Mohon tunggu...
Robby Milana
Robby Milana Mohon Tunggu... -

Saya senang menulis, bercerita, merenung, berdiskusi, mendengarkan apapun, membaca apapun, bercengkrama dengan anak dan isteri, memanage produksi acara televisi, membuat video, minum kopi, merokok, dan terlibat dalam humor. Motto hidup saya: "Saya tidak suka memaksa orang lain untuk suka pada saya."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Perang dan Makna Kebenaran dalam Perspektif Politik

20 Desember 2016   11:42 Diperbarui: 20 Desember 2016   12:04 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Invasi Amerika Serikat ke Irak tahun 2003 | Dokumen pribadi

Alasan Amerika menginvasi Irak 13 tahun lalu adalah demi perdamaian dunia. Amerika secara resmi melakukan invasi pd tanggal 19 Maret 2003 di bawah kode “Operasi Pembebasan Irak.” Berita yang disebarkan Amerika sebelum penyerangan adalah adanya dugaan bahwa Irak memiliki senjata pemusnah massal (Weapon of Mass Destruction/WMD) yang dapat mengancam perdamaian regional, bahkan internasional. Dengan berita itu, Amerika mendapatkan “tiket” masuknya ke Irak. 

Sambil mengelu-elukan demokrasi dan perdamaian, Amerika mulai melucuti nilai kemanusiaan di Irak. Namun sampai sekarang kebenaran mengenai keberadaan WMD di Irak tidak pernah terbukti. Isu yang banyak didengar dunia kemudian justru adalah mengenai tumbangnya “tirani” di Timur Tengah dengan meninggalnya Saddam Hussein. Ini semacam pengalihan isu dari alasan awal invasi mengenai WMD (yang kemudian banyak digugat oleh para aktivis kemanusiaan) ke tumbangnya tirani. Dan ini menjadi pembenaran politik atas aksi yang telah diambil Amerika di Irak. Amerika dianggap sebagai pahlawan kemanusiaan, sambil menyisakan ribuan orang meninggal, ribuan orang luka-luka, dan ribuan harta benda hancur di Irak.

Bagi sebagian negara, terutama negara-negara Eropa, apapun alasan Amerika memulai penyerangan di Irak, semua bisa dibenarkan, tidak perduli apakah memang ada program MWD atau tidak. Yang terpenting adalah tumbangnya rezim Saddam yang dianggap dapat mengancam kepentingan mereka di Timur Tengah. Itulah politik. 

Dalam dunia politik sulit sekali untuk mencari tahu apa yang disebut tentang “kebenaran.” Kebenaran menjadi sangat bias, bergantung pada siapa yang mengatakan atau mempropagandakannya. Secara moral, invasi ke Irak sulit untuk dibilang benar, dengan adanya WMD sekalipun.  Tapi sebagian negara di dunia membenarkan. Amerika mendapatkan dukungan yang besar, terutama dari para sekutunya. Dan ketika pemerintahan Saddam tumbang, dunia menyambutnya sebagai “kekalahan tirani dan kemenangan demokrasi.” Mereka memberikan “standing applause” pada George Bush.

Saya masih tidak habis pikir; ternyata “kebenaran” dalam zona politik bisa menjadi sangat kejam. Mari lihat tragedi Supersemar di dalam negeri; sampai sekarang Supersemar masih menyisakan misteri yang tak terpecahkan. Tapi dalam sejarah, Supersemar dianggap sebagai “kebenaran” yang harus terjadi, dan karenanya jugalah kemudian terjadi rotasi kepemimpinan di tanah air dari Soekarno kepada Soeharto. 

Sebut saja ini juga ”kebenaran” versi politik. Dan tidak jarang “kebenaran” dalam zona politik harus memakan korban nyawa yang tidak sedikit. Dua contoh di atas (Invasi Amerika ke Irak dan Supersemar) menjadi bukti gelapnya sejarah mengenai “kebenaran” itu.

Pernahkah kita tahu apa alasan di balik setiap peperangan yang terjadi di dunia? Perang seringkali terjadi dengan alasan-alasan yang secara moral sangat tidak bisa dipertanggungjawabkan, tapi secara politik dibenarkan. Bagi kaum realis, perang terjadi karena beberapa alasan yang rasional, yakni;

 1. Untuk mengurangi laju populasi penduduk dunia yang terlalu besar. Menurut penelitian, laju pertumbuhan penduduk dunia bagai sebuah ledakan, terlalu besar dan cepat. Sementara laju tingkat pertumbuhan pangan sangat lamban. Jika penduduk semakin besar namun ketersediaan pangan dunia tidak mencukupinya, maka akan terjadi kelaparan global. Karena itu populasi harus dikurangi. Salah satu caranya adalah dengan menciptakan perang. Tidak perduli bahwa yang harus mati itu manusia.

2. Penjualan senjata. Negara-negara besar penghasil senjata, seperti Amerika Serikat dan Rusia, tahu betul bahwa perang dapat memberikan keuntungan bagi mereka. Negara-negara di Afrika, Asia dan Timur Tengah seringkali diadu domba demi terjadinya penjualan senjata. Aneh tapi nyata, mereka berjualan diatas kematian ribuan bahkan jutaan manusia.

3. Show of force, atau unjuk kekuatan. Perang digelar dan terjadi karena ada satu negara atau sekelompok negara ingin menanamkan pengaruhnya di kawasan atau di dunia.

4. Perang bahkan bisa terjadi cuma karena satu negara ingin menanamkan ideologinya terhadap negara lain. Lihatlah penyerangan Amerika di Afghanistan, Irak; atau pembelaan dunia terhadap Israel di tanah Palestina; atau lihatlah juga ketika Rusia (sejak masih Uni Soviet) menduduki banyak negara di timur; lihat juga dua Perang Dunia yang pernah terjadi. Itu semua karena alasan ideologis; ada yang ingin memaksakan menanamkan ideologi komunisme, liberalisme, bahkan demokrasi. Aneh juga, demokrasi kok ditanamkan melalui benih peperangan. 

Kebenaran dalam zona politik memiliki maknanya sendiri. Itu fakta. Jika Anda terjun sampai dalam ke dunia politik, mungkin Anda akan menemukan sebuah kenyataan bahwa istilah-istilah seperti kesejahteraan, keadilan, pemberantasan kemiskinan, dll, tidak pernah ada dalam dunia nyata. Istilah-istilah itu ada hanya demi meningkatkan elektabilitas aktor politik; istilah-istilah tersebut mirip dengan lips service untuk merayu voters dan pendukung. Tentu saja bagi kaum moralis, itu salah. Tapi bagi sebagian besar politikus, itu benar dan sah-sah saja.

Kebenaran dalam zona politik pada akhirnya hanya merupakan sebuah istilah yang tidak sama artinya dengan kebenaran yang sering dikatakan oleh para guru mengaji kita dulu sewaktu kecil, yakni kebenaran yang hakiki, kebenaran yang genuine. Dalam dunia politik, kebenaranan hanya sebuah nomenklatur lucu demi memberi keuntungan pihak tertentu.

Terlalu banyak sinisme dalam tulisan ini. Mungkin ini sekedar ungkapan kekecewaan. Atau mungkin karena cara pandang saya masih amatiran. Tapi jujur, saya selalu ngeri setiap kali ada seorang politikus mulai bicara soal “kebenaran," karena di belakang ucapannya bisa saja ada korban, bahkan ada kematian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun