Mohon tunggu...
Robbi Khadafi
Robbi Khadafi Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang Ketik, Sang Pengantar

Kecil disuka muda terkenal tua kaya raya mati masuk surga

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menteri Vs Kepala Daerah di Tangerang

18 Juli 2019   11:45 Diperbarui: 18 Juli 2019   11:50 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernyataan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H Laoly, saat peresmian Gedung Politeknik Ilmu Pemasyarakatan dan Politeknik Imigrasi di Jalan Satria Sudirman Tanah Tinggi, Kota Tangerang pada 3 Juli 2019 mencuatkan konflik lama antaran Pemerintah Kota Tangerang dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).Saat itu Yasonna menyindir Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah yang tak kunjung memberikan izin mendirikan bangungan (IMB) untuk bangunan di atas lahan milik Kemenkumham di  Kota Tangerang itu. Arief dinilai telah menghalani perizin itu.

Namun Arief membantah tudingan Yasonna. Dia mengatakan, peruntukan lahan itu aslinya untuk ruang terbuka hijau (RTH). Sementara proses perubahan peruntukan belum selesai hingga saat ini.

Konflik itu terus bergulir. Pemkot menghentikan sejumlah layanan seperti lampu jalan, air bersih, pengangkutan sampah untuk gedung-gedung dan warga yang tinggal di kompleks perumahan yang awalnya merupakan perumahan karyawan Kemenkumham.

Kini konflik itu berujung pada aksi saling lapor ke kepolisian antaran Pemkot Tangerang dan Kemenkumham.

Pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Achmad menilai pemidanaan atau laporan ke polisi bukan langkah yang tepat karena unsur pidana tidak terpenuhi dan tidak akan menyelesaikan masalah.

Menurut Suparji, lebih baik duduk bersama mencari solusi win win solution dengan mendasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku.

"Sebaiknya tidak perlu sampai ranah hukum. Selesaikan mekanisme musyawarah," kata Suparji Achmad di Jakarta, Kamis (18/7/2019).

Suparji berpandangan tindakan memblokir pelayanan bukan tindakan yang tepat karena tidak sesuai ketentuan hukum yang berlaku. "Komunikasi perlu diperbaiki (pemerintah pusat dan daerah)," ujarnya.

Kementerian Hukum dan HAM akan bangun dua lembaga permasyarakatan (Lapas) di atas lahannya yang ada di pusat pemerintahan Kota Tangerang, Arief keberatan dengan rencana tersebut. Pasalnya, sudah ada lima lapas yang ada di Kota Tangerang.

Yakni Lapas Kelas I Tangerang, Lapas Pemuda Tangerang Banten, Lapas Anak Pria, Lapas II B Anak Wanita Tangerang, Lapas Wanita Tangerang, Lapas Kelas II A Pemuda.

Arief menjelaskan bahwa Kemenkumham akan membangun beberapa perkantoran di lahannya.

Antara lain rumah susun 4 lantai, kantor Balai Permasyarakatan (Bapas) percontohan, kantor lembaga penitipan anak sementara (LPAS), gudang pengayoman, Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan), Kampus Politeknik, dan tower pengayoman.

Terkait hal itu, Suparji mengatakan pembangunan Lapas juga harus memperhatikan Lapas yang sudah ada. Jika memang sudah cukup banyak
makaa sebaiknya dicarikan tempat lain.

Jika terlalu banyak maka tingkat kerawanan tinggi. Menurut Suparji, Tangerang tidak perlu dibangun Lapas. "Saya kira sudah cukup," katanya.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng mengatakan ada tiga hal dalam konflik ini.

Pertama, masalah kepatutan dan etika sesama pemerintah. Artinya, mereka tidak harus menempuh jalur hukum atau komunikasi tidak berjalan.

Kedua, masalah aturan tanah yang dimiliki Kemenkumham. Ada beberapa bangunan yang sudah di bangun. Namun bangunan tidak sesuai dengan peruntuhan RTH. Jadi kewenangan tata ruang (keluarkan IMB) menjadi kewenangan pemerintah setempat.

"Ini menarik. Bangunan sudah lama ada, tapi IMB nya belum ada? Kenapa tidak dari dulu dipermasalahkan," kata Endi Jaweng.

Ketiga, implikasi publik. Menurutnya, ada administrasi pemerintahan yang tidak boleh korbankan publik. Di mana pemkot Tangerang menghentikan pelayanan listrik, air dan lainnya.

Sebab itu, Jaweng meminta kedua pihak bertemu untuk mencari solusi atas konflik ini. Tidak perlu sampai ke ranah hukum.

"Tidak elok berdebat seperti ini. Mungkin menarik, Jokowi berikan pandangan apabila tidak selesai," ujarnya.

Dia menambahkan, masalah ini hanya soal lahan IMB. Sehingga sudah tepat Wali Kota Tangerang bersikap seperti itu.

"Sudah benar tata ruang Wali Kota. Kecuali IMB tidak diberikan karena ada keinginan aneh-aneh Wali Kota," pungkasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun