Robby Sopyan,
Pondok pesantren merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjalanan panjang bangsa Indonesia. Peran serta pengorbanan kaum santri dan kyai begitu besar, baik di bidang pendidikan, pergerakan politik maupun perjuangan fisik. Kini, dunia mengalami kemajuan yang pesat pada hampir setiap lini kehidupan. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan sains melahirkan teknologi yang mengubah paradigma masyarakat, dimana dunia yang begitu luas mampu diakses dalam satu genggaman (globalisasi). Kenyataan tersebut mejadi tantangan tersendiri bagi kalangan pesantren.
Penulis mempunyai catatan sederhana bagaimana dunia pesantren merespon berbagai tantangan tersebut, yaitu sebagai berikut:
1. Sinkronisasi pelajaran pesantren dengan pelajaran umum.Â
Ibnu Rusyd memiliki gagasan bahwa semua ilmu dan pengetahuan berasal dari sumberyang sama, yaitu dari Allah SWT, baik ulumul syar'i (ilmu kegamaan) maupun ilmu-ilmu umum (matematika, fisika, dan ilmu sosial). Paradigmatersebut bisa diterapkan dengan cara pembentukan pesantren dimana santrinya wajib sekolah, atau jika tidak, ada upaya mengaitkan antara kitab yang dikaji dengan ilmu umum pada setiap pengajian.
2. Penyelenggaraan diskusi ilmiah.
Diskusi ilmiah menekankan santri untuk berpikir menggunakan metode-metode ilmiah. Pesantren bisa menerapkan program diskusiilmiah paling tidak seminggu sekali, dengan memilih tema keagamaan maupuntema sains maupun sosial masyarakat yang sedang berkembang.
3. Penyelenggaraan materi ilmu falak.
Ilmu astronomi pernah menjadi cabang ilmu  yang dikembangkan pada abad pertengahan dimana kekhalifahan Islammemegang kuasa atas peradaban dunia. Saat itu ilmu astronomi disinkronkan untukkebutuhan ibadah umat islam, yang kemudian disebut dengan ilmu falakiyah. Gambaran tersebut seolah menjadi motivasi besar bagi umat islam saat ini, untukmengembalikan kejayaan pengetahuan dengan setidaknya membumikan kembali ilmu falakiyah di pesantren. Karena ilmu falakiyah mengandung unsur pelajaran matematika, fisika dan sesekali menggunakan software kekinian.
4. Menambah keterampilan.
Santri di setiap pesantren sering dianggap remeh oleh masyarakat karena ada paradigma bahwa output santri hanya untuk mengajar ngaji. Paradigma tersebut akan terpatahkan andainya pesantren menghasilkan output yang memiliki keterampilan yang bernilai guna. Keterampilan tersebut bisa berupa kewirausahaan, informasi teknologi (IT), desain grafis, teknik bangunan atau keterampilan lain seperti sejenis public speaking, pidato dan lain-lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H