Mohon tunggu...
Robbi Khadafi
Robbi Khadafi Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang Ketik, Sang Pengantar

Kecil disuka muda terkenal tua kaya raya mati masuk surga

Selanjutnya

Tutup

Politik

Waspada Pimpinan KPK "Titipan" DPR

28 Agustus 2019   01:27 Diperbarui: 28 Agustus 2019   11:14 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: logo KPK dan DPR (telusur.co.id)

Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam waktu dekat akan menyerahkan 10 nama Capim ke Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Kemudian Presiden menyerahkan 10 nama Capim ke DPR untuk dilakukan fit and proper test di Komisi III DPR. Apabila di setujui DPR melalui rapat paripurna maka 5 nama Capim terpilih akan dilantik Presiden di Istana Negara.

Muncul dugaan bahwa diloloskannya 4 Capim dari unsur Kepolisian dan 3 dari unsur Kejaksaan, bahkan sudah hampir dipastikan ada Capim KPK yang menjadi pimpinan lembaga antirasuah ini, dicurigai dan diwaspadai ada kepentingan atau Capim titipan DPR. Pasalnya DPR yang merupakan representatif partai politik, maka hal itu tidak bisa dihindari.

Direktur Eksekutif Indonesia Publik Institute Karyono Wibowo mengatakan bahwa hampir seluruh pimpinan negara dipilih oleh DPR. Misalnya, Hakim Mahkamah Agung, Hakim Mahkamah Konstitusi, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Komisioner Komisi Yudisial, Komisioner Komisi Pemilihan Umum, Komisioner Badan Pengawas Pemilu, Komisioner KPK.

Menurut Karyono, ada kecenderungan dan kepentingan parpol dalam memilih pejabat negara. Hal itu sudah terbantahkan oleh KPK meski dipilih Komisi III DPR. "Fakta KPK produk politik, ibaratnya anak kandung DPR sering makan ibu kandung. Itu tidak selalu dipenuhi," kata Karyono Wibowo di Jakarta, Selasa (27/8/2019).

Karyono mencontohkan paling banyak yang ditangkap oleh KPK adalah anggota DPR dan kepala daerah. Artinya komitmen politik tidak sesuai harapan. Sebab itu, publik mendorong KPK tetap jalankan fungsinya sebagai penegak hukum lembaga untuk berantasan korupsi. Tetap independen dengan komitmen politik yang dibangun.

Lebih lanjut Karyono mengatakan masyarakat lebih percaya KPK dibandingkan dengan penegak hukum lain. Sebab itu pula Karyono meminta KPK jangan sia-siakan kepercayaan itu.

Terkait KPK segan menangani kasus yang melibatkan institusi Kepolisian, Karyono menilai hal itu terbantahkan. KPK pernah menetapkan Jenderal Bintang dua Irjen Djoko Susilo dalam kasus simalator SIM. Lalu KPK juga pernah menetapkan mantan Kapolri Rusdihardjo atas kasus pungli di KBRI Malaysia. 

KPK juga menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka dalam kasus rekening gendut Polri. Kasus ini mengalami kegaduhan. Misalnya ketika sedang tangani kasus simulator SIM, Penyidik KPK Novel Baswedan ditetapkan sebagai tersangka kasus pencurian burung walet ketika ia masih bertugas di Polda Bengkulu.

Begitu juga saat tangani kasus BG. Dua pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri. KPK juga berani menetapkan tersangka kepada sejumlah perwira dan mantan perwira tinggi TNI dan Pori. Misalnya KPK menetapkan tersangka Laksma TNI Bambang Udoyo selaku Pejabat Pembuat Komitmen Bakamla.

Menurut Karyono, hal ini terjadi karena ada institusi yang merasa kewibawaannya itu diruntuhkan. Padahal tidak demikian. Sebab itu, Karyono meminta jangan melibatkan institusi apabila terjerat kasus korupsi. Pasalnya, selama ini yang dijerat KPK membawa-bawa nama institusi.

Mendagri Intervensi 


Terkait banyaknya kepala daerah ditangkap KPK karena ada intervensi dari Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang berasal dari PDI Perjuangan, Karyono berpendapat bahwa hal itu terbantahkan. Faktanya kepala daerah banyak yang kena Itu berasal dari Golkar dan PDI Perjuangan. Artinya tidak ada hubungannya Mendagri Tjahjo Kumolo dari PDI Perjuangan.

Karyono menambahkan bahwa menteri yang dijabat orang parpol berpengaruh proses hukum kepala daerah yang latar belakang partainya sama. Karena menteri jabatan politik, maka jangan terlalu di kotomi. "Jabatan politik itu spesial yang bisa dijabat siapa pun sejauh memenuhi persyaratan bagaimana di atur undang-undang," ujarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun