Aku bukan NU dan tidak sedang membela NU. Tapi ini naif. Tidak sembarangan orang di suatu negara bisa di-persona non grata-kan. Silakan saja Fauzi Bahar dan pengikutnya mengharamkan. Tapi berdasar hukum yang berlaku, Gus Yaqut tetap boleh ke Minang. Apalagi dia seorang Menteri Agama, bukan warga biasa.
Bagi pembela Gus Yaqut juga jangan ikut-ikutan marah dan membalasnya dengan memboikot warung Padang. Ojok ndlahom, ini bukan perang antar suku.
Tapi kalau Fauzi Bahar tetap ngeyel dan merasa benar dengan keputusan itu ya kita bisa apa. Jarno ae. Semua ada karmanya. Lihat saja salah seorang petinggi demo yang menuntut Menag dicopot. Shalatnya aneh dan lutju. Nabi Muhammad mungkin tertawa ngakak saat melihat itu. Tertawa sekaligus beristighfar, "Astaghfirullohaladzim..umatku sing iki kok lutju banget..."
Mencoba mempermalukan Gus Yaqut, tapi malah dia yang mempermalukan dirinya sendiri. Â
Itulah akibatnya kalau main tuduh seenaknya hanya karena beda sekte, Ormas atau pilihan politis. Kebencian membuat pikiran tidak jernih. Menag mengeluarkan kebijakan volume adzan untuk kebaikan bersama antar pemeluk agama yang berbeda, tapi malah dituduh menistakan adzan. Sudah jelas bahwa Menag menganalogikan suatu keadaan bukan menganalogikan obyek.
Ada juga yang mencoba mempermalukan Gus Yaqut dengan melakukan adzan dengan sekaligus menirukan gonggongan anjing. Â Ini pelecehan berat. Malaikat mungkin misuh-misuh, "Jiancokkk!"
Teruskanlah mempermalukan Gus Yaqut. Tapi jangan mewek kalau karma akan menghampirimu. Tunggu saja, pada saatnya nanti akan terbukti siapa sebenarnya yang lutju.
Dan kalian umat muslim kemaren sore yang kagetan, jangan mau diprovokasi, dijadikan boneka yang bisa digerakan kesana kemari untuk kepentingan golongan lutju atau politik tertentu. Karena hidup begitu indah tanpa kita saling menuduh.
Wis ah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H