Mohon tunggu...
Robertus Dagul
Robertus Dagul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis merupakan bentuk kontemplasi untuk menemukan kejernihan pikiran terhadap fenoemena yang terjadi.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Mitra Kritis dan Romantika yang Kian Mesra dengan Kekuasaan

27 Januari 2023   22:45 Diperbarui: 27 Januari 2023   22:48 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari-hari ini, kita menikmati udara kebebasan. Letupan senjata berupa laras panjang dan pentungan, hanya tinggal historia yang berlinang dalam memori anak bangsa. Hanya rubrik yang kerap dianggap purba. Juga tumpukan rekaman dan juga tumpukan helaian yang tersimpan rapi di lemari para pelaku sejarah. Begitupun benda-benda kuno yang berapit rapi di berbagai museum.

Generasi 45 misalanya, di era Sang Proklamator, Soekarno, para pemuda yang kian latang di berbagai forum dunia. Yang mengisah tentang bagaimana mempertahankan kemerdekaan. Memperdebatkan ideologi dengan pemikiran yang kian kritis di forum paling bergensi tingkat dunia. Mereka kaya dengan idealisme dengan bacaan yang betul-betul meragi menjadi sebuah ide yang amat cemerlang.

Mereka sangat menjaga martabat sebagai anak bangsa yang tumbuh dengan pemikiran yang kritis. Mengambil posisi yang sepi, mengambil jarak dengan para penggoda di tubuh kekuasaaan. Dari sudut paling sunyi, mereka melontarkan kebernasan gagasan lewat rubrik yang disaji dalam setiap pagi di gubuk rakyat. Mereka mengurai dengan ide-ide paling mujarap. Agar rakyat sadar, bahwa kemerdekaan adalah harga mati.

Dalam sebuah refleski kritis Soejatmoko(1990 misalnya, Revolusi Indonesia Setelah 45 tahun, yang mengisah tentang pemikiran kritis Amir Sjarifuddin dan juga Sjahrir, keduanya mengambil jarak dengan selalu mendebatkan kemerdekaan Indonesia. Soejatmoko selalau mengambil jarak dengan Soekarno.

Masuk pada era 1965, Para pemuda juga tidak kalah kritisnya menyuarakan era kepemimpinan Orde Baru yang menggunakan tangan besi ketika rakyat melawan. Surat kabar dibredel, pun kemunculan ideologi yang berseberangan dengan pemerintah akan diberangus. Sungguh lalim, Orde baru memburu sesama anak bangsanya.

Jalan panjang perjuangan perjuangan pemuda era itu, kian teriris dengan ancaman yang kian kejam. Para pemikir dari kelompok kiri hanya sisa cerita dan raga yang tak tau pelakunya lari entah ke mana.
 
Mitra Kritis

Pemuda sejatinya adalah api semangat yang tumbuh dengan idealisme yang kritis. Berkobar melontarkan keresahan yang berangkat dari suasana ketidakadilan. Ataupun kebijakan yang tidak berjalan dalam alur yang kian seimbang, mereka tidak pernah diam saja. Tak ada yang bisa menggantikan posisi kaum muda dari sejarah akan tumbuh dan berkembangnya bangsa ini.

Menjadi kawan dalam sebuah pertengkaran yang ide, adalah harga mati yang kerap menjadi kesepakatan batin bagi semua pemuda. Mereka akan menjadi lawan ketika tindakan tidak sejalan dengan amanah. Yang melenceng mesti dicengkram dengan kritik penuh pedis.

Relasi itu kian langggeng, ketika perjumpaan dijadikan sebagai agenda pertengkaran gagasan. Yang salah mesti disuarakan. Yang membelok harus diluruskan. Serba-serbinya diamati baik-baik.

Mereka yang pernah bergolak di medan paling sulit. Meracik dengan ide-ide berkemajuan. Dari gubuk-gubuk diskusi, pemuda tidak lekang dalam perih. Menyeruak dari dari persimpangan jalan. Kelaliman bagi mereka adalah bentuk penindasan paling keji dalam sebuah negara. Apalagi kepada bangsanya sendiri.

Memuncak pada 21 Mei 1998, pemuda memenuhi jalan, menduduki gedung parlemen. Meruntuhkan rezim paling keji dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Pemuda kian tak tergantikan. Mereka kaya dengan ide. Merancang berbagai strategi. Demi sebuah keadilan, agar manusia merasakan bebas menghirup udara bebas.

Pemuda di era 1998, adalah kelompok yang ada bersama rakyat. Lahir dari rahim perjuangan dan pergolakan. Kian subur idealiseme yang mereka tanamkan untuk bangsa ini. Sungguh amat mulia dan patut beri apresiasi.


Kian Mesra dengan Kekuasaan  

Yang lalu telah berlalu. Hanya tinggal kenangan. Hanya euforia yang disuguh dalam setiap sesi diskusi. Yang lalau tinggalkan warisan yang amat berarti, bahwa tidak ada yang sia-sia. Beda orang beda masa. begitu kira-kira kata yang hanya historia yang melekat dalam memori anak bangsa.

Saban hari, kini berganti. Tiada lagi senjata untuk membungkam. Harusnya hanya yang lama tinggal hanya cerita. Tapi malah tetap ada dan menjadi tameng keberingasan.Meski hanya di sudut-sudut gubuk. Begitulah cerita kemari dan peristiwa kemarin.

Hari-hari ini, bertumbuh dalam era yang semakin maju. Maju pembangunannya. Maju juga pemikiran. Hal ini pun sontak disambut dengan puja-puji dan canda tawa yang menemani setiap sesi diskusi. Tentang pemuda dan tantangannya hari ini. Tentang sensitifitas yang harus di jaga dengan matang.

Namun tidak seharap yang di damba. Prgamatisme kian menjamur. Menjamur dalam degup dan iming-iming yang untuk dikecup. Sorak-sorai jadi awet. Pun tawa yang di hiasi kepura-puraan. Bicara kian lantang, tapi lupa memberi nyawa setiap nada yang terlewatkan begitu saja.

Seperti umbul-umbul yang menyambut angin untuk dikabar mengarah pada satu arah. Begitupun nyanyian 17 Agustus-an yang dinyanyikan dengan penuh kepuran-puraan. Mempertanyakan pemuda hari ini. Begitu suci kala bersejajar dengan barisan para penguasa.

Mengharapkan pemuda menuju Indonesia 2045 memang sebuah tantangan. Merespons fenomena yang menjamur bagai penyakit yang mengakut dalam jiwa. Seolah abai dan lupur dari perhatian. Pemuda seperti tumbuh dalam cinta dan harga mati yang kian mesra dengan agenda yang sengaja diformalkan.

Mengibaratkan pemuda hari ini adalah ketampanan yang kian utuh, berupa mangut-mangut dan anggukan kepala yang tiada henti diacung dalam jempol.

Idealisme adalah harga mati !!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun