Mohon tunggu...
Roberlin Susilo
Roberlin Susilo Mohon Tunggu... Mahasiswa - blogger part time

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pajak Rokok untuk Pengobatan Penyakit akibat Rokok, Imbas ke Masyarakat?

14 Oktober 2023   19:42 Diperbarui: 14 Oktober 2023   19:53 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa saat lalu ada berita yang menyangkut anggaran dari BPJS. Berita tersebut membahas tentang anggaran BPJS yang mengalami defisit. BPJS mengalami masalah defisit anggaran yang memiliki nilai cukup fantastis hingga pada tahun 2019. Upaya alternatif telah dilakukan pihak terkait mengenai defisit dana tersebut dan memunculkan pihak pro dan pihak kontra akan regulasi yang dikeluarkan.

Dalam narasinya diungkapkan jika ternyata BPJS sedang mengalami krisis terhadap anggaran atau defisit atau bisa juga dikatakan jika pemasukan dari BPJS lebih kecil dibanding tanggungan BPJS itu sendiri. Hal ini bisa memicu risiko-risiko yang akhirnya berimbas untuk BPJS itu sendiri. Jika BPJS tidak bisa memenuhi klaim pembiayaan dari orang yang ingin menggunakan hak akses kesehatan maka reputasi BPJS bisa hancur dan menurunkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Selain pada kepercayaan kepada pemerintah imbasnya juga bisa kepada masyarakat secara luas.

Ada banyak sekali Isu-isu dikaitkan dan diduga sumber defisit, salah satu isu mengatakan penyebab defisitnya anggaran BPJS adalah karena perokok.  Hal ini dikarenakan BPJS tidak memberikan pengecualian untuk penyakit yang ditimbulkan akibat dari bahan bahan dasar rokok. Dilansir dari website Kemenkes setiap tahun orang yang memiliki penyakit akibat rokok terus meningkat. Ini menandakan banyak peserta BPJS juga adalah seorang perokok aktif.

Defisit anggaran BPJS dimulai dari tahun 2014 yang di mana pada saat itu menyentuh angka Rp3,3 Triliun, pada 2015 membengkak menjadi Rp5,7 Triliun hingga pada akhir 2018 BPJS pernah akan diperkirakan harus menanggung Rp16 Triliun. Pemerintah mau tidak mau menggunakan alternatif lain untuk menutupi defisit anggaran tersebut. Akan tetapi untuk defisit dengan nilai sebesar itu akan sangat sulit mengalokasikan pendanaan.

Pemerintah sempat merencanakan akan menaikkan iuran BPJS. Jika hal ini dilakukan maka dampaknya akan sangat dirasakan oleh para peserta terlebih peserta mandiri yang dari latar belakang bukan seorang perokok. Selain itu menaikkan iuran akan membebankan rakyat sendiri lebih berat. Jika direalisasikan mungkin akan menutupi defisit anggaran BPJS, akan tetapi hal tersebut kurang dan tidak bijak karena dampaknya akan langsung dirasakan masyarakat.

Terlepas dari hal tersebut, perokok dianggap sebagai faktor utama defisit anggaran BPJS. Dilansir dari CNN Indonesia Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti menyebut data peserta mandiri yang aktif membayar ada di angka 53,7%. Dengan berdasarkan angka tersebut bisa dikatakan ada 46,3% peserta yang tidak disiplin membayar iuran, ditambahkan dengan beban BPJS pada penyakit akibat rokok semakin meningkat yang menambah beban tanggungan BPJS. Pada akhirnya pemerintah memutuskan untuk menaikkan iuran BPJS untuk kelas I dan II sebesar 100% dan untuk kelas III dan IV sebesar 65% pada tahun 2020. Dengan naiknya beban yang ditanggung BPJS tapi tidak diikutinya kenaikan sumber dana membuat BPJS terpaksa menaikkan iuran per Januari 2020.

Bagaimana mungkin peserta bukan perokok ikut menanggung kekurangan biaya penyakit akibat rokok tersebut. Hal ini tentunya mengundang kontra dari masyarakat luas. Di Posisi ini seharusnya pemerintah bisa mengambil keputusan yang sesuai dan tepat. Jika tidak maka bukan tidak mungkin defisit anggaran BPJS akan semakin besar karena turunnya kepercayaan masyarakat maka akan memicu adanya peserta yang dengan sengaja menunggak atau tidak mau lagi mengikuti program kesehatan ini karena dinilai tidak optimal, bagaimana tidak tujuan awalnya adalah meringankan beban malah bisa membuat masyarakat (bukan perokok) merasa diberatkan dengan ikut menanggung penyakit akibat rokok.

Pada tahun sebelumnya yakni sekitar akhir 2018 hingga awal 2019 pemerintah juga mengeluarkan kebijakan untuk mengalokasikan dana dari pajak rokok tersebut untuk menutupi defisit anggaran BPJS tersebut. Berdasarkan peraturan presiden no 82 tahun 2018 pemerintah mengalokasikan 75% APBN dari cukai pajak rokok untuk membantu menutupi defisit anggaran BPJS tersebut. Dengan demikian alokasi dari pajak rokok sendiri BPJS menerima Rp1,4 Triliun sebagai tambahan dana jaminan kesehatan. Selain dari pajak rokok juga pemerintah pusat melakukan rekonsiliasi dengan pemerintah daerah sehingga diperoleh juga tambahan Rp2,22 Triliun yang diperoleh dari cukai tembakau daerah penghasil tembakau.

Kebijakan tersebut digunakan pemerintah untuk membantu menutupi defisit anggaran BPJS. Menurut sebagian orang ini cara yang lebih baik dibandingkan menaikkan iuran BPJS. Namun demikian keputusan ini tetap mendapat kritik. Beberapa pihak mengkritik jika seharusnya pajak rokok digunakan untuk upaya pencegahan dan mengurangi perokok, malah dijadikan sebagai bentuk dana penanggulangan akibat setelahnya. Namun ada juga yang berpendapat memang fungsi pajak rokok adalah untuk menjadi pembiayaan dampak akibat rokok itu sendiri.

Melihat pajak rokok adalah salah satu sumber pemasukan terbesar negara maka menggunakan pajak rokok itu kembali untuk sebagian besar digunakan membiayai jaminan kesehatan akibat rokok itu sendiri akan membuat sia-sia. Pada akhirnya pendapatan yang besar akan habis untuk pengobatan bahkan berpotensi meningkatkan jumlah defisit lebih besar. Jelas tujuan pajak rokok sebagai langkah mengurangi jumlah perokok belum terealisasi secara penuh karena walaupun dikenakan pajak jumlah perokok relatif tidak menurun. Bahkan dari data WHO (World Health Organization) sekitar 30,4% perokok di Indonesia yang ingin berhenti merokok hanya 9,4% yang berhasil. Ini menandakan jika upaya pencegahan rokok yang diwenangkan kepada pemerintah daerah belum optimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun