Mohon tunggu...
Robert Antonius
Robert Antonius Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Fotografer dan Videografer lepas

hobinya kerja, kerjanya jalan-jalan, menikmati Indonesia bagian dari desa saya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Kitab Selendang Naga Langit

22 Januari 2024   10:15 Diperbarui: 22 Januari 2024   11:19 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seri 1 -Pembuka.

Tanpa aba-aba, Utami mendesak lawannya, kepalan tangan dengan jempol menutup dengan cepat dilontarkan kedepan, nafasnya diatur sedemikian rupa agar ledakan tenaga yg besar sepuluh kali lipat bobot tubuhnya deras mengalir segera di ujung kepalan tangan. Sasarannya tepat diarahkan pada ulu hati lawannya hari itu -- Ratri rekan seperguruan Padepokan Ragasemangsang.

Dengan sigap, ringan dan gesit Ratri menghindar dari pukulan lurus Utami, badannya dimiringkan dengan gesut kaki kiri dan kedua tangan menutup di depan dada, serangan kedua Utami dilanjut dengan sikut kiri deras kearah leher Ratri dan posisi kaki searah serangan untuk menutup ruang hindar Ratri berikutnya, kelima jarinya terbuka lebar nampak keras dan kokoh. Melihat ruang hindar yg kurang menguntungkan -- Ratri melompat kuntul kesamping, menghindar dan menjaga jarak aman sambil membaca pola serta mengukur jarak serangan Utami yang keras, deras dan terarah.


Nampak di ujung penglihatan, Ki Demang Ragasemangsang mengawasi kedua murid perempuannya beradu ilmu silat. Seperti yang sudah dia janjikan kepada dua muridnya, barangsiapa yg berhasil melewati ujian pertarungan yang puncaknya adalah duel satu lawan satu, maka ia berhak atas Kitab Selendang Naga Langit -- Kitab pelajaran ilmu silat sakti namun aneh, aneh karena ilmu ini khusus dipelajari oleh kaum perempuan. Kitab Ilmu yang bukan saja berisikan soal ilmu silat, namun di dalamnya ada ilmu tata surat selain berisikan latihan tata nafas tingkat tinggi sekaligus juga kumpulan ilmu racun beserta obat penawarnya. Satu dari sekian Kitab Silat kuno milik Ki Demang Ragasemangsang yang telah lama menjadi incaran para pendekar-pendekar silat di Tanah Jawa.


Seiring waktu Ki Demang melihat pertarungan kedua muridnya berjalan seimbang, sudah tidak terhitung lagi serangan maupun hindaran bergantian dikeluarkan oleh keduanya -- baik Utami maupun Ratri. Sekilas bagi yang tidak mengerti ilmu silat, kedua murid Padepokan Ragasemangsang ini nampak seperti dua orang yang sedang berlatih menari, tapi tidak bagi yang paham seperti murid-murid Ki Demang lainnya yang berduyun-duyun datang menyaksikan rekan seperguruannya bertarung. Sangat terlihat bahwa gerak silat yang dilakukan murid perempuan berdua itu sangatlah berbahaya, meski nampak main-main, semua murid Ki Demang sepakat bahwa Utami maupun Ratri bertarung seperti layaknya 2 musuh bebuyutan.


Setiap serangan maupun hindaran yang berhasil dilontarkan dari kedua belah pihak yang bertarung selalu diikuti sorak sorai gemuruh di sekeliling kalangan Padepokan. Sejauh ini belum nampak tanda-tanda Ki Demang menghentikan pertarungan keduanya mengingat pertarungan itu berjalan seimbang. Ki Dawan -- pembantu setia Ki Demang dalam mengurus padepokan beringsut mendekat merapat mengutarakan pendapat dengan agak berbisik;


"Guru, apakah tidak sebaiknya saya turun dan menghentikan pertarungan Utami dan Ratri? Saya khawatir jika berkepanjangan akan terjadi cedera dan kemungkinan parah bagi keduanya selain juga menghindari dendam atau sakit hati antar mereka dibelakang hari nanti?".

"Tidak usah Ki Dawan, mengingat tingkatan ilmu silat mereka berdua yang masih jauh dibawahmu, tentu sangat mudah buat Ki Dawan menghentikannya. Satu dua kali daun melayang dengan satu jurus pukulan tongkat mu ke tengah-tengah mereka akan berarti terhentinya pertarungan yang sungguh seimbang juga seru ini.


Tunggulah beberapa saat lagi, Aku masih melihat mereka belum mengeluarkan jurus andalan masing-masing seperti yang sudah aku ajarkan".


Sambil melirik kearah Ki Dawan yang mulai setengah kebingungan,

"Untuk apa Utami dan Ratri musti bertarung sedemikian rupa?" lanjut Ki Dawan dengan penuh penasaran.


"Hmm,..." Ki Demang diam sambil menatap lurus ke tengah kalangan yang sedang bertarung,

Sebagai seorang mantan pemimpin pasukan telik sandi elit Raden Wijaya -- Raja dan pendiri Kerajaan Majapahit, Ki Demang Ragasemangsang adalah sosok prajurit bangsawan pilihan yang sarat pengalaman dan penuh perhitungan dalam tindakan, jasa besar dia dalam membantu Raden Wijaya dengan menjadi penyambung dan penghubung pasukan Tartar di penghujung jatuhnya Kerajaan Singasari. Bekal pengalaman ini mengajari sekaligus membawanya melihat banyak hal mulai soal pertempuran, perebutan kekuasaan dan hingga jatuh bangunnya sebuah kerajaan. 2 murid perempuan yang sedang beradu silat memberikan sebuah ajaran untuk kesiap siagaan akan tiba pada saatnya seseorang akan terlibat dalam sebuah pertempuran. Bukan saja soal adu kepandaian sesama murid, perkelahian yang bagus meski nampak main-main tapi dilakukan dengan sungguhan, ini perlu untuk semua murid yang sedang menimba ilmu di padepokan.


Terdengar teriakan keras di tengah-tengah kalangan, semua murid2 padepokan Ki Demang sesaat terdiam, menanti jurus silat berikutnya yang bisa jadi merupakan pamungkas dari pertarungan dua murid perempuan padepokan hari itu. Utami dan Ratri berbalut peluh, dalam jarak yang cukup rapat, nampak terlihat keduanya akan melakukan gerakan pamungkas untuk menyudahi pertarungan.


Sambil menunggu keduanya menata napas, murid2 padepokan saling bertaruh, masing2 terbagi dua kelompok, antara pendukung Utami maupun Ratri. Sama-sama memasang taruhan tinggi dan yakin satu dari keduanya akan keluar sebagai pemenang.


Dari melihat sikap pasang pertarungan keduanya, para murid2 semakin riuh dengan menaikkan nilai taruhan atas keduanya. Jelas terlihat dengan penuh keyakinan dalam bersikap, Utami berdiri dan bersikap satria, nampak kokoh dengan satu tangan mengepal diangkat keatas kepala -- satu tangan lainnya sambil mengepal didepan melindungi dada. Pandangan tajam dan lurus kehadapan lawan siap menyerang - Ratri yang juga penuh percaya diri mengambil sikap putri berhias bersiap dengan gerakan pamungkas guna menyudahi pertarungan.


Posisi satria Utami menguntungkan dalam memulai serangan dengan segera melontarkan kilat tendang gejug ke kaki lawan -- segera Ratri merespon serangan dengan hempis ke kiri sambil kedua tangannya menutup bagian atas seperti gerakan memegang sepasang bunga teratai -- sambil berjaga kalau saja sapunjut satria Utami dilontarkan tiba-tiba. Melihat tendangan gejug yang dilakukan dengan deras mengenai tempat kosong, Utami lanjutkan dengan gerak daun melayang sambil tendang sabit kaki kanan, berupaya mendobrak pertahanan Ratri. Menyadari serangan kedua Utami yang dilakukan dengan kecepatan tinggi dan sepenuh kekuatan, Ratri egos ke kanan bersamaan dengan gerakan melempar harimau -- dimana tangan duanya melakukan gerak memusnahkan tendang sabit Utami menuju tempat kosong.

Gerakan serang dan hindar kedua petarung itu tentu tidak mudah diikuti oleh mata biasa, tapi hal ini justru semakin membuat gemuruh suasana di kalangan, sorak sorai bersahutan riuh rendah. Kembali lagi Utami melakukan gerak daun melayang sambil melontarkan pukulan pendeta tangan dua -- sekuat tenaga, cepat dan deras ke arah pinggang keatas dari tubuh Ratri -- kali ini nampak Utami benar-benar sangat ingin menyudahi pertarungan.


Tapi tidak dengan Ratri, meski tetap samar dalam melihat pola serangan lawan, dia masih yakin dapat meredam keganasan dan kekuatan serangan yang dilontarkan, beruntung Ratri telah menguasai teknik lompat tipuan putri dengan baik, sehingga membuat serangan pendeta tangan dua Utami sekali lagi mengenai tempat kosong.


Utami masih pada intensitas menyerang sangat tinggi, ia melihat kesempatan terakhir dari kelemahan lompat tipuan putri yang Ratri lakukan, dengan secepat mungkin ia melontarkan tendangan lurus kaki kanan ke arah lawan yang dibalas Ratri dengan melakukan gerak melingkar sambil hendak melakukan cangkolan garuda untuk menjatuhkan Utami dengan memanfaatkan tendangannya;


"Hentiii....!"


Meski tidak diucapkan cukup keras, bagi kedua petarung dan murid2 Padepokan seruan ini cukup menggetarkan rongga dada yang mendengar, kalimat yang diucapkan dengan pengerahan seperempat tenaga dalam tingkat tinggi oleh Ki Demang Ragasemmangsang ini menyudahi pertarungan.


"Hari ini cukup, hentikan duel kalian" berkata Ki Demang memecah suasana.

"Utami, Ratri dan beberapa murid kemasi barang-barang, kita akan bepergian cukup lama" lanjutnya.


"Hendak kemana Guru?" ujar beberapa murid bersamaan,

"Kita akan ke Kotaraja, nampaknya Mahapatih Majapahit membutuhkan bantuan kita, segera".

"Bersiaplah! kita berlatih salah satunya untuk bersiap dipanggil ketika Kerajaan membutuhkan".

Ki Demang menyudahi kata-katanya dan sambil berlalu berjalan ke dalam Padepokan, dalam langkahnya melewati Ki Dawan, Ki Demang berucap;


"Mereka bertarung karena aku menjanjikan bagi siapa yang berhasil memenangkan pertarungan hari ini maka aku serahkan Kitab Ilmu Selendang Naga Langit, sekaligus mengajarkannya rahasia ilmu dalam kitab tersebut".

Pwt, Agustus 2020

~nix~

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun