hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Achmad menilai Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) kecolongan meloloskan Capim yang bermasalah. Hal ini juga membuktikan bahwa Pansel tidak teliti dalam menseleksi Capim KPK yang kemarin diumumkan 20 nama lolos ke tahap selanjutnya.
PakarDari 20 nama Capim KPK itu, 4 berasal dari Kepolisian dan 3 dari unsur Kejaksaan. "Ya kalau benar itu berarti Pansel kurang teliti dengan kata lain kecolongan karena yang lolos seharusnya clear dan clean dari dugaan tindak pidana atau pelanggaran hukum," kata Suparji Achmad saat dihubungi di Jakarta,Sabtu (24/8/2019).
Menurutnya, masyarakat menjadi pihak yang paling dirugikan karena tidak menghasilkan Capim yang berkualitas. "Hal ini menjadi suatu kerugian untuk menghasilkan yang terbaik dan sempurna," ujarnya.
Sebab itu Suparji meminta KPK terbuka kepada Pansel Capim KPK atas kasus dugaan ini. "Sebaiknya KPK terbuka kepada Pansel agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari," tuturnya.
Menurut Suparji, Pansel Capim KPK bisa menggugurkan Capim yang diduga menerima gratifikasi dan lainnya. " Jika ada bukti permulaan yang kuat maka patut untuk ditinjau kembali," katanya.
Dihubungi terpisah, ahli hukum pidana Universitas Bina Nusantara Ahmad Sofian terkejut dengan masih banyaknya Capim KPK dari Kepolisian dan Kejaksaan. Menurutnya hal ini sangat gawat dan polisi pasti ada yang terpilih menjadi pimpinan KPK. "Ini yang disebut upaya melemahkan KPK secara sistematif dan masif caranya," kata Ahmad Sofian.
Ahmad Sofian menilai komposisi yang ada Capim dari unsur polisi 4 orang, Jaksa 3, hakim 2, BPK, BUMN, penasehat Menteri Desa, 2 dosen, advokat satu orang, mengecewakan. "Tidak ada profil singkat. Polisi yang pada kelompok dicurigai masyarakat. Polisi diragukan masyarakat dalam penegakam hukum," katanya.
Dia berpendapat bahwa fit and proper test di Komisi III DPR ini yang anggotanya berlatarbelakang lawyer, tahu dari 4 Capim Polri dan 3 Capim Kejaksaan, mana yang bisa menguntungkan mereka. Sementara orang-orang yang berseberangan dengan eksekutif, legislatif tentu tidak mereka pilih.
Belum lagi KPK, Polri, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, penegak hukum itu mitra kerja Komisi III DPR. Sehingga, Komisi III itu tahu aktivitas pemberantasan korupsi mereka seperti apa. "Miris dan pesimis pemberantasan korupsi ke depan. lolos. Padahal proyek infrastruktur cukup tinggi," ujarnya.
Polisi Aman
Koordinator End Child Prostitusion, Child Pornography and Trafficking of Child for Sexual Purposes (ECPAT) Indonesia ini juga menilai prestasi KPK dibawah pimpinan Agus Rahardjo cukup baik hingga berani menyeretkan menteri. Namun kinerja secara nasional mengecewakan. "Korupsi dilakukan pada pejabat legislatif yudikatif eksekutif masih marak," ungkapnya.