Mohon tunggu...
Robert Parlaungan Siregar
Robert Parlaungan Siregar Mohon Tunggu... lainnya -

Sekarang Pemerhati Indonesia Kekinian.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Banjir Jakarta, Presiden Jokowi (Masih) Kerak-keruk

18 Februari 2015   03:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:00 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengangkatan Jokowi dari Gubernur DKI, menjadi Presiden RI memberi penuh harapan bahwa Banjir Jakarta akan ditangani secara komprehensif dari Hulu ke Hilir. Sebagai Gubernur DKI, Jokowitahu benar penyebab dan akibat dari Banjir Jakarta.

Jokowi: Pengalaman dan cara yang diusulkan untuk menangani Banjir Jakarta

Ada 2 pernyataan Gubernur Jokowi yang dapat digolongkan sebagaipernyataan klasik. Klasik dalam arti mempunya nilai yang dapat dipakai sebagai tolok ukur, berlaku bagi banjir dimanapun juga.

Pernyataan no 1:

Perlu sinkronisasi antara Jakarta dan kota satelit Banten dan Jabar. Ini persoalan dari Hulu ke Hilir. Percuma kerak keruk, normalisasi situ, tetapi Hulu gak dikerjain. Sudah bertahun-tahun di Rapat-Ropat-Rapat-Ropet-Repet.

Pernyataan no 2:

Banjir ( dan macet) lebih mudah diatasi jika Gubernur Jokowi jadi Presiden. Menurut Jokowi 90% air yang menggenangi Jakarta berasal dari atas, Bogor. Ada 13 sungai yang mengalir melalui Jakarta, semuanya kewenangan pemerintah pusat.

Seorang presiden mudah mengatur kepala daerah di kawasan Jabodetabek untuk bekerja sama.

Apa yang dibutuhkan Jakarta

Jakarta membutuhkan 2 hal yang berlawanan yaitu Air Tanah yang cukup tetapi “Bebas Banjir”. Mempertahankan Air Tanah yang cukup agar tanah di Jakarta tidak semakin turun. Menurut sebagian ahli sekarang ini tanah di jakarta turun sekitar 3-5 cm/tahun. Ditambah pemanasan global, Jakarta akan semakin terbenam dibawah laut. Turunnya tanah akibat penyedotan Air Tanah yang berlebihan untuk kebutuhan konsumsi warga Jakarta.

Jakarta “Bebas Banjir”, akan tercapai jika ketinggian air di sungai “merata” sepanjang tahun.

Contoh, sangat disederhanakan: Ketingian air

Sekarang ini tinggi air Sungai Ciliwung pada waktu musim penghujan adalah 300 cm dan 100 cm pada waktu musim kering.

Jika hulu yang sekarang gundul direklamasi, maka air hujan yang melimpah pada musim penghujan, sebagian akan ditahan oleh akar pohon. Air yang ditahan akar pohon kemudian dilepas secara bertahap.

“Sesudah” hutan di Puncak direklamasi, maka tinggi air di Sungai Ciliwung turun menjadi 250 cm pada musim penghujan dan naik menjadi 150 cm pada musim kering.

Lebar Sungai Ciliwung

Sekarang ini secara sederhana kita katakan rata2 lebar Sungai Ciliwung hanya 10 m. Jika kita kembalikan ke lebar semula yaitu 30 m , maka tinggi Sungai Ciliwung pada musim penghujan menjadi turun lagi menjadi 200 cm dan 100 cm pada musim kering. Pada ketinggian ini maka Jakarta bebas banjir, setidaknya minim banjir.

Inilah yang dibutuhkan Jakarta:

Air Tanah meningkat, tetapi Minim Banjir

Presiden Jokowi pasca Banjir Jakarta 9 Februari 2015

Pasca Banjir Jakarta, Presiden Jokowi mengadakan rapat dengan Gubernur A Hok dan Pemda kota-kota satelit.Inilah yang kita baca di media berbagai pernyataan Presiden Jokowi tentang penanganan Banjir Jakarta.

Terowongan Ciliwung-KBT Itu Akan Mengurangi Banyak

Terowongan akan mengurangi banjir dengan cara menggelontorkan air hujan/sungai secepatnyaKBT untuk kemudian dialirkan ke laut. Banjir memang berkurang demikian resapan air oleh tanah. Tujuan mempertahankan Air Tanah tidak tercapai.

Membangun Waduk di Ciawi dan Sukamahi, Bogor, Jawa Barat

Waduk akan menahan air pada musim penghujan kemudian mengalirkannya pada waktu musim kering. Waduk tidak akan mengurangi ancaman banjir dalam jangka panjang. Dalam waktu singkat terjadi pendangkalan Waduk oleh sampah dan lumpur yang dibawa air. Berakhir dengan waduk djadikan pemukiman oleh warga.

Biaya yang besar dan alasan diatas menyebabkan pembangunan Waduk di banyak negara ditinggalkan diganti penghijauan.

Tutupan hijau di Hulu

Sekarang ruang tutupan hijau di Hulu daerah alran Sungai Ciliwung di Puncak, Bogor hanya bersisa 3-5% dari total kawasan Hulu, sedangkan seharusnya 90% berupa pepohonan.

Kerugian terbesar dari pembangunan Waduk Ciawi dan Sukamahi adalah tekanan untuk reklamasi Hulu akan hilang dengan berkurangnya banjir( oleh ditahannya air sungai Ciliwung di Waduk Ciawi).

Alih fungsi hutan lindung menjadi Vila(liar) akan semakin meningkat karena Vila liar dan restoran meningkatkan retribusi daerah, sedangkan hutan lindung tidak. Kepala Daerah seperti Gubernur, Bupati dan Walikota mendapat insentif dari retribusi yang dipungut.

Apa yang dicanangkan Presiden jokowi untuk menanggulangi Banjir Jakarta masih bersifat Kerak Keruk

Pembangunan Waduk Ciawi dan Waduk Cimahi mungkin dapat digolongkan sebagai Super Kerak Keruk

Apa yang dicanangkan Presiden Jokowi masih Jalan Pintas, jauh dari Revolusi Mental

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun