Pada tahun 2020 yang lalu dunia dikagetkan dengan tekhnologi canggih yang dibuat oleh Cina untuk membangkitkan kembali manusia yang telah mati. Nama penelitian ini adalah The Shandong Yinfeng Life Science Research yakni penelitian yang menawarkan layanan seperti penangguhan cryonic yang memungkinkan tubuh manusia untuk diawetkan pada suhu dingin yang membekukan, merevolusi transplantasi organ, dengan bantuan cryonics. Singkatnya proyek ini adalah bentuk perlawanan terhadap kematian.
Kematian memang merupakan sebuah kepastian yang menakutkan yang menimpa semua warga manusia. Hingga hari ini tidak ada yang dapat menangkal realitas kematian kecuali mempercepat atau memperlambatnya dengan konsekwensi moral dan teologis yang tentu harus diterimanya. Realitas bahwa manusia akan mati tetap tidak dapat ditolak oleh manusia. Namun ada yang unik dalam diri manusia ketika berbicara tentang kematiannya yakni kemampuannya untuk mempertimbangkan-menalar kehidupan setelah kematian.
Ide-diskusi tentang kehidupan setelah kematian muncul pertama-tama dalam budaya dan agama. Orang India dan Mesir Kuno sebelumnya 2000 SM mendalilkan Adanya penghakiman setelah kematian. Bangsa Mesir kuno percaya bahwa roh orang mati akan menuju ke langit. Karena itu dibuatkanlah Piramida yang runcing agar jiwa orang yang meninggal cepat sampai ke langit terutama para raja dan orang Ibrani menyebutnya Sheol- dan di Yunani disebut Hades-dunia orang mati. Kondisi itu jauh dari pemenuhan keinginan, kehidupan setelah kematian, seperti yang digambarkan oleh budaya kuno, tidak terlalu diinginkan, hanya tak terelakkan (Hick 1994, 55-60).
Ada banyak konsepsi tentang kehidupan setelah kematian. Mengatakan bahwa ada kehidupan setelah kematian (dalam bentuk apa pun) berarti mengatakan bahwa kematian biologis bukanlah akhir permanen dari keberadaan manusia. Dalam Budha terdapat ide Nirwana untuk mendefinisikan kehidupan pasca kematian. Jiwa manusia terpenjara dalam tubuh dan untuk bebas dari kenyataan itu dia harus memberishkan dirinya dari rayuan nafsu duniawi. Sedangkan agama Hindu mengajarkan gagasan reinkarnasi-Kelahiran kembali. [1] Menurut gagasan reinkarnasi, seseorang dilahirkan kembali dan seterusnya, dan keadaan kehidupan seseorang, bahkan seperti apa seseorang itu, bergantung pada kehidupannya tindakan di kehidupan sebelumnya.Â
 Pemahaman Mengenai Kematian dan Kehidupan Setelah Kematian Dalam Agama-Agama.Â
 Semua agama monoteistik yang besar seperti Yudaisme, Kristen, dan Islam—mengakui doktrin tentang kehidupan setelah kematian. Ketiga agama Abrahamistik ini memandang bahwa kehidupan setelah mati adalah suatu keyakinan pokok setelah beriman kepada Tuhan. Dalam Islam kehidupan setelah mati itu adalah kehidupan yang hakiki karena hidup di akhirat lebih mulia dari pada kehidupan di dunia (Alqura surat Al Duha 93:4). Sedangkan dalam agama kristen terdapat ajaran tentang kebangkitan jiwa dan badan dan dalam agama Budha disebut Nirwana, yaitu keadaan yang tidak ada di mana jiwa manusia terpenjara dalam tubuh. Untuk memebebaskan keterikatan tersebut dia harus menyucikan dirinya dari rayuan nafsu dunia agar dapat kembali ke alam spiritual yang tidak bertepi. Jika dia tidak sanggup melakukannya maka dia akan kembali ke alam materi, yakni dengan jalan reinkarnasi.
 Al Gazali filsuf yang tersohor dalam Ilsam menolak pendapat para filosof tentang kebangkitan jiwa saja. Menurut Gazali Tuhan mampu menciptakan manusia dari tidak ada menjadi ada. Menurut Gazali adalah lebih mudah bagi Tuhan membangkitkan sesuatu dari yang ada dibandingkan degan sesuatu dari yang tidak ada dan karena itu tidak ada halangan bagi Tuhan untuk membangkitkan jasad manusia di alam akirat baik itu dengan jasad yang lama maupun dengan jasad yang baru. Sedangkan Ibnu Rusyd, yang mengeritik pemikiran Gazali mengatakan bahwa yang dibangkitkan hanya jiwa saja sebab hidup di dunia akhirat itu bersifat imateri. Karena itu jiwa yang bersifat imateri lebih cocok dibangkitkan ketimbang jasad.
Dalam kekristenan terdapat dua sumber untuk membicarakan tentang kematian. Sumber pertama adalah Yudaisme yakni  gagasan tentang kebangkitan tubuh-badan. Dalam Kitab-Kitab terakhir PL yakni Daniel (12: 2), Makabe dan Kebijaksanaan mengakui adanya kebangkitan. Demikian pun dalam Perjanjian Baru menyebutkan bahwa Orang Farisi percaya pada kebangkitan tubuh, tetapi orang Saduki tidak percaya pada kehidupan setelah kematian. Bagi para bapa Gereja awal, kepercayaan pada keabadian jiwa dihubungkan dengan kepercayaan akan kebangkitan tubuh. Keyakinan bahwa Yesus bangkit dari kematian adalah keyakinan bahwa jiwanya selamat dari kematian. Sumber kedua adalah filsafat Yunani yang banyak memberikan kontribusi yang cukup berrati bagi kekristenan untuk membentuk gagasan tentang keabadian jiwa (Cullman 1973).  Manusia diperlengkapi dengan iiwa yang tidak dapat direduksikan kepada dimensi badaniah. Jiwa itu lebih dari suatu prinsip penjiwaan dan strukturisasi badan.
 Namun keyakinan Kristen ini menuai banyak gugatan dan pertanyaan terutama karena perikop 1Kor bab 15 yang berbicara tentang tubuh spiritual-pasca kematian. Ada beberapa pertanyaan yang muncul untuk menggugat konsep ini. Apa itu "tubuh rohani"? Apakah itu terbuat dari partikel darah dan daging yang sama dengan tubuh premortem? Apakah terbuat dari jenis partikel yang sama jika tidak persis sama? Dari beberapa jenis barang yang sama sekali berbeda? Tidak ada kesepaktan bersama soal itu.
 Terkait hal ini Origenes berpendapat bahwa tubuh manusia itu dinamis dan selalu berubah-ubah (tumbuh dan berkembang). Maka sama seperti tubuh yang berubah-ubah selama kehidupan berlangsung, demikian juga tubuh akan diubah dalam realitas kematian. Tubuh yang dibangkitkan akan berubah secara radikal dan tidak akan dibuat dari materi yang sama-menjadi tubuh yang baru tetapi dengan partikel yang sama. Jadi menurut Origenes sia-sialah tubuh itu dibawa ke alam baka jika akhirnya dibinasakan. Mungkin karena itulah sebabnya Origenes melakukan mutilasi atas sebagian anggota tubuhnya yang menyesatkan.