Pada tanggal 2 April 2022 yang lalu saya membuat tulisan pertama tentang Wusan dengan judul: Mengenal Wusan: Wira Usaha Sanitasi Ratung Mandiri (Sebuah Terobosan Baru Untuk Menemukan Kembali Makna Kehidupan Pasca Pandemi).Â
Tulisan tersebut saya buat berdasarkan permintaan ketua kelompok Wusan bapak Rofinus Pahar untuk mempromosikan wira usaha sanitasi yang sedang mereka jalankan. Wira usaha tersebut merupakan sebuah terobosan untuk meningktakan dan memperjuangkan kembali kemerosotan ekonomi yang sempat mengalami penurunan akibat pandemi Covid-19.Â
Hingga hari ini tulisan pertama itu telah dibaca oleh 268 orang. Pasca dieksposnya tulisan pertama tersebut pemerintah kabupaten Manggarai yang diwakili oleh ketua DPR langsung mengunjungi pusat Wusan di kampung Ratung Kelurahan Pagal. Dalam kunjungan tersebut beliau mengaperesiasi kerja keras anggota kelompok Wusan yang kebanyak terdiri dari masyarakat kelas menengah ke bawah. Beliau menjanjikan bahwa pemerintah akan menindaklanjuti keluh kesah anggota kelompok Wusan dan pemerintah senantiasa mendukung usaha tersebut.
Kini saya akan membuat ulasan yang kedua tentang Wusan. Jika dalam tulisan pertama saya menyandingkan Wusan dengan pemikiran Viktor Frankl tentang pemaknaan hidup di tengah tragedi, maka dalam tulisan yang kedua ini saya akan menyandingkan Wusan dengan pemikiran Adam Smith, seorang Filsuf ekonomi dari Skotlandia.
Adam Smith dilahirkan pada tahun 1723 di Kirclady. Dia belajar di Universias Oxford Inggris pada tahun 1740 ketika usianya masih 17 tahun. Setelah bertualang selama sekian tahun dalam dunia akademis dan berjumpa dengan pemikir-pemikir besar yang membuka wawasannya Adam Smith kemudian menulis sebuah buku berjudul The Wealth Of Nation yang diterbitkan pada 9 Maret 1776. Buku ini memberikan gambaran tentang bangsa-bangsa khususnya di Eropa yang kaya dan sejahtera.Â
Di dalam buku ini Adam Smith menjelaskan sumber kekayaan bangsa-bangsa di Eropa. Menurut orang-orang Eropa pada masa itu kekayaan bangsa-bangsa bersumber dari uang emas dan logam mulia. Tetapi pandangan tersebut diruntuhkan oleh Adam Smith yang mengatakan bahwa kekayaan bangsa-bangsa ditentukan oleh jumlah seluruh nilai produksi barang dan jasa yang diperjual belikan (yang kemudian dikenal dengan produksi domestik bruto).
Menurut Adam Smith untuk mendorong dan menopang kehidupan secara layak seperti ketersediaan pangan, sandang dan papan serta kebutuhan lainnya manusia harus memiliki pendapatan yang tetap di mana pendapatan itu dia peroleh melalui kerja. Pengangguran hanya akan menjadi beban dalam kehidupan bersama karena dengan menganggur orang tidak produktif, tidak dapat mengaktualisasikan bakat alamiahnya.Â
Manusia kata Adam Smith "harus selalu hidup dengan pekerjaanya dan upahnya setidaknya harus mencukupi untuk mempertahankan kehidupnya. Mereka bahkan harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan lebih banyak dari pada itu. Jika tidak adalah mustahil mereka dapat membangun sebuah keluarga yang sejahtera. Adam Smith juga menjelaskan bahwa "tidak ada masyarakat yang sungguh-sungguh sejahtera dan bahagia apabila sebagian besar anggotanya berada dalam kemiskinan dan penderitaan."
Untuk mencapai semua impian ini menurut Adam Smith perlu keterlibatan pemerintah meski harus dibatasi karena menurut Smith perputaran ekonomi dalam ruang publik itu bersifat alamiah-berkembang sesuai dengan hukum alamnya tersendiri. Pemerintah menurut Smith hanya berkewajiban secara hukum dan moral untuk membuat regulator bagi terciptanya keadilan pasar. Maka demi mencapai kemakmuran ekonomi baik secara individual maupun dalam berbangsa maka perlu campur tangan pemerintah-negara.
Bertolak dari pemikiran Smith ini saya ingin mengemukakan makna terdalam dari Wusan sebagai sebuah terobosan baru di kampung Ratung. Wusan adalah sebuah wira usaha yang dikembangkan untuk membangkitkan dan meningkatkan taraf ekonomi terutama pasca pandemi Covid-19. Para anggota dari kelompok ini terdiri dari warga sekitar yang taraf ekonominya berada dalam kelas menengah ke bawah.Â
Mereka tidak memiliki pekerjaan yang tetap selain bekerja sebagai buruh harian dan berkebun. Dengan demikian bisa diasumsikan bahwa mereka juga tidak memiliki penghasilan tetap setiap bulannya. Wusan dengan demikian menjadi sebuah lapangan kerja baru di tengah krisis ekonomi pasca pandemi yang dapat menekan jumlah pengangguran.
Dari latar belakang ini kita bisa memahami bahwa Wusan dapat menjadi wadah untuk mengakomodir semua persoalan ekonomi yang dihadapi oleh anggotanya. Dengan demikian apa yang dikatakan oleh Smith "untuk mendorong dan menopang kehidupan secara layak seperti ketersediaan pangan, sandang dan papan serta kebutuhan lainnya manusia harus memiliki pendapatan yang tetap di mana pendapatan itu dia peroleh melalui kerja". Kesejahteraan masyarakat pertama-tama diukur dari kesejahteraan ekonominya.
Karya/produk hasil kerja keras kelompok Wusan sejauh ini sudah dinikmati oleh banyak orang. Dengan segala keterbatasan sarana dan pengetahuan seadanya mereka telah menghasilkan produk sanitasi yang berkualitas dengan harga jual yang terjangkau. Untuk satu paket klosed harganya Rp. 100.000. Angka ini tentunya lebih murah jika dibandingkan dengan harga klosed yang dijual di toko dengan harga Rp. 250. 000 per klosed.Â
Dalam sebulan kelompok Wusan dapat menghasilkan sekitar 400 unit klosed dan paket jamban. Tentu saja kerja keras ini patut diapresiasi dan didukung terutama oleh pemerintah setempat. Kehadiran pemerintah dalam konteks ini dapat menjadi daya dorong bagi kelompok Wusan untuk semakin giat berwira usaha. Lebih jauh dari itu pemeritah juga hadir dengan sebuah alasan moral yakni tangungjawab untuk memastikan bahwa masyarakat-nya hidup sejahtera.
Wira usaha ini juga mendapat dukungan yayasan Plan Internasional Indonesia (YPII). Salah satu program YPPI adalah bekerja sama dengan anak dan masyarakat untuk siap dan tanggap menghadapi situasi krisis dan mampu mengatasi kesulitan.
Kerja keras kelompok Wusan di satu sisi juga sejalan dengan program pemerintah setempat yakni Stop BABS (buang air besar sembarangan) tahun 2022. Program ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menciptakan tatanan ekologis yang bermartabat. Ketua kelompok Wusan menjelaskan bahwa data dari pemerintah kabupaten Manggarai Tahun 2021 menunjukkan bahwa jumlah KK yang belum memiliki jamban sehat di wilayah kabupaten Manggarai sebanyak 14.000 KK.Â
Beliau juga menjelaskan bahwa jamban sehat merupakan hak seluruh umat manusia dan juga menjadi pemicu penanggulangan stunting. Jika masyarakat mengontrol BAB maka lingkungan pun menjadi semakin bermartabat. Ini bukan sekedar sebuah program tekhnis tetapi lebih jauh komitmen tersebut merupakan sebuah gagasan moral untuk mengembalikan alam pada tatanan yang sebenarnya dan mamanusiakan manusia.
Wusan telah memberdayakan orang-orang kecil di kampung Ratung dengan sebuah terobosan yang baru yakni dengan berwira usaha sanitasi. Bersama Wusan seluruh anggota menjadi lebih optimis dalam menatap masa depan bahwa dengan bekerja keras keterbatasan ekonomi dapat diatasi.Â
Wusan menawarkan suatu mindset yang baru tentang pemaknaan atas kehidupan dari yang biasa-biasa saja menuju suatu kehidupan yang lebih bermakna. Dari kolaps menuju kemandirian. Perlu kita sadari bersama bahwa dalam kehidupan manusia persoalan ekonomi merupak perosoalan yang sangat mendasar. Kesejahteraan hidup manusia pertama-tama diukur dari kualitas ekonomi.
Namun dalam dunia perekonomian ada hukum pasang surut yang berlaku secara alamiah mau pun karena dibuat-buat. Wusan juga mengalami hal yang sama. Mereka mengalaimi kendala dalam hal pemasaran produk-produk mereka. Oleh karena itu Wusan sangat mengharapkan intervensi dari pemerintah setempat untuk membantu mereka dalam memasarkan produk Wusan.Â
Ketua Wusan menjelaskan bahwa mereka membutuhkan dukungan pemerintah Kabupaten dan Provinsi untuk mengintervensi penjualan ke desa-desa melalui sosialisasi program sanitasi sehat. Diharapkan bahwa pemerintah desa menerapkan program pentingnya memiliki jamban yang sehat bagi masyarakat desa.Â
Dalam hal ini Wusan siap menyediakan paket jamban yang berkualitas bagi terwujudnya jamban yang berkualitas dengan harga yang terjangkau yakni Rp. 100.000 per klosed. Â
Mari kita mendukung kelompok ini agar semakin berkembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H