Direktur Sinergi Masyarakatt untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin menyatakan ketika Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto berkata "kami siap membantu jika diperlukan", itu artinya Prabowo sudah mengoper bola kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Jadi kalau nanti Jokowi bilang: saya ingin ada kader Gerindra di kabinet, maka Prabowo tak bisa lagi berkata: kami akan menjadi oposisi," kata Said Salahudin saat dihubungi Senin (15/7/2019).
Apa yang disampaikan Prabowo Subianto kepada Joko Widodo pada saat keduanya bertemu (13/7/2019) tidak bisa ditafsir lain kecuali sebagai isyarat bahwa Gerindra siap bergabung di pemerintahan baru Jokowi.
"Itu kan kode keras dari Prabowo. Ketika dia menggunakan diksi "siap membantu", itu artinya Prabowo sudah menyatakan komitmen bahwa partai yang dipimpinnya bersedia memberi sokongan kepada Jokowi supaya pemerintahan barunya nanti menjadi pemerintahan yang kuat," paparnya.
Soal dimana sokongan itu akan diberikan, kata Said tentu saja diranah eksekutif dan legislatif. Tidak ada ceritanya suatu partai yang memiliki kursi legislatif bersedia menunjang Presiden dengan maksud agar pemerintahan yang dipimpinnya menjadi kuat, sementara tidak ada perwakilan dari parpol itu yang duduk di suatu posisi eksekutif. Itu kemustahilan politik.
"Jadi, dari pernyataan Prabowo itu sudah tegas maksudnya adalah Gerindra bersedia berkoalisi, bukan beroposisi dengan pemerintahan Jokowi. Sebab tidak mungkin ada opisisi yang berkomitmen ingin memperkuat pemerintah," tuturnya.
Oleh sebab itu, tawaran Prabowo tersebut Said menilai akan dipertimbangkan secara masak oleh Jokowi. Bahkan soal itu ia yakin akan dibahas pula oleh Jokowi pada saat melakukan pertemuan dengan parpol koalisi pendukungnya.
Bahwa jika karena suatu hal pada akhirnya tidak ada kader Gerindra yang diangkat sebagai menteri atau didudukan pada posisi lain di pemerintahan baru Jokowi, maka disitulah Prabowo dapat saja mengubah strateginya menjadi oposisi dan menarik kembali komitmennya dengan alasan Gerindra ternyata "tidak diperlukan" oleh Jokowi.
"Jadi, dimana posisi Gerindra pada periode pemerintahan baru nanti sebetulnya sangat bergantung pada keputusan Jokowi, bukan lagi pada Prabowo. Sebab jika Jokowi bilang: saya ingin ada kader Gerindra di kabinet, maka Prabowo tak bisa lagi berkata: kami akan menjadi oposisi," katanya.
Arif Susanto, analis politik Exposit Strategic mengatakan pertemuan Jokowi-Prabowo 13/7/2019 baru bisa diterjemahkan sebagai cairnya kebekuan komunikasi politik terdampak kerasnya persaingan elektoral.