Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apa Hak Fauzi Bahar Mengharamkan Gus Yaqut Datang ke Tanah Minang?

10 Maret 2022   13:07 Diperbarui: 10 Maret 2022   20:41 1158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fauzi Bahar ini Nabi atau Wali ya, kok bisa-bisanya mengharamkan Menag atau Gus Yaqut menginjakan kakinya di tanah Minangkabau. Iblis yang membangkang Allah saja bebas menginjakan kakinya kemana pun dia suka. Mau ke Minang, pulau mBali, mBantul..monggo saja.

Nggak bisa kita bermain sebagai Tuhan, mengharamkan manusia menginjakan di suatu kota atau tempat. Gus Yaqut bukan anjing pembawa najis. Apalagi anjing pun boleh datang ke tanah Minang.

Gus Yaqut salahe opo se? Dia hanya menganalogikan KONDISI suara yang berlebihan yang bisa mengganggu. Bukan menganalogikan OBYEK, suara adzan dengan suara anjing. Ini pemahaman sastra sederhana. Jadi jelas Menag tidak menyamakan adzan dengan gonggongan anjing. Ya'opo se rek.

Aneh nggak sih kalau seorang Gus Yaqut yang berlatar pendidikan agama (Islam) yang kuat, menistakan adzan yang syakral bagi agama Islam.

Kadang kita tidak bisa menyimpulan kalimat hanya sebatas harfiah. Ada kalanya kalimat harus dipahami sampai ke akar kata dengan hati yang jernih tanpa sentimen perbedaab sekte atau beda pilihan politis. Nggak aku bahas panjang lebar karena sudah aku tulis kemarin di sini.

Nggak bisa kita seenaknya mengharamkan manusia karena kesalahan yang tidak tahu bahwa yang diucapkan itu salah. Kita tidak menginginkan melakukan kesalahan yang tidak disengaja. Tapi kok ya tetap saja melakukannya.

Ada kalanya kita lalai dan atau apes. Dan itu banyak penyebabnya, apa itu karena kecapekan, sedang banyak pikiran, nggak mood, nervous, atau yang lain. Sehingga ketika dipaksa bicara akan kacau dalam menyusun kalimat. Omongane pating pecotot.

Bagiku Gus Yaqut nggak salah. Mungkin salah bagi orang kolot, karena pemilihan diksi yang kurang tepat. Masyarakat sedang gampang uring-uringan. Apalagi soal agama. Ngilangnya minyak goreng di pasaran berimbas pada kehidupan seks yang menyebalkan. Opo hubungane? embuh gak eruh.

Jadi, aku pikir statement Fauzi Bahar itu offside alias berlebihan. Apalagi sampai menyuruh Menag minta ampun dan tobat segala. Kok lutju ya. Seolah-olah Fauzi Bahar itu bapaknya Gus Yaqut. Adza adza ajza dwech ach.

Monggo-monggo saja kalau Fauzi Bahar mengharamkan Gus Yaqut datang ke rumahnya. Itu hak dia untuk menolak orang yang tidak diinginkan yang akan membuat najis properti pribadinya. Tapi di area publik, nggak bisa seperti itu. Dia nggak punya hak melarang orang untuk mendatangi suatu kota atau daerah. Semua ada mekanisme hukumnya.

Aku bukan NU dan tidak sedang membela NU. Tapi ini naif. Tidak sembarangan orang di suatu negara bisa di-persona non grata-kan. Silakan saja Fauzi Bahar dan pengikutnya mengharamkan. Tapi berdasar hukum yang berlaku, Gus Yaqut tetap boleh ke Minang. Apalagi dia seorang Menteri Agama, bukan warga biasa.

Bagi pembela Gus Yaqut juga jangan ikut-ikutan marah dan membalasnya dengan memboikot warung Padang. Ojok ndlahom, ini bukan perang antar suku.

Tapi kalau Fauzi Bahar tetap ngeyel dan merasa benar dengan keputusan itu ya kita bisa apa. Jarno ae. Semua ada karmanya. Lihat saja salah seorang petinggi demo yang menuntut Menag dicopot. Shalatnya aneh dan lutju. Nabi Muhammad mungkin tertawa ngakak saat melihat itu. Tertawa sekaligus beristighfar, "Astaghfirullohaladzim..umatku sing iki kok lutju banget..."

Mencoba mempermalukan Gus Yaqut, tapi malah dia yang mempermalukan dirinya sendiri.  

Itulah akibatnya kalau main tuduh seenaknya hanya karena beda sekte, Ormas atau pilihan politis. Kebencian membuat pikiran tidak jernih. Menag mengeluarkan kebijakan volume adzan untuk kebaikan bersama antar pemeluk agama yang berbeda, tapi malah dituduh menistakan adzan. Sudah jelas bahwa Menag menganalogikan suatu keadaan bukan menganalogikan obyek.

Ada juga yang mencoba mempermalukan Gus Yaqut dengan melakukan adzan dengan sekaligus menirukan gonggongan anjing.  Ini pelecehan berat. Malaikat mungkin misuh-misuh, "Jiancokkk!"

Teruskanlah mempermalukan Gus Yaqut. Tapi jangan mewek kalau karma akan menghampirimu. Tunggu saja, pada saatnya nanti akan terbukti siapa sebenarnya yang lutju.

Dan kalian umat muslim kemaren sore yang kagetan, jangan mau diprovokasi, dijadikan boneka yang bisa digerakan kesana kemari untuk kepentingan golongan lutju atau politik tertentu. Karena hidup begitu indah tanpa kita saling menuduh.

Wis ah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun