Mohon tunggu...
Robert Parlaungan Siregar
Robert Parlaungan Siregar Mohon Tunggu... lainnya -

Sekarang Pemerhati Indonesia Kekinian.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketua MPR Undang Pengusaha Ras Tionghoa Berinvestasi di Indonesia

4 Oktober 2015   20:04 Diperbarui: 4 Oktober 2015   20:14 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketua MPR sangat intens undang Pengusaha asal Negara Tiongkok untuk berinvestasi di Indonesia. Dimulai pada waktu kunjungan rombongan DPR Tiongkok ke Indonesia bulan Juli lalu. Menyusul pada kunjungan Ketua MPR ke Tiongkok pertengahan bulan September.
Sebagi puncak, Ketua MPR memberi sambutan pada World Chinese Entrepreneurs Convention ke-13 di Nusa Dua, Bali 26/9/2015. Konferensi bukan konferensi Pegusaha asal Negara Tiongkok, tetapi Pengusaha Keturunan Tionghoa dari Seluruh Dunia.
Bertindak sebagai Tuan Rumah/Penyelenggara adalah Perpit(Perhimpunan Pengusaha Tionghoa Indonesia).
Pada Konvensi di Bali, yang sesungguhnya terjadi adalah Ketua MPR mengundang Pengusaha Keturunan(Ras) Tionghoa dari seluruh dunia untuk berinvestasi di Indonesia.

BKPM: PMDN( Penanaman Modal Dalam Negeri) dan PMA ( Penanaman Modal Asing)
Yang penulis tahu, BKPM selama ini hanya mengenal 2 Penggolongan yaitu PMDN( Penanaman Modal Dalam Negeri) dan PMA( Penanaman Modal Asing) .
BKPM mengeluarkan Laporan Realisasi: Untuk PMA Realisasi berdasar Lokasi, berdasar Sektor dan Realisasi Asal Negara. Dikenal juga Laporan berdasar Koridor Ekonomi.
Sukar membayangkan BKPM mengeluarkan Nomenklatur Baru: Penggolongan PMA/PMDN berdasar Ras.

MEA, Pengusaha Tiongkok, APEC dan Keturunan Tionghoa
Diakuinya Pengusaha Tionghoa oleh Pemerintah Indonesia, menimbulkan tanda tanya bagaimana efek semua investasi dari seluruh dunia ini bagi Pengusaha Pribumi.
Sekarang saja Warung si Mbak/Mpok Yemeh dan si Ucuk sudah babak belur. Mereka tidak hanya kehilangan usaha mereka, mereka kehilangan tanah dan rumah mereka.
Tujuan mendatangkan Modal Asing adalah memajukan perekonomian Indonesia. Memajukan Perekonomian Indonesia artinya memajukan/ memakmurkan Rakyat dan Para Pengusaha Indonesia.
Pasar Bebas Asean
Akhir tahun ini Pasar Bebas Asean mulai berlaku. Kita tidak hanya berbicara tentang masuknya Modal Asing tetapi juga masuknya Pekerja Asing.
Sekarang saja, MEA belum dimulai, sudah ada berita: Diam-diam, Ribuan Pekerja Cina Sudah Memenuhi Banten dan Papua. Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakhiri membantah isu di berbagai media massa dan media sosial mengenai adanya serbuan (eksodus) tenaga kerja asing (TKA) asal China ke Indonesia.

Terkait adanya isu soal serbuan TKA China itu tidaklah benar

Setiap kali penulis menyinggung berita ini dengan tetangga, supir, tukang kebun, warung sebelah rumah, teman, teman seperhimpunan( reuni), mantan sejawat, mantan bawahan, dan keluarga, sikap Rakyat Indonesia selalu seragam: menyerah, terserah.

Modal Asing akan me”wong”ke Bangsa Indonesia?
Apakah banjirnya Modal Asing akan me”wong”ke Bangsa Indonesia?
• KBBI : wong n cak orang; -- agung orang besar; para pembesar; pejabat; -- cilik rakyat jelata
Me’wong”ke dalam pengertian saya Memuliakan, lebih spesifik Memuliakan Orang Indonesia.
Bukannya Me”wong”ke tetapi justru tanda-tanda bangsa Indonesia terpinggirkan semakin jelas, semakin menjadi-jadi.
Rakyat Indonesia perlu meminta pertanggungan jawab Elit Bangsa, Pemimpin Bangsa yang tidak perduli.

“Kembali ke Dasar”( Back to Basics): membangun Indonesa secara holistik dan berkeadilan
Pertumbuhan ekonomi sebesar 7%/tahun sudah merupakan Obsesi Pemerintah untuk 10 tahun terakhir ini. Obsesi akan lebih cepat tercapai jika Pasar Indonesia dibuka selebar-lebarnya, demikian kata Para Elit Bangsa.
Mendatangkan begitu banyak Pengusaha Asing sama dengan mendatangkan begitu banyak Raksasa atau Petinju Kelas Berat. Raksasa yang datang tidak hanya membawa modal, peralatan dan pengalaman tetapi juga lengkap dengan Pengawal/Pekerja mereka.

Pengusaha Indonesia melawan  Petinju Kelas Terbang saja tidak sanggup, apalagi menghadapi Raksasa/Petinju Kelas Berat

Sesudah menghasilkan keuntungan, kemana disimpannya Keuntungan mereka? Sampai sekarang yang terbukti keuntungan/devisa yang mereka hasilkan disimpan di Luar Negeri.
Elit Bangsa Indonesia tidak mau memikirkan pilihan “Kembali ke Dasar”( Back to Basics) yaitu dengan membangun Indonesia secara holistik dan berkeadilan. “Kembali ke Dasar” berarti menghadapi kemungkinan akan terjadinya Kemunduran secara ekonomi untuk beberapa tahun mungkin puluhan tahun. Mal-mal yang gemerlapan dan gagah akan menyepi, mungkin beberapa ditutup. Demikian Hotel-hotel berbintang.
Elit Bangsa merasa tanpa kemewahan diatas, dunia mereka akan kiamat. Bayangkan Rapat di Gedung DPR/Pemerintah, bukan lagi di Hotel Berbintang 5. Tidak akan ada lagi anggaran bagi Ketua DPR untuk menginap di Hotel Mewah kalau mengunjungi Donald Trump dalam kampanye Calon Presiden Amerika Serikat. Demikian para Menteri, Gubernur dan para Bupati semua terpaksa mengencangkan Ikat Pinggang mereka.
Kembali ke Dasar dapat diartikan Mundur 2 langkah untuk Maju 5 langkah. Untuk pemerataan Kekayaan, memperkecil jurang antara si Miskin dan si Kaya. Untuk tidak mengeksploitasi Alam kita. Untuk mengurangi Angka Kemiskinan.

Indonesia butuh Modal dan Pendamping
Pengusaha Indonesia membutuhkan Modal dan Pendamping agar mereka menyamai Usaha Modern. Warung si Mba perlu pendamping untuk belajar menata warungnya agar mendekati dan akhirnya menyamai berbagai Jenis “Mart”. Mendekati/menyamai Seven Eleven. Memang membutuhkan waktu dan kesabaran.
Bangsa Indonesia terutama para Elitnya hanya kenal ‘Cepat Saji”. Hotel Berbintang harus mereka nikmati sekarang juga. “Menjabat posisi Penting” tetapi tidak ikhlas jika kemewahan baru dinikmati generasi Anak, dan bukan tidak mungkin baru dapat dinikmati generasi Cucu, mungkin baru generasi Cicit.
Diangkat menjadi Bupati kan hanya untuk 5 tahun, demikian juga Anggauta DPR. Berhura-hura kan hanya di Bumi ini dan harus sekarang juga.

Besok mah tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi pada saya


Belajar dari Jerman, Jepang, Singapura dan RRC
• Jerman dan Jepang hancur sesudah Perang Dunia ke 2. Bangkit dengan bantuan/hibah modal Asing, terbesar dari Amerika Serikat, tetapi tidak dengan membuka pintu selebar-lebarnya bagi Pengusaha dari Negara-negara yang mengalahkan mereka.

Jerman dan Jepang punya harga diri


• Singapura membina Kedai-kedai makanan lokal mereka dengan bantuan dan bimbingan Pemerintah: Air Bersih, Pembuangan air dan sampah yang benar, Pengawas Kebersihan dan Kesehatan. Sekarang ini Kedai makanan lokal yang berlokasi di Plasa-plasa di Singapura bergengsi.

Saya belum sempat mempelajari bagaimana Carrefour di Singapura sampai tutup usaha.

• RRC sekarang salah satu Negara dengan Ekonomi terkuat Dunia. RRC memulai pembangunannya sebagai pasar “tertutup”.  RRC sangat diskriminatif terhadap Perusahaan Asing yang beroperasi di negeri mereka. RRC sangat melindungi Perusahaan Lokal mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun