Mohon tunggu...
Robbi Khadafi
Robbi Khadafi Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang Ketik, Sang Pengantar

Kecil disuka muda terkenal tua kaya raya mati masuk surga

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

DPR Kebut Revisi UU KPK Saat Irjen Firli Bahuri Fit and Proper Test

12 September 2019   21:48 Diperbarui: 12 September 2019   21:58 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Rapat Baleg DPR bersama Pemerintah soal RUU KPK (Dokumen Pribadi)

DPR dan pemerintah mulai membahas Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (RUU KPK). 

Pembahasan dilakukan di Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama pemerintah yang diwakilkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo. Rapat pembahasan RUU KPK ini dilakukan di Baleg DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2019) malam.

Saat bersamaan dan ditempat yang sama, Komisi III DPR sedang melakukan fit and proper test Calon Pimpinan KPK dari unsur Kepolisian yang juga mantan Deputi Penindakan KPK Irjen Firli Bahuri. Saat ini Irjen Firli menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan.

Wakil Ketua Baleg DPR Totok Daryanto mengatakan draft RUU KPK berisi beberapa materi muatan. Pertama, kedudukan KPK jadi bagian kekuasaan eksekutif. Kedua, mekanisme penyadapan, ketiga kewenangan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), keempat pembentukan Dewan Pengawas KPK dan koordinasi dengan penegak hukum lain yakni Kepolisian dan Kejaksaan.

Foto: Pimpinan Baleg DPR (Dokumen Pribadi)
Foto: Pimpinan Baleg DPR (Dokumen Pribadi)
Berdasarkan materi muatan tersebut, dilakukan perubahan atas Pasal 1, Pasal 3. Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 15, Pasal 19 Pasal 21, Pasal 24 Pasal 46, dan Pasal 47. 

Selain dilakukan perubahan atas pasal-pasal yang ada, dilakukan juga penghapusan atas pasal-pasal yang ada, yaitu: Pasal 14, Pasal 22, dan Pasal 23. Selanjutnya juga ditambahkan pasal- pasal baru, yaitu: Pasal 10A, Pasal 12A, Pasal 12B, Pasal 12C, Pasal Pasal 37A Pasal 37B, Pasal 37C, Pasal 37D, Pasal 37E, Pasal 37F, Pasal 37G, Pasa 43A, Pasal 45A, Pasal 47A, Pasal 69A, Pasal 70A, Pasal 70B dan Pasal 70C.

Menkumham Yasonna Laoly menyampaikan pendapat dan pandangan Presiden soal RUU KPK. Pada prinsipnya pemerintah menyambut baik dan bersedia melakukan pembahasan bersama DPR. Yasonna pun menyampaikan beberapa hal yang kiranya dapat menjadi pertimbangan dalam proses pembahasan, antara lain:

Pertama, pengangkatan Dewan Pengawas KPK, Pemerintah berpandangan bahwa pengangkatan ketua dan anggota Dewan Pengawas merupakan kewenangan Presiden, hal ini untuk meminimalisir waktu dalam proses penentuan dalam pengangkatannya. 

Walaupun demikian untuk menghindari kerancuan normatif dalam pengaturannya, serta terciptanya proses check and balance, transparansi, dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pengangkatan Dewan Pengawas, mekanisme pengangkatan tetap melalui panitia seleksi serta membuka ruang bagi masyarakat untuk dapat memberikan masukan terhadap calon anggota pengawas mengenai rekam jejaknya.

Kedua, keberadaan Penyelidik dan Penyidik independen Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut Yasonna dalam menjaga kegiatan penegakan hukum tindak pidana korupsi yang berkesinambungan, tentunya perlu membuka ruang dan mengakomodas penyelidik dan penyidik KPK berstatus sebagai pegawal Aparatur Sipil Negara.

Dalam RUU ini pemerintah mengusulkan adanya rentang waktu yang cukup (selama 2 tahun) untuk mengalihkan penyelidik dan penyidik tersebut dalam wadah Aparatur Sipil Negara, dengan tetap memperhatikan standar kopetensi mereka, yakni harus telah mengikuti dan lulus pendidikan bagi penyelidik dan penyidik sesual dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketiga, penyebutan KPK sebagai lembaga negara. Politisi PDIP ini menjelaskankan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 mengenal pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Menyebutkan bahwa KPK merupakan lembaga penunjang yang terpisah atau bahkan independen yang merupakan lembaga di ranah eksekutif, karena melaksanakan fungsi-fungsi dalam domain eksekutif ykni penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

"KPK merupakan lembaga negara sebagai state auxiliary agency atau lembaga negara di dalam ranah ekseskutif yang dalam pelaksanaan tugas dan bebas dari pengaruh dan wewenangnya bersifat independen kekuasaan manapun," kata Yasonna Laoly.

Foto: Mendagri Tjahjo Kumolo dan Menkumham Yasona Laoly saat menghadiri Rapat Baleg soal RUU KPK (Dokumen Pribadi)
Foto: Mendagri Tjahjo Kumolo dan Menkumham Yasona Laoly saat menghadiri Rapat Baleg soal RUU KPK (Dokumen Pribadi)
Selain hal-hal sebagaimana telah disampaikan di atas, Yasonna melanjutkan bahwa pemerintah perlu pula menyampaikan beberapa usulan perubahan substansi misalnya yang berkaitan dengan koordinasi penuntutan, penyebutan istilah atau terminolog lembaga penegak hukum, pengambilan sumpah dan janji Ketua dan Anggota Dewan Pengawas, dan laporan harta kekayaan penyelenggara negara.

Namun demikian, Pemerintah bersedia dan terbuka untuk melakukan pembahasan secara lebih mendalam terhadap seluruh materi muatan dalam RUU tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini sesuai dengan mekanisme pembahasan RUU yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan.

"Adapun tanggapan Pemerintah mengenal RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi secara terperinci akan disampaikan dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)," jelasnya.

Guru besar Kriminologi PTIK ini berharap pandangan dan pendapat Presiden terhadap RUU KPK dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan dalam proses pembahasannya. 

"Dengan demikian dapat kami tegaskan kembali bahwa pada prinsipnya kami menyambut baik dan siap membahas usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat atas Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam rapat-rapat berikutnya," pungkasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun