Seperti kata Pilatus, “Tidak ada suatu kesalahan pun yang kudapati pada-Nya yang setimpal dengan hukuman mati.” Namun, kenapa Yesus rela diludahi, dicambuk, ditampar, diolok-olok, bahkan digantung sampai mati di kayu salib? Kenapa Yesus tidak menghindar dari penyaliban yang bagi orang Yahudi merupakan cara yang terkutuk untuk mati?
Terlepas dari adanya konspirasi di antara pemimpin bangsa Yahudi yang menyebabkan Yesus disalibkan, dalam perspektif Alkitab, dengan cara demikianlah manusia berdosa diperdamaikan dengan Allah. Kita yang seharusnya menanggung penderitaan karena dosa, di dalam kematian-Nya kita beroleh pengampunan. Seperti tulis Rasul Paulus, “Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya” (Efesus 1:7).
Terpujilah Tuhan! “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16). Kiranya Jumat Agung yang kita kenang sebagai hari di mana Yesus berkorban hingga mati demi kita, mengingatkan kembali akan eksistensi kita sebagai murid-Nya. Bahwa mengikut Yesus berarti memikul salib dan mengikuti jalan-Nya.