Seorang konselor di sekolah terlebih lagi guru BK pastinya seseorang yang sudah mempunyai kemampuan yang mempuatnya profesional dalam bidangnya. Terlebih lagi dalam mengayomi masyarakat di sekolah khususnya siswa yang sedang dalam masa beranjak. Timbulnya jarak antara konselor atau BK dengan siswa sendiri merupakan salah satu dorongan siswa untuk menghindari guru BK. Paradigma siswa bermasalah pun otomatis dicapkan kepada siswa yang pernah berhubungan dengan guru BK, karena saking seringnya BK mengurusi hal-hal yang berbau negatif bagi siswa.
Pada dasarnya BK adalah penjembatan siswa dalam mencari jalan keluar sebuah permasalahan yang dialaminya baik akademik maupun non akademik. Konselor yang baik adalah konselor yang seolah-olah menjadi teman terdekat siswa atau siswa yang diatasi. Berupaya menjadi lawan bicara siswa tadi serasa seperti dia berbicara dengan teman sebaya ataupun teman dekatnya. Fakta yang dialami penulis sendiri ketika kita berbicara kepada sahabat, seraya seperti tanpa ada halangan untuk kita menyampaikan apa yang dipikiran termasuk beberapa rahasia kita. Konselor harus bisa membunuh sifat keintrovertansiswa. Di dalam proses konseling, keterampilan seorang konselor dalam merespon pernyataaan konseling dan mengkomunikasikannya kembali sangatlah diperlukan.
Seorang konselor perlu memiliki pemahaman dan keterampilan yang memadai dalam menggunakan berbagai pendekatan dan teknik dalam konseling. Tanpa didukung oleh penguasaan teknik-teknik konseling bisa terjadi bantuan yang diberikan kepada siswa tidak akan berjalan efektif. Berikut penulis akan memaparkan walkthrough menjadi konseling.
Pertama, hal yang harus diperhatikan seorang konselor adalah masalah penampilannya. Mengapa para penari kostumnya dihias sedemikian rupa, mengapa model iklan adalah orang yang berpenampilan menarik dsb. Itu semua adalah strategi untuk menarik perhatian konsumen atau pelanggan. Para konselor harus berupaya menarik pelenggan yang notabene siswa/klien. Konselor juga harus cermat apalagi sebagai guru pula di sekolah, mereka harus menanamkan image kepada siswa sebagai guru konselor yang menyenangkan, berpenampilan rapi, ramah, murah senyum, mudah bergaul, punya cara pandang modern seperti anak muda sekarang dll. Walaupun tidak mempunyai wajah secakep model iklan jaman sekarang, cukup dengan membiasakan berpenampilan seperti yang saya sebutkan tadi dijamin siswa tak akan malu untuk berhubungan dengan BK.
Kedua, selain masalah penampilan konselor juga harus menjadi panutan atau sosok teladan di mata siswa. Masalah hukum di sekolah, konselor juga seharusnya mengikuti aturan yang sama seperti siswa lainnya. Hal ini berguna agar di kalangan siswa tidak timbul pandangan seraya sistim kasta itu ada di sekolahan. Seperti di satu pihak guru bebas merokok di areal sekolah, sedangkan siswanya jika kedapatan malah diancam di keluarkan. Atau mungkin yang lebih konyol lagi guru bebas meninggalkan sekolah padahal masih dalam jam belajar dengan berbagai alasan semacam menjemput anak sekolah kek, berbelanja kebutuhan keluarga kek ataupun sekedar pulang karena jam mengajarnya sudah selesai/kosong. Dari sini guru konselor juga bisa merasakan hal yang sama dengan siswa nya. Sehingga konselor bisa menyadari apa yang dibutuhkan siswa di sekolah ini. Apa yang harus diperbuat konselor untuk kesejahteraan sekolah ke depannya.
Ketiga, masalah tempat konselor dan klien/siswa “bercurhat” sekaligus interior ruang BK di sekolah. Pengalaman penulis saat masih duduk di bangku sekolah, ruang BK seperti “seadanya”. Ruang konselor dibuat seperti ruang tamu di rumah dengan interior seperti ruang tamu kebanyakan di sampingnya ada meja kerja guru BK. Ruang konselor tidak dibuat senyaman mungkin bagi siswa untuk melakukan konseling, terlebih lagi masalah privasi.
Tata ruang konselor juga harus diperhatikan, seperti contoh adalah adanya meja di antara tempat duduk konselor dan klien/siswa. Hal ini sebaiknya dihilangkan karena dengan adanya meja tersebut seperti membatasi jarak kedekatan konselor kepada siswa. Hal ini berakibat kurang terbukanya siswa karena dia masih canggung dalam menghadapi konselor.
Penyinaran dalam ruangan juga, jangan terlalu terang ataupun terlalu redup. Terlalu terang seakan-akan membuat suasana tegang dan lagi-lagi membuat si klien/siswa tadi canggung. Dan terlalu redup pun seakan seperti dalam ruangan gelap seperti gua ataupun tempat interogasi kepolisian yang berkesan menakutkan.
Kemudian, jika ada jendela di ruangan tadi pastikan jendela tadi tida berpeluang membocorkan percakapan konseling. Dan kalaupun kaca dari jendela tadi transparan, diusahakan mempunyai tirai. Karena pada dasarnya konseling yang baik adalah mampu menjaga privasi.
Saya pernah mengobservasi salah satu ruang BK SMP di kota Malang, di situ terdapat sebuah bilik (mirip seperti bilik pengampunan dosa di gereja). Di dalam bilik itu seperti kedap suara dan di dalamnya ada ruangan untuk konselor dan siswa tempat mereka mengobrol. Dengan ini privasi siswa terjamin dan membuat jalannya konseling tanpa ada hambatan siswa takut privasinya bocor.
Keempat, konselor harus mampu memancing siswa/klien untuk mengatakan seluruh hal tentang masalahnya. Ketika siswa tidak menyampaikan masalahnya secara detail, maka konselor akan kesulitan untuk mengidentifikasi problemnya. Terkadang siswa/klien mengeluarkan kalimat ragu-ragu seperti “sejak kejadian itu… hmm… saya …. Jadi … “. Konselor harus sigap memberikan stimulus supaya percakapan tadi tidak mati, seperti dengan mengangguk-anggukan kepala ataupun dengan mengatakan “ya”, “he’em”, “ooh” dsb.