Mohon tunggu...
Roberth Selalu Ada Masihin
Roberth Selalu Ada Masihin Mohon Tunggu... wiraswasta -

hidup hanya sekali, dan kita semua tengah berjalan menuju mati..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepenggal Cinta Sang Dedengkot, Aksi Jalanan

2 April 2012   14:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:07 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ Oh, bodohnya aku. kenapa hati ini harus ikut menangis mengikuti kristal pedih, yang mengalir turun dari sepasang mata sayu itu. Harusnya kuhentikan riak tangis padawajah sendu didepanku ini, bukannya malah terbawa arus kelabu. “

Untuk beberapa lama, kubiarkan hatiku mengeluh sendiri. Sementara itu, wajah manis bermata sayu didepanku masih terus dikerebuti mendung. Ya, mendung yang sengaja aku bawa untuk menemuinya. Melihat mendung akrab mencumbuinya, aku menjadi cemburu. Namun, aku sendiri tak mampu untuk mengusir mendung yang menguasai wajah cantik gadis didepanku.

” Gila, aku ini kekasihnya,,tetapi mengapa malah bayang-bayang sedih yang kini bebas menggerayangi wajah lugu itu, dan sepertinya asik menciumi pipi Gadis masa depanku ini. “ gerutu kesal, terbawa penyesalan.

Dengan perlahan, aku mulai mendekat pada tubuh yang sedari tadi cuma bisa mematung, menatapku dalam ketidakberdayaan. Kurapatkan kepalanya kedadaku yang bidang, hingga hidungku segera dapat menciumi aroma wangi yang memancar dari tubuh kekasihku itu. Setelah puas menciumi aroma tubuhnya, dengan lembut pula tanganku mulai mengelus halus rambut panjangnya yang terurai bebas, dan terlihat indah saat dipermainkan kenakalan angin malam. Setelah itu, dengan mesra pula kukecup lembut jidatnya.

Beberapa menit lamanya, sengaja kumanja dirinya dengan begitu mesra, hingga kurasakan bebannya mulai berkurang. Meski beban diwajahnya mulai terurai, namun senyuman terindah yang hilang seminggu terakhir dari pantauan mataku ini, belum juga hadir untuk menyapaku. Namun meski begitu, setidaknya aku telah melakukan hal yang benar. Aku tahu, saat ini kehadiranku didepannya telah mampu membunuh sedikit kegelisihan yang beberapa hari ini, teramat begitu tega menyandera Dara manis yang selama tiga tahun belakangan ini, telah kucintai dengan sepenuh hatiku. Ya, aku terlanjur mencintai Sandra saat pertama kali kulihat dirinya di Kampus.

Tiba-tiba saja, sebelum aku puas mendekapnya dan membawanya larut ke dalam perlindunganku. Tanpa terduga, Sandra malah melepaskan dirinya dari pelukanku, seolah sengaja menjauh dariku. Aku ingin memprotesnya, tetapi hal itu tak jadi aku lakukan. Sebaliknya, aku mencoba untuk mengerti akan kegelisahan yang menguasai hatinya. Kegelisahan yang telah bercampur dengan ketakutan yang amat sangat dalam, hingga berakibat tak tersisanya lagi jejak-jejak ceria yang setiap hari selalu mempercantik penampilannya.

Kembali nanar mata Sandra memandangku tajam, seperti menyimpan marah yang berkepanjangan. Kini tatapan sayu yang berkaca-kaca itu, mulai menghakimiku. Oh, sungguh aku tak tahu harus menjawab berbagai pertanyaan yang terasa menembus dijantung ini.

“ masih belum puas kau sakiti aku, “ tanyanya benar-benar menamparku.

“ oh, cintaku,,Demi Tuhan, sedikitpun aku tak pernah bermaksud menyakitimu. “ ucapku dalam hati, sekedar membela diri.

Kembali Kristal-kristal bening yang melompat keluar dari sepasang mata kekasihku, mulai bebas mencabik-cabik isi hati ini. jelas sekali ada segumpal kuatir tersirat dalam tatapan matanya.

“ tidak pernahkah kau memikirkan perasaanku ini, “ lagi ucapnya dengan mata berair.

“ san, sungguh semua yang terjadi saat itu diluar kehendakku. Bahkan teman-teman dilapangan-pun, tak mampu mengendalikan kondisi,,chaos itu diluar skenario kami, “ aku berusaha menjelaskan pokok permasalahan yang menjadi pemicu kekuatiran didalam hati Sandra.

Selama ini, ia tak pernah sedikitpun mengeluh bila aku terlalu aktif turun kejalanan untuk membawa aspirasi rakyat. Meski terkadang kemesraan kami harus dibagi dengan kesibukanku didalam memimpin organisasi pergerakan mahasiswa dikampusku, namun Sandra masih bisa mengerti dengan semua itu.

“ ya, begini deh, nasib cewek yang mau pacaran ama aktivis kampus,,” paling hanya itu keluhnya, jika aku tak bisa menemaninya sebab harus mempersiapkan aksi demo dengan kawan-kawanku.

Minggu lalu, aku memimpin kawan-kawan mahasiswa untuk mengepung Gedung Dewan. Bersama-sama dengan berbagai elemen masyarakat, kami menuntut para wakil rakyat untuk tidak menyetujui kebijakan yang diusulkan oleh pemerintah. Sebelumnya, sudah lebih dua minggu lamanya, seluruh Elemen Mahasiswa yang tersebar diseluruh Nusantara turun ke jalan dan melakukan perlawanan terhadap kebijakan Pemerintah yang dianggap akan dapat menambah beban hidup Masyarakat kecil itu.

Dan minggu lalu menjadi puncak dari aksi Parlemen jalanan yang kami lakukan. Mempunyai seorang Kekasih yang aktif dalam pergerakan Mahasiswa, rupanya telah membuat Sandra terbiasa menyaksikan aku memimpin rekan-rekanku untuk berdemo. Bahkan tak jarang, dengan senyuman ia melepas diriku turun ke jalan, melakukan aksi. Namun dipagi itu, ia terlihat begitu berat untuk melepas diriku pergi.

“ ayolah, San,,aku akan baik-baik saja…!! Hei, bukankah kau telah terbiasa melepaskan aku memimpin aksi,, “ ucapku sambil melepaskan tubuhku dari pelukan Sandra.

Walau suaranya tak terucap, namun tatapan mata dan eratnya pelukan itu seakan mewakili keengganannya, untuk mengijinkan aku pergi. Kusadari, eskalasi Demo beberapa hari sebelumnya, semakin meningkat dan memanas. Bahkan dibeberapa tempat di Tanah air, kawan-kawan Mahasiswa kerap kali berbenturan fisik dengan Aparat Keamanan. Gencarnya liputan Media massa terhadap aksi yang berujung ricuh tersebut, rupanya telah membawa kekuatiran tersendiri didalam hati kekasihku itu.

“ Jer,,seandainya aku tak dapat mencegahmu untuk ikut aksi. Setidaknya, Skripsi yang sedang kau susun, dapat membatalkan niatmu, “ ucapnya dengan tatapan mata memohon.

Angin malam makin mendingin. Mungkin saja sedingin perasaan Gadis didepanku. Oh, andai saja semua itu tak terjadi. pastinya dimalam ini, seperti biasanya aku bermain gitar mengiringi suara indah Sandra menghibur teman-teman di tempat kos-nya itu. Harusnya ditempat kami kini berada, canda dan tawa akan menjadi menu cinta kami yang sederhana.

“ jer,,aku tak ingin kehilangan kamu,,” kembali wajahnya disembunyikan dibalik dadaku. Isak tangisnya mulai pecah.

“ Ya, Tuhan,,aku mencintai Gadis ini. bersama dirinya, aku ingin menghabiskan hari-hariku hingga maut datang menjemput, “ ucapku dalam hati.

Kulepaskan diriku dari pelukan Sandra. Kini tatapan kami yang saling angkat bicara, sepertinya mulut ini telah kehabisan kata-kata, atau tepatnya aku tak ingin lagi mengumbar janji. Toh, ketika pagi menjelang,,telah kuputuskan untuk menyerahkan diri ke pihak yang berwajib. Sebuah lembaga bantuan hukum, akan memfasilitasi penyerahan diriku itu. Sebagai pemimpin kelompok Mahasiwa yang dituduh sebagai penyulut aksi amuk massa yang terjadi, sebagai protes atas keputusan Rapat Paripurna, aku harus siap membuktikan jika aksi massa itu, bukanlah kelompok kami yang mendalanginya.

Setelah amuk massa mereda, aku dan kawan-kawan memilih untuk bersembunyi. Sebab, bukan menjadi rahasia umum lagi, terkadang tindakan oknum-oknum aparat terlewat keras terhadap orang-orang yang dicurigai sebagai penggerak amuk massa. Hancurnya sekretariat Pergerakan Mahasiswa kami, menjadi salah satu bukti dari tindakan oknum-oknum aparat dalam upaya menemukan aku dan kawan-kawan.

“ kamu janji, setelah selesai diperiksa, kamu akan segera menemuiku kembali,,aku belum puas melepas rindu denganmu, jer “

“ maafkan aku, san,,toh kamu sendiri telah mengerti, jika hukum di Negeri ini tak bisa diprediksi kebenarannya, “ ucapku hanya dalam hati. Kemudian kupeluk kembali gadisku itu erat-erat.

“ ya, Tuhan,,mungkinkah tubuh ini, baru akan kembali kupeluk beberapa tahun mendatang,,!! “ sepertinya aku telah siap, bila besok aku akan dikorbankan sebagai Dalang aksi kerusuhan.



Roberth lhocare Masihin

Ujung aspal komplek pelni. 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun