Mohon tunggu...
Robert Parlaungan Siregar
Robert Parlaungan Siregar Mohon Tunggu... lainnya -

Sekarang Pemerhati Indonesia Kekinian.

Selanjutnya

Tutup

Money

Utang Tidak di “Lindung Nilai” = Saya BerTaruh

31 Agustus 2015   19:01 Diperbarui: 31 Agustus 2015   19:11 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk kesederhanaan, dalam tulisan ini, yang dimaksud dengan Valuta Asing adalah USD. Yang dimaksud Lindung Nilai adalah lindung terhadap risiko mata uang Rupiah jatuh terhadap USD.

Bank Indonesia (BI) menyarankan semua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk melakukan lindung nilai atau hedging, saat melakukan pinjaman atau utang dalam dollar. Sebab risiko rugi besar bisa terjadi apabila BUMN tak lakukan Lindung Nilai.

Kerugian Valas PLN sebagai contoh

Pada 10 April 2015 PT Perusahaan Listrik Negara (persero) mengaku harus melalukan Lindung Nilai . PLN membutuhkan banyak pinjaman dalam bentuk valuta asing guna mengembangkan infrastruktur listrik.

Berita berikut menimbulkan tanda tanya: seberapa besar PLN merugi karena tidak melakukan Nilai Lindung?
1. Berita pertama: PLN rugi Rp10,5 triliun semester pertama 2015, 29/07/15
2. Berita kedua: Utang Valas PLN tembus USD 20 miliar, 10/04/2015.
Mari kita coba menghitung berapa kerugian PLN , karena tidak melakukan Nilai Lindung untuk kurun waktu 1 Januari 2015 s/d 10 April 2015.
• Kurs pada 10 April 2015 : 1 USD = Rp Rp 12.410, sedangkan ada 1 Januari 2015 1 USD = Rp 12.910, selish kurs sebesar Rp 500/ 1 USD.
• Andaikan Rata-rata Utang PLN adalah USD 20 miliar maka kerugian PLN untuk periode 1 Januari 2015 s/d 10 April 2015 adalah sebesar 20 miliar x Rp 500= Rp 10 triliun.

Mungkinkah PLN rugi Rp10,5 triliun semester pertama , sebagian besar karena tidak melakukan Lindung Nilai?
PLN pernah merugi akibat selisih kurs. Pada tahun 2012 PLN meraup untung sebesar Rp 3,2 triliun. Akan tetapi, pada tahun 2013 PLN mengalami kerugian sebesar Rp 29,5 triliun akibat selisih kurs.

Mengalami, mengapa PLN dan BUMN lainnya tidak belajar dari tahun-tahun sebelumnya?

PLN dan BUMN lainnya juga tahu bahwa di tahun 2013 terjadi kenaikan utang luar sebesar Rp 163 triliun, akibat selisih kurs, merupakan 40% dari peningkatan utang negeri Indonesia .

Yang paling mengerikan dari kerugian akibat selisih kurs(tidak di Lindung Nilai) masih segar dalam ingatan kita, yaitu pada waktu Krisis Ekonomi 1998. Seberapa besar peran selisih kurs dalam mengakibatkan Krisis Ekonomi 1998?

Menurut Ketua Task Force Pendalaman Pasar Uang BI, BUMN masih khawatir untuk melakukan hedging karena kemungkinan kerugian yang nantinya dapat dianggap sebagai kerugian negara.

Malah BUMN yang kebutuhan valuta asingnya besar, belum melakukan hedging

Megapa BI, Menkeu dan Menteri BUMN menyikapi isu Nilai Lindung dengan Lemah Lembut?

Banyak perusahaan yang pendapatannya dalam Rupiah, tetapi merasa ahli dalam permainan Valuta Asing. Bunga Utang USD kecil sekali, jika dibandingkan dengan bunga Utang dalam Rupiah.
Kita pinjam dalam USD . Untuk apa mengeluarkan biaya untuk Nilai Lindung karena saya yakin Rupiah akan menguat kembali. Taruhannya jika saya salah adalah perusahaan yang saya miliki atau pimpin ini mungkin bangkrut.
Para pemimpin perusahaan diatas menunjukkan optimisnya atau berpura-pura optimis, dengan mengambil risiko yang sukar dipertanggung jawabkan.

Pernyataan para Pemimin Perusahaan diatas, terdengar tidak berbeda dengan sikap Para Petinggi Keuangan kita. Petinggi Keuangan kita juga mengeluarkan pernyataan sejenis: Fundamental kuat. Hanya sementara. Pengaruh Luar( Yunani). Pengaruh the Fed, dan sekarang tambah lagu satu Biang Keladi. Biang Keladi eh Kambing Hitam baru yaitu Yuan. Kenapa Indonesia begitu sial ya.

BI, Menteri Keuangan, Menteri BUMN dan BPK menganjurkan agar BUMN melakuan Lindung Nilai. Sampai 7 Mei 2015 baru 3 BUMN yang sudah melakukan hedging, yaitu PLN, Garuda, dan Krakatau Steel.

Hanya menyarankan BUMN untuk hedging, tak ada target berapa BUMN. Sungguh penuh dengan kelembutan. Ataukah Para Petinggi Keuangan kita juga gemar bertaruh, seperti juga Para Pemimpin atau Pemilik Perusahaan diatas? Hanya risikonya jauh lebih besar yaitu Krisis Ekonomi Indonesia.

BI, Menteri Keuangan, Menteri BUMN dan BPK perlu membuat SOP tentang kapan dan kondisi apa yang mengharuskan Utang di Lindung Nilai.

SOP juga dikeluarkan untuk Perusahaan diluar BUMN, seperti Perusahaan Swasta, mungkin dengan persyaratan berbeda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun