Pertama, pengangkatan Dewan Pengawas KPK, Pemerintah berpandangan bahwa pengangkatan ketua dan anggota Dewan Pengawas merupakan kewenangan Presiden, hal ini untuk meminimalisir waktu dalam proses penentuan dalam pengangkatannya.Â
Walaupun demikian untuk menghindari kerancuan normatif dalam pengaturannya, serta terciptanya proses check and balance, transparansi, dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pengangkatan Dewan Pengawas, mekanisme pengangkatan tetap melalui panitia seleksi serta membuka ruang bagi masyarakat untuk dapat memberikan masukan terhadap calon anggota pengawas mengenai rekam jejaknya.
Kedua, keberadaan Penyelidik dan Penyidik independen Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut Yasonna dalam menjaga kegiatan penegakan hukum tindak pidana korupsi yang berkesinambungan, tentunya perlu membuka ruang dan mengakomodas penyelidik dan penyidik KPK berstatus sebagai pegawal Aparatur Sipil Negara.
Dalam RUU ini pemerintah mengusulkan adanya rentang waktu yang cukup (selama 2 tahun) untuk mengalihkan penyelidik dan penyidik tersebut dalam wadah Aparatur Sipil Negara dengan tetap memperhatikan standar kopetensi mereka, yakni haru telah mengikuti dan lulus pendidikan bagi penyelidik dan penyidik sesual dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketiga, penyebutan KPK sebagai lembaga negara. Politisi PDIP ini menjelaskankan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 mengenal pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang menyebutkan bahwa KPK merupakan lembaga penunjang yang terpisah atau bahkan independen yang merupakan lembaga di ranah eksekutif, karena melaksanakan fungsi-fungsi dalam domain eksekutif ykni penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
"KPK merupakan lembaga negara sebagai state auxiliary agency atau lembaga negara di dalam ranah ekseskutif yang dalam pelaksanaan tugas dan bebas dari pengaruh dan wewenangnya bersifat independen kekuasaan manapun," kata Yasonna Laoly.
Selain hal-hal sebagaimana telah disampaikan di atas, Yasonna melanjutkan bahwa pemerintah perlu pula menyampaikan beberapa usulan perubahan substansi misalnya yang berkaitan dengan koordinasi penuntutan, penyebutan istilah atau terminolog lembaga penegak hukum, pengambilan sumpah dan janji Ketua dan Anggota Dewan Pengawas, dan laporan harta kekayaan penyelenggara negara.
Namun demikian, Pemerintah bersedia dan terbuka untuk melakukan pembahasan secara lebih mendalam terhadap seluruh materi muatan dalam RUU tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Krupsi ini sesual dengan mekanisme pembahasan RUU yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan.
"Adapun tanggapan Pemerintah mengenal RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi secara terperinci akan disampaikan dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)," jelasnya.
Guru besar Kriminologi PTIK ini berharap pandangan dan pendapat Presiden terhadap RUU KPK dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan dalam proses pembahasannya.Â
"Dengan demikian dapat kami tegaskan kembali bahwa pada prinsipnya kami menyambut baik dan siap membahas usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat atas Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam rapat-rapat berikutnya," pungkasnya.