Urip iku pancen sawang sinawang. Ada orang miskin yang  kita kira sengsara, ternyata hidupnya bahagia dan baik-baik saja. Sebaliknya ada orang yang berada, tapi wajahnya lelah, susah tertawa, selalu jaga wibawa, gampang marah, gampang curiga, pokoke mblendes jaya. Bisa jadi kalau mati masuk neraka.
Ada lagi yang penampilannya ala kere minggat, pokoke kumuh rembes pol. Dikira golongan ekonomi lemah tapi ternyata punya lahan, kebun jati di desa asalnya. Kekumuhannya adalah personal branding bagi dia agar orang lain iba.
Itu nyata, aku pernah kenal orang seperti itu. Si rembes yang jarang mandi, bahkan saat pulang ke desa asalnya pun nggak mau mandi. Â Setelah kutanya, Jawabnya : Agar nggak ditarik tiket bis. Di bis ada peraturan yang tidak tertulis : Â wong gendeng gratis.
Ada memang orang yang penampilannya kere yang bisa menimbulkan empati. Tapi jangan salah, nggak sedikit juragan yang berpenampilan babu. Ada orang yang masuk dealer mobil dikira cari sumbangan mbangun masjid, eh ternyata seorang juragan yang mau beli mobil. Lha wong pakai baju koko dan berkopyah serta bawa gulungan kalender tahun depan.
Nggak semua orang yang tongkrongannya kumuh itu pemalas yang menjual kemiskinan. Ada banyak juga yang memang miskin tulen yang tidak minta-minta dan bisa bahagia.
Seperti Anay cewek yang tinggal di penampungan sampah Bantar Gebang yang sempat viral itu. Â Dia bisa enjoy hidup di kelilingi tumpukan sampah yang menggunung. Terlihat di postingan videonya, dia dengan ceria memperlihatkan kondisi rumahnya yang super sederhana. Ini crazy rich yang sesungguhnya, hatinya sangat kaya raya.
Bagiku crazy rich itu bukan orang yang super kaya secara materi. Sebutan crazy rich itu datang dari orang modern (awam secara spiritual) yang cara pandangnya materialistis.
Orang miskin yang sedekahnya melebihi orang berada itu juga crazy rich ---Tidak dilihat dari jumlah nominal, tapi nilai keikhlasan dan rasa syukurnya (sedekahnya karena bersyukur bukan ngicer pahala kembalian). Uang duapuluh ribu bagi orang kaya itu receh, tapi bagi orang miskin itu sangat berarti---.
Para penghuni tempat pembuangan sampah Bantar Gebang memang manusia yang punya daya adaptasi luar biasa. Kok ya bisa hidup bahagia di antara tumpukan sampah. Aku sendiri kalau pas lewat tumpukan sampah di sebuah TPA langsung ngebut dan tahan nafas.
Adalah channel Asumsi di YouTube yang membuatku menulis ini. Ini chanel yang bagiku berhasil secara total mengulas kehidupan para penghuni Bantar Gebang sing ora umum.
Kalau nggak percaya tonton saja, aku jamin kalian bakalan punya perspektif baru soal kehidupan. Terutama yang suka mengeluh di dinding fesbuk, mengasihani diri sendiri, nggak pandai bersyukur. Termasuk aku pisan.
Selama ini kita pikir kalau mereka yang hidup bergelut dengan sampah itu pasti orang susah. Ternyata tidak. Justru kalau nggak ada sampah mereka susah. Bagi mereka tumpukan sampah di situ adalah bukit berlian. Dari sanalah mereka hidup bahagia dan beranak pinak.
Mereka bisa sangat menyatu dengan sampah, sudah bisa enjoy makan dan minum di atas tumpukan sampah yang baunya mengalahkan bau ketiak budemu. Ada banyak warung yang dirikan di atas bukit (tumpukan) sampah. Omsetnya juga lumayan, bisa 1,5 juta perhari. Nayamul.
Bagi mereka, mungkin tidak ada dikotomi kaya miskin di tempat kumuh seperti itu. Yang penting bisa bahagia dan tidak merugikan orang lain. Nggak ada gengsi atau sungkan. Nemu makanan fresh di antara tumpukan sampah pun langsung dimakan. Jangan menggurui soal higienis, mereka sehat-sehat saja. Orang sakit atau sehat itu tergantung pada pikirannya.
Bahagia memang sederhana, bisa dimana saja. Di atas tumpukan sampah pun ternyata bisa bahagia, sementara banyak orang yang berburu bahagia sampek direwangi dadi TKI ilegal. Nggak dapat kebahagiaan tapi malah sengsara. Kabar terakhir TKI ilegal yang meninggal ada 149 orang di tahanan imigrasi Sabah, Malaysia. Malaysia sungguh terwelu.
Kita ini bangsa besar yang ditakdirkan berjaya karena kemampuan adaptasi rakyatnya yang dahsyat, tapi selalu ada yang nggak pandai bersyukur dan banyak menuntut. Sudah hidup enak, bisa beribadah dengan lancar kok nuntut negara khilafah. Lapo se.
Ada nggak sih ayat, dalil, atau hadits yang mewajibkan sebuah negara harus berbentuk khilafah? Nggak ada! Khilafbahlul Muslimin memang cari masalah.
Kalau ada pertanyaan "Pilih mana Al Qur'an atau Pancasila?" atau "Pilih bela Islam atau bela negara?" Jangan dijawab! Itu pertanyaan jebakan. Pancasila itu intisari yang diambil dari Al Qur'an. Taat pada pemerintahan yang sah itu juga di dalam taat kita pada syariat Islam. Jadi nggak bisa dibentur-benturkan. Hati-hati dengan paham Khilafbahlul yang menyusup di kampus-kampus dengan membawa pertanyaan semacam itu.
Kok malah mbahas khilafah ya...wis suwe gak nulis soal muslim aliran kagetan. Kembali ke Bantar Gebang.
Aslinya nggak ada orang yang ingin hidup di atas tumpukan sampah. Aku dewe yo gak gelem, ojok sampek. Bisa jadi penghuni Bantar Gebang awalnya dulu juga nggak punya pilihan. Saat ada pilihan malah bertahan dan bersyukur dengan apa yang ada. Jadi, mereka nggak hebat. Yang hebat itu keputusannya menerima keadaan.
Wis rek, bersyukur ae lah walaupun ujian hidup itu kadang nggak masuk akal, nanti lama-lama juga akan masuk akal sendiri. Jarno ae, engkok lak bosen dewe ujiane. Mereka yang hidup di tumpukan sampah saja bisa bahagia, kenapa kita yang hidup di tempat serba nyaman kok uring-uringan. Kere manja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H