[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi diambil dari vincegolangco.com"][/caption]
Sudah tidak aneh, munculnya kasus kejahatan terhadap anak khususnya remaja perempuan di Indonesia diakibatkan dari maraknya media sosial seperti Facebook, Twitter, Blog, dan sebagainya. Tercatat mulai dari Januari sampai Oktober 2012 setidaknya 129 kasus yang masuk ke Komnas Perlindungan Anak. 27 kasus di antaranya adalah kasus penculikan disertai kekerasan seksual dengan modus perkenalan lewat jejaring sosial. Angka kasus tersebut tiap tahun ternyata melonjak, sebagaimana di situs resmi Komnas Perlindungan Anak tercatat pada tahun 2009 hanya 55 kasus dan tahun 2010 meningkat 111 kasus.
Salah satu kegunaan media sosial adalah sebagai wadah untuk menyalurkan eksistensi dan ekspresi diri. Kita dapat dengan bebas berkomentar, memberikan informasi, mengeluarkan unek-unek, menyampaikan kebahagian, kekecewaan, maupun harapan dan doa-doa tanpa dibatasi dan dikekang oleh individu ataupun suatu kelompok. Dari kebebasan inilah ternyata juga memicu lahirnya masalah baru. Seperti “gula yang mengundang semut,” media sosial dapat dijadikan magnet untuk manarik perhatian orang. Bagi yang memanfaatkan media sosial untuk hal-hal positif, tentu perhatian itu dapat mengasah empati, belajar memberikan saran, atau sedikit bantuan untuk melegakan unek-unek. Tapi bagi yang tidak, akan menjadi ladang empuk untuk melakukan tindak kejahatan. Awalnya memberikan empati atau pujian kemudian mengalir hingga terbawa emosi dan akhirnya mudah diajak untuk melakukan hal-hal negatif. Jika sudah begini, siapa yang patut disalahkan?
Media sosial sepenuhnya tidak dapat disalahkan. Karena pada dasarnya media sosial dibuat untuk memudahkan manusia terhubung dengan lainnya di era digital saat ini. Melalui media sosial, kita dapat memperluas jaringan pertemanan, menemukan kembali teman lama yang sudah tidak terhubung, ataupun sekedar belajar mengembangkan empati untuk merasakan perasaan orang lain. Walaupun begitu, tetap saja media sosial bukanlah media yang sempurna. Pasti memiliki kekurang atau celah untuk dimanfaatkan oknum tertentu untuk melakukan tindak kejahatan.
Oleh karena itu, di sinilah kebijaksanaan kita dibutuhkan. Bagaimana memanfaatkan media sosial untuk hal-hal positif dan bertanggung jawab. Selain itu, pengawasan dari anggota keluarga juga diperlukan. Dalam hal ini orangtua mesti turun tangan (langsung) untuk mengamati perkembangan dan aktivitas anaknya di media sosial terutama ibu yang memiliki waktu lebih banyak bersama anaknya. Berdasarkan penelitian di Amerika, tujuh puluh persen ternyata anak lebih memilih dekat dengan ibunya ketimbang ayahnya. Mereka lebih nyaman menyampaikan permasalahannya atau curhat kepada ibunya ketimbang ayahnya. Dari kelebihan inilah, seorang ibu sebenarnya memiliki kekuatan besar untuk melakukan proteksi dini terutama menanamkan sikap waspada kepada anaknya. Berikut adalah beberapa tips untuk para ibu dalam usaha menanamkan sikap waspada kepada anaknya agar tetap aman dalam menggunakan media sosial.
- Sampaikanlah kepada mereka bahwa media sosial pada dasarnya dibuat untuk apa? Anda bisa mencari tahu tujuan masing-masing media sosial dibuat dengan melihat sejarah dan karakteristiknya. Apabila terdapat konten yang keluar dari tujuan dan karakteristik dari media sosial itu, berarti sudah tidak sesuai lagi dan harus segera ditinggalkan.
- Tanamkan sikap untuk selalu bertanggung jawab terhadap hal-hal yang dilakukannya ketika menggunakan media sosial. Seperti meninggalkan konten yang tidak sehat bila secara tidak sengaja mendapatinya walaupun sedang tidak dalam pegawasan Anda.
- Ajak anak untuk lebih suka menyampaikan permasalahannya kepada Anda (curhat) daripada melalui media sosial. Yakinkah kepada mereka bahwa masukan Anda lebih dibutuhkannya karena Anda lebih memahaminya daripada orang-orang yang ada di media sosial.
- Beri pengertian bahwa berinteraksi itu tidak mesti melalui media sosial saja. Di alam nyata juga penting. Sehingga interaksi sosialnya menjadi tidak kaku. Sering-seringlah membawa mereka ke tempat rekreasi. Di sana mereka akan menemukan interaksi sosial sebenarnya.
- Jangan pernah melakukan hal-hal yang bersifat masif terhadap anak seperti merampas hak mereka dalam pengunaan media sosial. Perlu Anda ketahui, pengekangan hanya akan melahirkan pemberontakan. Sebaiknya berilah nasihat dan pandangan yang lebih terbuka dan dewasa.
- Menanamankan sikap pencegahan atau mendidiknya untuk selalu waspada terhadap bujuk rayuan di media sosial lebih baik daripada mengobati.
- Kedewasaan dan kebijaksanaan Anda sangat diperlukan dalam menangani anak yang terlanjur terkena efek buruk media sosial.
- Mulai sekarang meleklah terhadap teknologi. Penguasaan terhadap teknologi sudah tidak zaman lagi bila hanya dipegang oleh kaum muda. Semakin Anda tertinggal dengan teknologi, kontrol Anda terhadap anak akan semakin jauh. Ingatlah para ibu, anak-anak zaman sekarang berinteraksi dengan dua dunia, nyata dan virtual.
Akhirnya semoga bermanfaat dan selamat Hari Ibu, 22 Desember.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H