Mohon tunggu...
Roberta F
Roberta F Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sitou Timou Tumou Tou

Setelah lulus dari rutinitas pekerjaan dibidang IT B2B, Korporasi dan Media Periklanan, yang bukan jurusan utama saya ketika saya kuliah di Stikom Swasta populer di Jakarta ini, jurusan Komunikasi Massa. Namun, bawaan ilmu komunikasi massa terutama journaling, marketing dan networking masih saya geluti.Semoga bisa diterima di komunitas kompasiana in dan bermamfaat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jepang Lagi

4 Desember 2020   16:58 Diperbarui: 4 Desember 2020   17:02 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Lagi lagi Jepang.  Maaf bukan engga nasionalis tapi selama 40 tahun saya hidup memang cukup banyak tokoh dari luar negeri, khususnya Jepang yang menginspirasi keseharian gaya hidup saya dan anak anak mulai dari bahasa, pendidikan, hiburan, makanan, dll. Tapi apapun judulnya saya tetap cinta dan bangga dengan produk buatan lokal loh.   

Hidup dari maksimalis sampai ke minimalis. Ya, kenapa tidak? Saya akui dari kecil saya menyukai aktivitas berbenah. Serba serbi seni merapihkan ruangan kamar sendiri sampai ke ruang keluarga sekalipun bahkan seisi rumah saya benahi karena memang hobbi nya berbenah, alasannya agar kelihatan rapih dan bersih. Ketika saya dapat rekomendasi dari teman sebuah buku tentang hidup minimalis saya tambah semangat untuk segera memiliki buku karya penulis Jepang Fumio Sasaki  ini tentang tips hidup minimalis ala orang Jepang dan sejarahnya.

Sebetulnya saya sendiri memang termasuk orang yang minimalis, bukan hidup serba minim yah tapi lebih kepada mindset/pola pikir. Saya lebih cenderung berkeyakinan bahwa hidup itu tidak perlu berlebihan, sekedar cukup sudah Alhamdullilah buat saya asal sehat jiwa dan jasmani. Termasuk pengelolan materi, yah itu tadi kata cukup bagi saya adalah segalanya. Tidak lebih, tapi cukup. Dan pengelolaan nya pun saya atur se efisien dan efektif mungkin.

Jika suatu barang tidak berguna / tidak lagi saya gunakan dalam jangka waktu 6 sd 12 bulan maka harus segera saya lengserkan atau hibahkan atau dibuang. Di dalam rumah atau di tempat pekerjaan saya termasuk golongan orang yang tidak suka penumpukan barang berlebihan atau berantakan. Saya yakin bahwa semakin rapih dan teratur akan semakin bersih dan nyaman suatu ruangan, itu saja.  

Walaupun dalam menerapkan konsep minimalis ini saya harus sedikit ekstra usaha meyakinkan anak anak bahwa hidup dengan konsep ini adalah sebuah tantangan sendiri dan mereka bisa merasakan hasilnya ketika mereka sudah mulai tumbuh proses sadar diri pada waktunya nanti. 

Kembali kepada buku Goodbye Things, Hidup Minimalis ala Fumio Sasaki, berikut sedikit tips dari beliau hidup minimalis ala orang Jepang : 

1.Hidup kita tidak melulu tergantung Benda, seseorang sebenarnya bisa menyingkirkan berbagai benda yang tidak berfaedah disekitarnya, tapi terlanjur menyerah karena sudah gagal berulang kali. Sebenarnya manusia belum mempunyai pengalaman membuang (yang tidak diperlukannya). Kita tidak terbiasa membuang barang. Sebaliknya, kita terbiasa menyimpan barang. Belajar, ubah kebiasaan, susun kembali pola pikir dibuang sayang. 

2. Membuang barang membutuhkan keterampilan, membuang barang adalah sebuah keterampilan, seperti halnya ketika orang menyimpan barang. Salah satu keterampilan membuang barang adalah “Akan kita kemanakan barang-barang yang kita buang?” di bawa ke tukang rongsok, untuk dijual, "Atau kita berikan saja kepada tetangga kita" atau diberikan saja kepada orang-orang pekerjaannya memungut barang bekas. Belajar dan mulailah berpikir sesuatu yang efektif buat solusinya. Jika memang barang tsb tidak membuat kita produktif tapi bisa dimamfaatkan oleh orang lain , apa lagi yang anda tunggu ? Kata guru ngaji saya dulu, beramal tidak melulu berupa uang. Beramalah dari sesuatu yang sangat kita sukai (barang/benda) . 

3. Dengan membuang barang, sebetulnya ada yang bertambah, membuang barang akan meningkatkan waktu, kebebasan, dan energi. Kok bisa? Ya bisa. Dengan sedikit barang otomatis potensi keribetan di rumah kita dapat kita minimalisasikan. Betul bukan?. 

4. Tanyakan pada diri sendiri, mengapa sulit berpisah dari barang. Butuh perenungan dan pikiran yang matang. Mengapa Anda sulit untuk membuang barang, sekalipun itu barang yang kecil dan tidak cukup produktif (cuma berfungsi pada waktu tertentu saja)? Cari penyebabnya dan lakukan perenungan diri dengan kontenplasi, temukan jawaban sekaligus solusinya. 

5. Minimalisasi memang gak mudah, tetapi gak mustahil, hidup minimalis memang sulit ditengah gemuruh gaya hidup mewah. Jika memang ingin benar-benar hidup minimalis, jadikan keinginan itu sebagai prioritas utama, setuju ?

6. Kapasitas benak, energi, dan waktu kita terbatas, Umur manusia tidak pasti. Yang pasti adalah waktu yang singkat itulah  dan kita sebetulnya bisa melakukan banyak hal yang bermamfaat dan mengurangi hal-hal yang minim mamfaat. Salah satunya adalah dengan membuang atau menghapus barang-barang yang dirasakan membebani hidup kita. 

7. Singkiran satu barang sekarang juga, menyingkirkan barang yang sudah terbiasa kita pandangi atau kita lihat memang butuh keikhlasan dan kemauan yang kuat, namun bukan berarti Anda harus menunggu moment untuk hal itu bukan?  Lakukan sekarang di mulai dengan membuang barang-barang yang kecil yang menumpuk lebih dari bertahun tahun dan setelah disingkirkan jangan dipikirkan lagi tapi bersuka citalah bahwa potensi keribetan sudah kita minimalisasikan bukan ? 

8. Tidak ada satu barang pun yang akan membuat kita menyesal setelah kita membuangnya, Jangan pernah menyesali suatu perbuatan yang baik. Punya koleksi Tupperware numpuk? Gelas kaca? Tumpukan perabot masak yang hampir sama?Koleksi benda antik atau baju antik atau perabotan antik ? Pertanyaannya adalah apakah barang-barang itu setiap harinya Anda gunakan hingga satu dua dan sepuluh tahun ke depan? Ingatkan diri sendiri bahwa Anda tidak akan menyesali barang yang dibuang/ disingkirkan. Tak satupun... kata Sasaki.  

9. Mulailah dengan membuang barang yang jelas-jelas merupakan sampah, singkirkan barang-barang yang jelas-jelas merupakan sampah. Salah satunya adalah tumpukan perabotan, koran atau majalah bekas?  

10. Kurangi pemilikan barang-barang”kembar”, banyak orang yang memiliki barang kembar. Baju setipe beda merek A, B, hingga Z di beli semua. Kurangi pemilikan barang-barang serupa / kembar.  Selektif dengan menggunakan pertimbangan Anda sendiri. Bijaksana jauh lebih bermamfaat. 

Demikian baru beberapa tips saja yang dijelaskan oleh Sasaki di bukunya Goodbye Things. Masih banyak lagi hal yang saya rasakan sepikiran dengan pemikiran Sasaki yaitu :

- Buang barang yang sudah setahun mengganggur. 

- Bedakan keinginan dengan kebutuhan (Pengetahuan yang wajib saya tularkan kepada anak anak sedini mungkin). 

- Biarkan ruang “tak terpakai” tetap kosong. 

- Tidak perlu memikirkan nilai uang yang sudah dibelanjakan untuk sebuah nilai barang/ benda (apakah bermamfaat? pikirkan kembali) . 

- Hindari sifat stokiest (serba stok). 

- Rumah bukan museum; tidak perlu benda koleksi (apakah bermamfaat?). 

- Jadilah makhluk sosial dan peminjam barang (Amal bisa beranak cucu loh) .

- Tidak perlu membeli karena murah, tidak perlu mengambil karena gratis. (Saya tidak madatan gratisan dan jadilah pribadi yang Mahal). 

- Pelihara mindset mubazir dan adopsi perilaku bersyukur. 

Yang saya rasakan manfaat dengan konsep hidup minimalis ini adalah: kebebasan, mendapatkan energi baru, dan bisa tetap fokus. Benar hidup minimalis akan membuat kita bisa lebih fokus sekaligus merangsang kreativitas. Cukup membutuhkan ruang sederhana, yang bisa memberikan kita waktu untuk berpikir dan mengeluarkan stimulus. Beda jika di sekeliling kita dipenuhi kebisingan dan kepadatan bukan? 

Semua hal yang kita punya hanya titipan dan kita beruntung menjadi orang yang dititipkan oleh Nya. 

Silahkan mencoba ya dan inshaallah ilmu minimalis ini bisa ditularkan kepada lingkungan disekitar kita sehingga anda bisa menjadi sumber inspirasi sendiri bagi lingkungan disekitar anda tanpa perlu terinspirasi tokoh dari negara lain, betul bukan ? 

Memandang barang barang yang kita beli sebagai kepemilikan sementara akan menjaga kita tetap rendah hati dan mampu menghargai apa yang kita miliki - Fumio Sasaki 

There's happiness in having less - Fumio Sasaki

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun