Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Tips Menulis Esai yang Kickass

22 April 2021   09:15 Diperbarui: 22 April 2021   15:39 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika semua teori soal tulis-menulis sudah kamu kuasai, tapi tetap saja tulisanmu sepi peminat, di situlah kadang kamu merasa  sedih. Dan kamu juga merasa telah ditipu guru bahasamu. Jarene ngono, lah kok ngene.

Kebenaran itu relatif. Nggak ada yang betul-betul benar (kecuali ilmu eksak). Jadi gurumu nggak salah (ya mungkin sedikit). Dia cuman mengajarkan ilmu yang telah disepakati oleh para pakar bahasa berdasar penelitian dan atau pengalaman yang panjang.

Ilmu pengetahuan itu dinamis. Teori yang sekarang diakui kebenarannya bisa nggak berlaku di masa mendatang. Beda masa beda cara. Beda tempat beda tabiat. Iki internet Jum.

Melihat banyaknya Netizen yang galau karena tulisannya suepi nggak ada sambutan, hatiku jadi terketuk untuk menuliskan beberapa tips menulis esai yang kickass.

Tips menulis esai yang akan aku tulis ini juga nggak mutlak benar. Tapi tentu saja ini semua berdasar pengalamanku menulis esai di jagat medsos. Semacam hipotesis elek-elekan ngono lah.

Nggak ada maksud sombong, jelek-jelek begini tulisanku umumnya mendapat sambutan yang lumayan oke, terbukti dengan banyaknya like, komen, juga share. Kalau nggak percaya coba cek akun fesbukku di sini.

Well, tulisanku di Kompasiana memang kurang mendapat sambutan. Kenapa?

Berdasarkan pengamatanku, di Kompasiana itu untuk meraih pembaca yang banyak, kamu harus sering ngasih vote ke Kompasianer lain. Semakin banyak kamu nge-vote, semakin banyak pula yang ngasih vote kamu. Dengan begitu tulisanmu masuk kanal Nilai Tertinggi. Selanjutnya jumlah viewer pun melejit. Salah khan?

Begitulah, aku jarang berkunjung ke sesama Kompasianer dan ngasih vote. Hanya yang benar-benar menarik perhatianku saja --maklum, seorang Ilustrator itu kerjaannya dikejar-kejar detlain--. Jadi ya aku harus menerima kalau jumlah viewer-ku payah.

Itu di Kompasiana, di medsos (atau mungkin di situs opini yang lain) nggak bisa seperti itu. Untuk mendapat banyak sambutan dahsyat, tulisanmu harus benar-benar kickass. Bukan didongkrak oleh vote sesama Komunitas Balas Budi .

Jadi bagaimana caranya tulisan esaimu bisa mendapat banyak sambutan, bukan banjir caci maki karena sensasi.

Begini..

Yang jelas kamu harus punya bakat menulis (tentu saja). Nggak cukup hanya tekad, harus bakat. Tanpa bakat, tulisan kering tak bernyawa. Kayak makalah atau skripsi. Terlalu baku dan kaku. Sangat melelahkan untuk dibaca. Membaca tulisan seperti itu hanya bikin aku pingsan.

Jangan membangun tembok antara kamu (penulis) dan pembacamu. Itu karena kamu menulis dengan sangat sopan dan resmi. Pembacamu jadi sungkan 'say hello'.

Itulah alasan kenapa tulisanku bergaya 'aku' bukan 'saya'. Bagi sebagian orang mungkin terkesan 'sok yes', angkuh, bahkan sombong. Tapi dengan bergaya 'aku', aku jadi dikira anak muda. Pembacaku jadi nggak sungkan komen. Suasana jadi cair. Padahal aku ini sudah berumur. Anakku telu wis gede-gede (ojok ngomong sopo-sopo yo).

Bagus kalau kamu ingin memperjuangkan bahasa Indonesia yang baik dan benar, salut. Tapi ingat ini internet, medsos. Bukan kampus, instansi, atau markas polisi. Cobalah sekali-kali tulisanmu kamu sisipi bahasa gaul atau bahasa daerahmu, tapi harus tetap elegan. Jangan terlalu 'cemungudh ya cyn'.  

Sentilan-sentilan atau joke-joke ringan nggak masalah pakai bahasa daerah, asal jangan yang pokok-pokok tulisan.

Jangan terobsesi jadi penulis. Nulis ya nulis saja, nggak usah bercita-cita. Kalau memang kamu beneran dengan passion-mu, kamu bakalan panen pada saatnya nanti.

Ketika seseorang menulis karena terobsesi tulisannya dibukukan, disitulah imajinasinya tercemar. Nulisnya jadi hati-hati, nggak rileks. Nulis status fesbuk saja jadi kayak nulis tugas mengarang "Pergi ke Rumah Nenek".

Yang terakhir, banyak-banyaklah membaca dan mendengar ceramah apa pun yang bisa memperkaya wawasan. Bagaimana kamu bisa menulis kalau malas membaca dan memperluas wawasan. Jelas ndlahom wis.

Walaupun banyak orang yang menulis tidak perduli dengan jumlah pembacanya, tapi tetap saja jumlah pembaca bisa jadi tolok ukur kwalitas tulisanmu. Sudah sampai mana keberhasilanmu dalam nggedabrus eh, tulis menulis.

Sekali tulisanmu meledak (bukan karena sensasi murahan), selanjutnya pembacamu akan menanti karya tulismu. Walau tanpa judul sekalipun, mereka akan datang berduyun-duyun dari segala penjuru untuk membacanya. Padahal menurut pakar bahasa, judul itu komponen penting sebuah karya tulis.

Mungkin itu saja tips terpenting dari saya eh, aku. Itu semua akan sempurna kalau ditambah dengan kecerdasan estetik, wawasan luas, percaya diri, semangat, nothing to lose, dan diniatkan untuk kebaikan.

Tapi tetap saja selalu ada faktor X, kenapa tiap orang berbeda sambutan atau jumlah pembacanya padahal cara dan gaya nulisnya sama. Kalau soal itu maaf, saya kurang tahu. Saya orang baru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun