Akhirnya hari itu tiba. Pemuda berdiri tegak, mengangkat bendera. Teriakan kemenangan membahana. Pekikan kebebasan dinyanyikan. Negeri Nusa akhirnya bisa mengirup kebebasan; udara segar setelah sekian lama dibenam dalam ruang sumpek tempat sang dalang menggelar lakonnya.
Benarkah? Apa Negeri Nusa sekarang lebih baik? Apakah sang dalang pengganti lebih baik memainkan lakonnya? Mungkinkah para pemuda itu mengijinkan sang dalang membuktikannya? Atau mungkin akan langsung dicaci? Yang pasti kepercayaan di Negeri Nusa akan menjadi barang langka. Tidak akan ada lagi nada dukungan sepenuh hati. Hanya cemoohan yang terlontar yang disulut entah oleh siapa.
Sang dalang tua terlalu lelah. Bagai kecapi tua yang disisihkan. Kekuatannya memudar. Senarnya perlahan mengendur. Catnya mengelupas. Di ujung sisa waktunya, sang dalang harus menahan derita. Entah karena apa, biar waktu yang akan menceritakan sisanya.
Cerita sang dalang-dalang berikutnya akan muncul. Dalang-dalang yang akan dipilih lalu dijatuhkan. Negeri Nusa punya kisah sendiri untuk itu. Satu negeri dimana penontonnya saling berebut menjadi dalang, bagai orang lapar yang berebut makan.
Sang dalang tua dalam senja masih akan menderita.
Selamat datang di Negeri Nusa.
lembar kenangan
Yogyakarta, Mei 7th, 2005
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H