kita kepada Allah SWT. Kita bisa membayangkan, betapa indahnya hidup kita didunia ini, apabila kita benar-benar menggunakan segala karunia Allah SWT guna menunjang peribadatan kita.

"Sebaik-baik harta halal adalah harta yang dimiliki oleh orang yang shalih".(HR. Ahmad 4/197)

Berangkat dari prinsip ini, para ulama telah bersepakat dan telah menegaskan tentang  keharaman menyewakan sesuatu atau  diri kita untuk bekerja dalam hal yang melanggar syari'at.
Diantara bentuk sewa-menyewa yang diharamkan menurut syari`at ialah menyewakan jasa perdukunan dan perzinaan. Padahal kita pasti sudah mengetahui bahwa Islam membolehkan menyewa seorang wanita atau lelaki untuk suatu pekerjaan yang halal. Sahabat Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu anhu menuturkan:

"Nabi Shallallahu 'aliahi wa sallam melarang hasil penjualan anjing, upah perdukunan, dan perzinaan." (HR. Bukhari hadits no. 2122)

HUKUM  SEWA-MENYEWA
"Menurut ulama Hanafiyah, ketetapan akad ijarah adalah kemanfaatan yang sifatnya mubah. Menurut ulama Malikiyah, hukum ijarah sesuai dengan keberadaan manfaat".(Muhammad Asy-Syarbini, Op,Cip.,juz II.hal. 358) sedangkan, "Ulama hanabilah dan Syafi`iyah berpendapat bahwa hokum ijarah tetap pada keadaannya, dan hukuk tersebut menjadikan masa sewa, seperti benda yang tampak". (Muhammad Asy-Syarbini, Op,Cip.,juz II.hal. 334)
Perbedaan pendapat diatas berlanjut pada hal-hal berikut.
Keberadaan upah dan hubungannya dengan akad
Menurut ulama Syafi`iyah dan Hanabilah, keberadaan upah tergantung pada adanya akad.
Sedangkan menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, upah dimilki berdasarkan akad itu sendiri, tetapi diberikan sedikit demi sedikit, bergantung pada kebutuhab `aqid.
Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, kewajiban upah didasarkan  pada tiga perkara:
Mensyaratkan upah untuk dipercepat dalam zat akad
Mempercepat tanpa adanya syarat
Dengan membayar kemanfaatan sedikit demi sedikit
Jika dua orang yang akad itu bersepakat untuk mengakhirkan upah, hal itu dibolehkan.
Barang sewaan atau pekerjaan diberikan setelah akad
Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, ma`quf  `alaih (barang sewaan) harus diserahkan setelah akad.
Dikaitkan dengan masa yang akan datang
Untuk waktu yang akan datang dibolehkan menurut ulama Malikiyah, Hanabilah dan Hanafiyah, sedangkan Syafi`iyah melarangnya selagi tidak bersambung dangan waktu akad.

PENUTUP
Demikian paparan singkat tentang akad sewa-menyewa, semoga bermanfaat bagi Anda. Dan sekali lagi saya pribadi mengingatkan, berbagai hukum yang telah Anda kenali pada akad jual beli juga berlaku pada akad sewa-menyewa. Ini semua karena sewa menyewa sejatinya adalah salah satu model akad jual beli. Pembeda yang paling utama diantara keduanya hanyalah pada objek akadnya. Apabila pada jual beli yang dijadikan objek akad adalah bendanya, sedangkan pada sewa-menyewa ialah kegunaan bendalah yang menjadi objek akadanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun