"Memberi signal lebih terang bagi langkah lanjutan rekonsilisasi, hal itu belum cukup tegas menggambarkan bentuk baru konfigurasi politik," kata Arif Susanto dihubungi terpisah.
Pada tahap berikutnya, lanjut Arif, kemungkinan pembicaraan tentang power sharing akan mendominasi negosiasi-negosiasi politik, baik intra maupun inter koalisi.
"Kemungkinan perubahan konfigurasi koalisi masih cukup terbuka mengingat kebutuhan pemerintah untuk menemukan mitra yang dominan di DPR dan membantu efektivitas kinerja kabinet," jelasnya.
Menurut Arif, pembubaran koalisi Indonesia Adil Makmur pasca penetapan hasil Pilpres sebenarnya tidak dapat dibaca sebagai tiadanya oposisi, meskipun jelas bahwa hal itu melemahkan jalinan koalisi.
Namun, kebutuhan oposisi yang kuat dan kredibel tetap diperlukan dalam rangka kontrol dan perimbangan kekuasaan pemerintahan.
Pada situasi ini, konsistensi PKS untuk tetap berada di luar pemerintahan layak diapresiasi. "Namun, seandainya anggota lain koalisi ingin menyeberang, hal tersebut perlu dilakukan dengan cepat dan tegas demi bekerjanya segera bangunan baru politik dalam lembaga eksekutif maupun legislatif," tuturnya.
Konsekuensinya, bertahan sebagai oposisi menjadi bagian pilihan, yang tidak perlu dipandang buruk. "Sebab, kesempatan untuk bertarung pada 2024 terbuka bagi seluruh partai dan figur-figur politikus yang dapat mulai didorong untuk ditawarkan kepada publik," katanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H