"Jika pulang kejelasan kasusnya, tidak bisa dihentikan, karena tidak ada unsurnya. Itu tidak bisa," ungkap Suparji.
Dia menambahkan, apabila kasus Habib Rizieq dihentikan berdasarkan salah satu syarat rekonsiliasi yang diajukan Partai Gerindra, maka tidak bisa dilakukan. Sebab, persoalan hukum tidak bisa dibarter.
"Rekonsialiasi tidak barter dengan perkara," tegas Suparji.
Ia melanjutkan, akan tetapi jika terdapat argumen hukum yang jelas, maka syarat tersebut bisa dilakukan, asal tidak ada unsur politik.
"Kecuali ada argumentasi hukum yang jelas, itu bisa dilakukan, bukan politis ya, karena kalau politis bisa multitafsir," tuturnya.
Selain itu, Suparji menyebut rekonsiliasi ini tidak logis serta masyarakat di kalangan bawah yang menjadi korban. Pasalnya, pelaku politik di atas bermain-main. Â Sehingga rekonsiliasi harus mentaati hukum yang berlaku.
Kenapa tidak logis? Suparji menjelaskan bahwa kasus hukum menjadi tidak otentik. Apalagi menyangkut tokoh ulama yang dikagumi masyarakat.
Suparji juga berpandangan kasus Rizieq Shihab yang sudah di SP3 bisa saja di buka kembali. Dengan catatan ada alat bukti baru, perbuatannya bukan tindak pidana, kasusnya sudah kadaluarsa, tersangka meninggal dunia. Atau delik aduan mencabut aduannya.
Di satu sisi, Suparji berpendapat bahwa kepulangan Rizieq Shihab akan memperjelas kasus hukum lainnya yang menjeratnya. Apalagi kasusnya belum kadaluarsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H