Mohon tunggu...
Roberth nico Sinaga
Roberth nico Sinaga Mohon Tunggu... Jurnalis - mahasiswa

roberthnico

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ilmu Perundang-undangan dalam Perkembangan Zaman

8 Februari 2020   17:39 Diperbarui: 8 Februari 2020   18:00 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

UU ini mengatur  perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan penetapan peraturan perundang-undangan, misalnya UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah.Namun, terdapat beberapa masalah yang tertinggal dalam revisi UU tersebut.

Revisi tersebut belum menyelesaikan masalah terkait penyelarasan peraturan terutama di tingkat daerah, partisipasi publik dalam pembentukan regulasi, dan jumlah regulasi yang berlebihan. Asas Legalitas merupakan Jaminan untuk suatu kebebasan seseorang dengan ada batas aktivitas apa yang dilarang secara jelas dan tepat. Asas tersebut juga melindungi dari penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang tentang perbuatan ilegal serta hukumannya.Undang-undang atau legislasi adalah aturan yang telah disahkan oleh badan legislatif yang dibuat yang lainnya. Sebelum disahkan, undang-undang disebut sebagai rancangan Undang-Undang. Undang-undang berfungsi untuk digunakan sebagai otoritas, untuk mengatur, untuk menganjurkan, untuk menyediakan (dana), untuk menghukum, untuk memberikan, untuk mendeklarasikan, atau untuk membatasi sesuatu. Suatu undang-undang biasanya diusulkan oleh anggota badan legislatif (misalnya anggota DPR), eksekutif (misalnya presiden), dan selanjutnya dibahas di antara anggota legislatif. Undang-undang sering kali diamendemen (diubah) sebelum akhirnya disahkan atau mungkin juga ditolak.

Undang-undang dipandang sebagai salah satu dari tiga fungsi utama pemerintahan yang berasal dari doktrin pemisahan kekuasaan. Kelompok yang memiliki kekuasaan formal untuk membuat legislasi disebut sebagai legislator (pembuat undang-undang), sedangkan badan yudikatif pemerintah memiliki kekuasaan formal untuk menafsirkan legislasi, dan badan eksekutif pemerintahan hanya dapat bertindak dalam batas-batas kekuasaan yang telah ditetapkan oleh hukum perundang-undangan. Pembentukan peraturan perundangan adala proses pembuatan perundangan yang pada dasarnya di mulai dari perencanaan , persiapan , teknik penyusunan , perumusan pembahasan ,pengesahan , dan pengundangan( uu no 15 tahun 2019 pasal 1 angka 1).

ASAS ILMU  PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA asas-asas perundang-undangan menjadi dasar pola berpikir pembentuk undang-undang. Asas-asas peraturan perundang-undangan memiliki peran yang sangat vital untuk memecahkan masalah undang-undang yang saling bertentangan. Setidaknya, ada 4 asas penting dalam peraturan perundang-undangan nasional kita, yaitu asas legalitas atau undang-undang tidak berlaku surut atau asas non rectro active, asas lex specialis derogate legi generalis, asas lex superior derogate legi inferiori, asas lex posterior derogate lege inferiori, asas fichtie hukum (masyarakat sudah  mengetahui hukum).

PARTISIPASI PUBLIK

Partisipasi publik diperlukan agar peraturan perundang-undangan yang dibentuk responsif dan sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat.

Partisipasi dan sosialisasi itu dua hal yang berbeda. Partisipasi masyarakat memungkinkan mereka menyalurkan aspirasi mereka. Masyarakat yang berpartisipasi dapat memberi masukkan terhadap penyusunan rancangan UU.

Sementara, sosialisasi adalah mengenalkan draf rancangan UU yang telah ada.

Bila peraturan yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat, maka penolakan terhadap suatu produk hukum tentu dapat dihindarkan. Hal ini juga akan memperkuat legitimasi pemerintah dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk tersebut sehingga dapat berlaku efektif.

Selama ini, yang dilakukan DPR dan pemerintah adalah sosialisasi. Bukan menampung aspirasi. Sebagai contoh, dalam revisi Kitah Undang-Undang Hukum Pidana, karena terjadi banyak penolakan, DPR berencana melakukan sosialisasi kembali ke masyarakat terkait draf yang telah ada.

Hal itu dilakukan karena DPR beranggapan banyak pasal yang menerima penolakan karena kesalahpahaman dari masyarakat. Seharusnya, yang dilakukan oleh pemerintah dan DPR adalah menampung aspirasi, lalu merumuskan draf baru yang bersumber dari aspirasi publik.

UUD 1945 menjamin partisipasi publik. Pasal 28D ayat (3) berbunyi: "Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan".

Selain itu, secara formal, UU PPP lama telah memberikan jaminan bagi warga negara untuk terlibat dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan di legislatif. Jaminan itu juga dituangkan dalam UU No. 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dan Peraturan DPR No. 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib DPR.

Namun, wadah untuk menampung dan alur untuk menyampaikan partisipasi publik tersebut tidak jelas - baik di UU lama maupun baru, sehingga partisipasi publik dalam membentuk UU hanya dijadikan syarat formal tanpa ada tolak ukur yang jelas.

Ditambah, partisipasi publik belum mendapatkan jaminan hukum yang lebih baik, khususnya mekanisme dalam menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan hasil dari tindaklanjut aspirasi tersebut.

Satu contoh lagi adalah revisi UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Akibat tidak adanya partisipasi publik, UU tersebut menerima penolakan masif, bahkan UU hasil revisi yang belum ada nomornya saja sudah diuji di Mahkamah Konstitusi. 

ATURAN TUMPANG TINDIH

Dalam konteks politik legislasi secara umum, Bivitri mengatakan, seharusnya pemerintah mempunyai tujuan penguatan negara hukum yang terkandung isu-isu HAM, anti korupsi dan penguatan demokrasi. Sementara jika dilihat selama ini, posisi isu-isu tersebut belum nampak.

 proses perubahan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Pada saat pembahasan, Pemerintah cenderung tidak punya sikap tegas meskipun saat itu penolakan dari masyarakat cukup kuat. Demikian pula ketika pembahasan RUU KUH Pidana. "Kita harus ingat, Konstitusi mengatakan bahwa pembahas UU itu tidak hanya DPR tetapi juga pemerintah. Harusnya pemerintah mengambil posisi yang kuat dan harus punya politik legislasi," ungkapnya.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun