Mohon tunggu...
Robbi Khadafi
Robbi Khadafi Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang Ketik, Sang Pengantar

Kecil disuka muda terkenal tua kaya raya mati masuk surga

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pansel Capim KPK Kecolongan, Polisi Pasti Jadi Pimpinan KPK

24 Agustus 2019   08:51 Diperbarui: 26 Agustus 2019   01:10 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Ketua Tim Pansel Capim KPK Yenti Garnasih (republika online)

Pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Achmad menilai Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) kecolongan meloloskan Capim yang bermasalah. Hal ini juga membuktikan bahwa Pansel tidak teliti dalam menseleksi Capim KPK yang kemarin diumumkan 20 nama lolos ke tahap selanjutnya.

Dari 20 nama Capim KPK itu, 4 berasal dari Kepolisian dan 3 dari unsur Kejaksaan. "Ya kalau benar itu berarti Pansel kurang teliti dengan kata lain kecolongan karena yang lolos seharusnya clear dan clean dari dugaan tindak pidana atau pelanggaran hukum," kata Suparji Achmad saat dihubungi di Jakarta,Sabtu (24/8/2019).

Menurutnya, masyarakat menjadi pihak yang paling dirugikan karena tidak menghasilkan Capim yang berkualitas. "Hal ini menjadi suatu kerugian untuk menghasilkan yang terbaik dan sempurna," ujarnya.

Sebab itu Suparji meminta KPK terbuka kepada Pansel Capim KPK atas kasus dugaan ini. "Sebaiknya KPK terbuka kepada Pansel agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari," tuturnya.

Menurut Suparji, Pansel Capim KPK bisa menggugurkan Capim yang diduga menerima gratifikasi dan lainnya. " Jika ada bukti permulaan yang kuat maka patut untuk ditinjau kembali," katanya.

Dihubungi terpisah, ahli hukum pidana Universitas Bina Nusantara Ahmad Sofian terkejut dengan masih banyaknya Capim KPK dari Kepolisian dan Kejaksaan. Menurutnya hal ini sangat gawat dan polisi pasti ada yang terpilih menjadi pimpinan KPK. "Ini yang disebut upaya melemahkan KPK secara sistematif dan masif caranya," kata Ahmad Sofian.

Ahmad Sofian menilai komposisi yang ada Capim dari unsur polisi 4 orang, Jaksa 3, hakim 2, BPK, BUMN, penasehat Menteri Desa, 2 dosen, advokat satu orang, mengecewakan. "Tidak ada profil singkat. Polisi yang pada kelompok dicurigai masyarakat. Polisi diragukan masyarakat dalam penegakam hukum," katanya.

Dia berpendapat bahwa fit and proper test di Komisi III DPR ini yang anggotanya berlatarbelakang lawyer, tahu dari 4 Capim Polri dan 3 Capim Kejaksaan, mana yang bisa menguntungkan mereka. Sementara orang-orang yang berseberangan dengan eksekutif, legislatif tentu tidak mereka pilih.

Belum lagi KPK, Polri, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, penegak hukum itu mitra kerja Komisi III DPR. Sehingga, Komisi III itu tahu aktivitas pemberantasan korupsi mereka seperti apa. "Miris dan pesimis pemberantasan korupsi ke depan. lolos. Padahal proyek infrastruktur cukup tinggi," ujarnya.

Polisi Aman

Koordinator End Child Prostitusion, Child Pornography and Trafficking of Child for Sexual Purposes (ECPAT) Indonesia ini juga menilai prestasi KPK dibawah pimpinan Agus Rahardjo cukup baik hingga berani menyeretkan menteri. Namun kinerja secara nasional mengecewakan. "Korupsi dilakukan pada pejabat legislatif yudikatif eksekutif masih marak," ungkapnya.

Ahmad Sofian menyimpulkan bahwa kasus-kasus yang berkaitan dengan Kepolisian yang ditangani KPK akan aman. "Polisi aman kalau jadi komisioner KPK. Mitra kerja juga aman," katanya.

Seperti dikutip dari kompas.com, Juri bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan, KPK masih menemukan calon pimpinan KPK periode 2019-2023 yang diduga bermasalah, namun masih lolos profile assessment. Padahal, kata Febri, pihaknya sudah menyampaikan hasil penelusuran rekam jejak 40 peserta profile assessment ke Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK.

Misalnya, terkait ketidakpatuhan dalam pelaporan LHKPN, kemudian dugaan penerimaan gratifikasi, jadi KPK menerima informasi adanya dugaan penerimaan gratifikasi terhadap yang bersangkutan," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (23/8/2019) malam.

Febri juga mengungkap ada calon yang diduga pernah menghambat kerja KPK, terjerat dugaan pelanggaran etik saat bertugas di KPK, dan temuan lainnya yang sudah disampaikan ke Pansel. Meski demikian, Febri enggan menyebutkan secara rinci nama-nama yang diduga memiliki catatan yang berisiko itu jika terpilih sebagai Pimpinan KPK.

Seperti dikutip dari tirto.id, tiga dari 20 nama calon terindikasi punya punya irisan dengan catatan yang disampaikan Febri. Antara lain Irjen Antam Novambar yang diduga mengancam bekas Direktur Penindakan KPK Kombes Endang Tarsa, Irjen Firli Bahuri yang diduga bertemu terperiksa saat masih menjabat Deputi Penindakan KPK, dan M. Jasman Panjaitan, bekas jaksa yang diduga menerima duit dari terdakwa pembalakan hutan D.L. Sitorus.

Ia mengingatkan, KPK memiliki standar etik ketat dan kewenangan yang kuat. Sehingga dibutuhkan pimpinan KPK yang tidak bermasalah. Oleh karena itu, Febri berharap Pansel bisa lebih menyeleksi secara ketat para capim KPK di tahapan berikutnya, khususnya wawancara dan uji publik. Ia juga mengimbau masyarakat untuk aktif mengawal proses seleksi ini hingga selesai.

Dibuka ke Publik

Menanggapi hal tersebut, Anggota Pansel Capim KPK Hendardi mengatakan Pansel KPK menerima hasil tracking pada tahapan profile assessment kemarin tidak saja dari KPK tapi dari 7 lembaga negara lain, BNPT, BNN, POLRI, PPATK, BIN, Dirjen Pajak dan MA. "Semua masukan tracking tersebut dan juga masukan masyarakat melalui email, surat dll kami pelajari, klarifikasi serta recheck kembali," kata Hendardi dalM keterangan tertulisnya, Sabtu (24/8/2019).

Ketua Setara Institute ini menambahkan tracking dan masukan-masukan itu tentu saja ada yang berkategori kebenaran, indikasi atau sudah/belum berkekuatan pasti. Dan semua itu kami klarifikasi terhadap pihak yang menyampaikan tracking dari lembaga-lembaga tersebut.

Sehingga Hendardi berpandangan jika lembaga seperti KPK menyampaikan tracking itu belum tentu semua memiiliki kategori kebenaran atau kepastian hukum.
Bisa berupa indikasi yang nantinya dapat diperdalam dalam tahapan seleksi berikutnya. "Jika temuan merupakan kebenaran atau berkekuatan hukum tentu tidak kami toleransi," ujarnya.

Jika KPK dan lembaga tersebut atau unsur masyarakat menyampaikan hasil tracking atau masukan secara terbuka dan menyebutkan nama-nama mereka di ruang publik Hendardi mempersilahkan. Namun jika itu belum merupakan kebenaran/punya kepastian hukum tentu pihak-pihak tersebut memiliki konsekwensi hukum dengan capim yang bersangkutan.

Polisi Membantah

Karopenmas Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo membantah Pansel Capim KPK kecolongan banyak meloloskan dari institusinya. Pasalnya, lolosnya 4 Capim dari Polri semuanya sudah melalui mekanisme test oleh Pansel yang kredibel, akuntabel dan transparan.

Dedi juga menjamin bahwa semua Capim dari Polri jika terpilih menjadi pimpinan KPK maka tidak akan melemahkan lembaga antirasuah itu. "Ya kan semua sudah ada mekanisme kontrol internal dan eksternal," singkat Brigjen Pol Dedi Prasetyo melalui pesan singkatnya di Jakarta, Senin (26/8/2019).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun