Mohon tunggu...
Robbi Khadafi
Robbi Khadafi Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang Ketik, Sang Pengantar

Kecil disuka muda terkenal tua kaya raya mati masuk surga

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Jangan Anggap Remeh Konflik Kepentingan Pansel Capim KPK

25 Agustus 2019   22:55 Diperbarui: 26 Agustus 2019   01:25 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan banyak Calon Pimpinan (Capim) KPK yang bermasalah. Kini muncul masalah terdapat 3 anggota Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK terindikasi memiliki konflik kepentingan. Mereka yakni Ketua Setara Institute Hendardi sebagai penasihat ahli Kepala Kepolisian RI bersama dengan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana Indriyanto Seno Adji.

Lalu Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih tercatat sebagai tenaga ahli Bareskrim dan Kalemdikpol pada 2018 lalu. Padahal berdasarkan Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2014, Tentang Administrasi Pemerintahan dengan tegas melarang Pejabat Pemerintahan yang berpotensi memiliki konflik kepentingan menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan.

Indikasi tersebut seperti dikutip dari tirto.id pertama kali disuarakan oleh Koalisi Kawal Capim KPK. Sebab itu Presiden Jokowi diminta untuk memanggil serta mengevaluasi Panitia Seleksi Pimpinan KPK 2019-2023.

Ahli hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Achmad mengatakan isu indikasi hal tersebut sudah lama berhembus tetapi proses seleksi tetap saja berlangsung dan kritik seolah tidak ada maknanya. Lebih lanjut Suparji menilai pernyataan tersebut roma kebenarannya layak dipercaya dengan mendasarkan pada fakta-fakta yang sebelumnya.

"Sekiranya benar maka mengganggu atau menciderai hasilnya," kata Suparji Achmad saat dihubungi di Jakarta, Minggu (25/8/2019).

Menurut Suparji, Pansel yang mempunyai konflik kepentingan dapat diganti apabila terbukti. "Buktikan dulu kebenarannya," ujarnya. Suparji juga berpendapat bahwa hal ini terjadi karena mungkin dianggap bukan masalah. Padahal hal ini bisa berdampak pada hasil Capim KPK yang terpilih nantinya.

Sebab itu Suparji meminta DPR terutama Komisi III dan Presiden benar-benar laksanakan ketentuan Undang-Undang (UU) selurus-lurusnya sesuai sumpahnya.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) Aditya Mufti Ariffin berharap 20 Capim KPK yang lolos uji profile asasment benar-benar bisa dipertanggungjawabkan oleh Pansel. "Konflik kepentingan yang ada diharapkan tidak membuat Pansel tidak profesional dalam menjalankan seleksi," harap Aditya Mufti Ariffin saat dihubungi terpisah.

Menurut Aditya, kinerja Pansel harus di evaluasi dari konflik kepentingannya. "Kalau memang konflik kepentingan itu berimbas kepada mendukung salah satu calon ya mungkin bisa di evaluasi," ujarnya. Aditya juga menilai hal ini terjadi karena tidak transparannya rekrutmen Pansel Capim KPK.

Seharusnya Pansel Capim KPK ini di isi oleh orang-orang yang berdedikasi sesuai dengan keahlian masing-masing dan jauh dari konflik kepentingan kata Aditya. Ia juga memastikan Komisi III DPR akan mempertanyakan ke Pansel berkaitan hal konflik kepentingan tersebut.

Yenti dan Hendardi Menjawab


Yenti Garnasih menegaskan tidak benar ia tenaga ahli Kabareskrim maupun Kalemdikpol. "Tidak ada SK nya. Tenaga ahli itu esselon 1 jadi tidak mungkin tidak ada SK," kata Yenti Garnasih saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu (25/8/2019) malam. Menurutnya, apabila Koalisi Kawal Capim KPK paham hukum, asas yang berlaku adalah siapa yang mendalilkan dia yang membuktikan.

"Jadi kalau menuduh atau claim saya tenaga ahli harusnya mereka sudah temukan SK nya," tegasnya.

Ahli hukum tindak pidana pencucian uang ini menyampaikan bahwa ia merupakan guru/tenaga pengajar di semua penyidik TPPU ( penyidik polisi, jaksa, bnn, bea cukai, pajak dan penyidik POM / TNI). "Bahkan yang paling banyak di Badiklat Kejaksaan RI. Apa guru itu pekerjaan salah?" tanya Dosen Fakultas Universitas Trisaksi ini.

Sementara itu Hendardi tidak mempermasalahkan adanya tudingan tersebut kepadanya. Ia mengatakan hal itu hak menyampaikan pendapat. "Tidak saya pikirin alias EGP. Dari awal Pansel dibentuk mereka sudah nyinyir begitu. Malah kelihatan punya interest yang tidak kesampaian makanya sering tuduh kiri-kanan," kata Hendardi saat dikonfirmasi terpisah.

Ketua Setara Institute ini mempertanyakan memangnya integritasnya dibangun hanya beberapa tahun ini sejak menjadi Penasehat Ahli Kapolri? "Terlalu simplistik. Integritas saya dibangun lebih dari 3 dasawarsa sejak saya jadi pimpinan mahasiswa. Mungkin sebagian dari mereka masih menyusu atau belajar prakarya," ungkapnya.

Hendardi juga mengungkapkan bahwa di Pansel yang berstatus Penasehat Ahli Kapolri hanya ia dan Prof. Indrianto Senoaji. Hendardi menjadi Penasehat Ahli Kapolri sejak masa kepemimpinan Jend. Pol. Badroedin Haiti sampai sekarang. "Hal itu tidak pernah saya tutupi karena juga bukan dosa," katanya.

Hendardi menjelaskan bahwa Penasehat ahli bukan merupakan organ struktural Polri tapi hanya semacam think-tank untuk Kapolri dan Wakapolri. Ia juga tidak menerima gaji tetapi honorarium untuk pertemuan biasanya satu bulan sekali. Anggotanya sebagian besar Professor dan Doktor serta Purnawirawan Jenderal Polisi dari berbagai disiplin ilmu dan keahlian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun