Ketika memasuki ulang usia, banyak diantara kita mengingatnya dengan perayaan yang meriah, terutama pada usia muda. Mereka merayakan ulang tahun dengan berbagai cara,namun pada intinya mereka secara solidaritas menjalani ritual syukuran karena telah menginjak usia tersebut. Jadi bukan karena kemeriahan yang menjadi tolak ukur ketika seseorang merayakan ulang tahun, tetapi secara sengaja atau tidak sengaja mereka sedang membagi rasa syukur kepada teman-temannya.
Usia muda selalu identik dengan kemeriahan, hura-hura, makan-makan dan senang-senang, apalagi yang berhubungan dengan ritual pribadi pasti mereka cenderung membuat acara yang dibuat semeriah mungkin dengan alasan tidak setiap hari dan membuat moment yang tak terlupakan. Apapun dan bagaimanapun itu hak mereka, kita tak bisa menghalang-halangi apalagi sampai melarang. Yang bisa kita lakukan hanyalah mengawasi dan memgingatkan jangan sampai melampaui batas norma dan melanggar hukum.
Ketika kita memasuki usia matang atau dewasa perayaan seperti itu akan membuat kita malu pada diri sendiri, biasanya mereka cenderung merayakan bersama keluarga dengan makan bersama dirumah atau diluar. Jarang yang mengundang teman-teman mereka lalu makan- makan bersama, karena pola pikir orang yang berusia matang berbeda dengan mereka yang masih berusia muda. Ada orang yang berusia matang memandang ulang tahun sebagai suatu yang biasa dan berulang-ulang sehingga untuk merayakan secara meriah membutuhkan banyak biaya lebih baik untuk memenuhi kebutuhan yang lain. Namun ada juga orang berusia matang yang sangat sakral, sehingga memandang ulang usia sebagai ritual yang bisa menentukan keadaan atau keberuntungan pada usia selanjutnya. Mereka menyambut kedatangan ulang tahun dengan berdoa, merenung bahkan sampai ada melakukan ritual puasa.
Penulis yang telah berusia pasca empatpulahan, dan sebentar lagi berulang usia sedang galau, karena mempunyai pola pikir yang majemuk. Sejak kecil penulis tidak pernah merayakan ulang usia sehingga sehingga menganggap ulang tahun hal biasa dan lewat begitu saja padahal penulis ingin sekali yang mengucapkan selamat dari teman-teman yang banyak sekali atau ada yang mengadakan surprise party, tapi itu semua mustahil. Penulis juga ingin melaksanakan ritual menjelang ulang usia melakukan doa dan puasa, sayang tidak pernah terlaksana, namun penulis masih mempunyai setitik kebanggaan karena istri dan anak-anak penulis tidak pernah lupa memberi ucapan selamat dan doa yang tulus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H