Lebih dari 1.000 petambang tewas di Tambang Emas Gunung Botak, Maluku, sejak aktivitas penambangan mulai dikerjakan pada November 2011, kurang dari 5 tahun lalu. Minim sekali perhatian aparat , media masa maupun bangsa Indonesia atas hilangnya sekian banyak nyawa anak bangsa.
Dalam operasi penggalian emas ini banyak dipakai sianida. Sianida bebas diperjual belikan dan limbah yang tak terkendali, juga luput dari perhatian kita.
Kematian Mirna Salihin, diduga keracunan sianida
Kematian Mirna Salihin yang diduga keracunan sianida, mendapat perhatian luar biasa dari pihak aparat penegak hukum maupun media masa. Rasanya tak ada hari tanpa berita mengenai Mirna maupun Jessica( terdakwa).
Beratus kali berita tentang rekaman CCTV di restoran dimana Mirna kejang-kejang. Polisi sampai mengundang 3 psikiatri forensik untuk menghipnotis Jessica, agar mendapat keterangan sebenar-benarnya. Hubungan korban dan terdakwa juga tak henti-hentinya diberitakan termasuk kemungkinan hubungan terlarang.
Penyidik Polda Metro Jaya yang menangani kasus tewasnya Mirna meminta bantuan polisi Australia, karena ada data yang mesti dicocokkan untuk penanganan kasus Mirna.
Memang nyawa seorang anak manusia tidak dapat diukur harganya, tidak dapat diukur dengan uang ataupun emas. Kematian Mirna sepantasnya mendapat perhatian penuh dari penegak hukum dan bangsa Indonesia.
Nyawa para petambang liar
Tambang emas Gunung Botak
Kegiatan di Gunung Botak masih berjalan hari ini. Aktivitas pengambilan material di lokasi bekas tambang liar oleh PT Buana Pratama Sejahtera bersama Pemerintah Provinsi Maluku tetap berlanjut. Kegiatan tersebut dijaga ketat oleh pihak kepolisian dibantu TNI dan dibenarkan oleh Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Maluku.
Kematian 1000 petambang sudah lama dilupakan. Nyawa anak bangsa yang hidupnya penuh kesusahan dan keputus-asaan, terpaksa mencari nafkah dengan melakukan kegiatan yang nyawa mereka taruhannya.
Tambang emas di Desa Bantar Karet, Kabupaten Bogor
Berita berikut luput dari perhatian bangsa ini: Dua belas pelaku penambangan emas tanpa izin tertimbun di Lubang Kunti, Blok Gunung Butak-Longsoran, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, di Desa Bantarkaret, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 26 Oktober lalu.
Kematian hampir 400 petambang liar liang-liang ilegal yang mereka buat selama 20 tahun terakhir.
Menyikapi kematian anak bangsa
Tidak terasa ada perhatian yang memadai dari aparat Pemda atas kehilangan nyawa anak bangsa ini. Untuk menangani kehilangan satu nyawa saja Pemda sepatutnya bekerja keras siang dan malam. Tidak hanya menangani nyawa yang hilang, tetapi juga mencegah kehilangan nyawa berikutnya.
Seperti sikap Pemda, sikap Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia juga sama. Sikap Kementerian Kehutan dan Lingkungan?
Kita tidak menyaksikan aparat keamanan, berlari kiri kanan, pontang panting bekerja siang malam menangani kasus ini. Mencari siapa yang bertanggung jawab. Kewajiban aparat dan pihak terkait bekerja sama dengan pihak terkait agar tidak terulang lagi kematian anak bangsa di daerah penambangan ini.
Kita berpura-pura tidak menyadari bahwa mereka menjadi petambang liar, karena ketidak perdulian para pemimpin bangsa, elit bangsa, ketidak perdulian bangsa ini. Menterlantarkan mereka, menganak-tirikan mereka, membiarkan mereka hidup dalam kegelapan, keputus-asaan.
Tidak terdengar suara keras, tidak terbaca adanya keperdulian yang memadai dari para anggauta DPRD dan DPR yang mewakili daerah diatas. Apakah mereka mendatangi penambangan diatas dan aktif membantu menangani kasus ini? Aktif mencegah terulangnya kasus ini?
Pengastaan nyawa anak bangsa
Dalam pengastaan nyawa anak bangsa , nyawa petambang digolongkan kedalam kasta gembel yang hina dina
Tidak ada air mata yang menetes, tidak ada rasa kepedihan pada bangsa ini, tidak ada lilin yang dinyalakan untuk mengenang mereka
(Hanya) Media sosial yang diharapkan
Hanya media sosial dan jurnalisme warga yang dapat diharapkan untuk menggalang kesadaran masyarakat dan membantu memberikan aspirasi dalam pengambilan keputusan publik. Memberikan aspirasi pada pemerintah, DPR, DPRD, DPD dan para elit bangsa lainnya bahwa nyawa para petambang resmi maupun petambang liar sama berharganya dengan nyawa anak bangsa lainnya. Dengan segala kemampuan bangsa , kehilangan  satu nyawa saja harus dicegah.
Kita ingat Prita yang sempat mendekam dalam tahanan di LP Wanita Tangerang selama 21 hari karena  menulis  surat pembaca yang berisi keluhan tentang pelayanan yang diterimanya dari RS Omni. Kita ingat Aksi Gerakan Sejuta Koin untuk  Prita, keampuhan  media sosial dan jurnalisme warga.
Kontribusi sekecil apapun, bisa ciptakan perubahan besar di masa datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H