FYI, saat masih anak-anak, MJ digembleng keras oleh bapaknya untuk dijadikan penyanyi. Dia bersama kakak-kakaknya disatukan bapaknya dalam kelompok vokal Jakson 5. Tiap hari kerjanya menyonyo eh menyanyi terus. Sampai nggak sempat lagi main gobak sodor, bentengan, jumpritan dan permainan anak-anak lainnya. Â
Secara prestasi MJ memang sukses besar, tapi secara jiwa dia merasakan kekeringan yang luar biasa. Kaya tapi kalau jiwanya sakit ya apa asyiknya.
Hidup itu cari bahagia. Berhasil menjual jutaan kopi album tapi nggak bahagia, apa enaknya. Sik mending raimu. Kerjo serabutan tapi ngopi karo ngerokok lancar. Bendino cengengesan nongkrong nang wedangan. Hidup tanpa beban. Nikmat mana lagi kau yang dustakan.
Kembali ke soal umur.
Umur memang tidak boleh disia-siakan, tapi juga jangan dipaksakan. Apa pun itu harus disesuaikan dengan umur, mental, dan fisiknya. Konsumsi anak balita beda dengan konsumsi anak remaja, apalagi dewasa.
Anak SD tentu belum saatnya diajarkan secara detail soal reproduksi manusia. Yang repot gurunya, "Ketika anunya pria ketemu anunya wanita..saat nganu itulah..anunya pria mengeluarkan anu...akhirnya jadilah nganu... ".
Tapi sakarepmu rek. Nggak masalah anak dikarbit kalau memang otak si anak bisa ngejar dan mentalnya juga oke. Tapi kalau tidak begitu, anakmu iso gendeng.
Anak jangan dipaksa cerdas. Sak madyo ae. Bagus kalau otaknya cerdas, prestasinya selangit. Tapi sebenarnya dalam pergaulan sehari-hari kognitif itu nggak penting-penting amat. Yang penting hatinya nyambung.
Justru orang kampus yang terlalu cerdas itu omongannya sulit nyambung dengan orang kampung. Lha ya'opo, tukang nduduk sumur dijak mbahas rumus pitagoras.
Wis ah, ojok percoyo. Eh, regane karbit piro yo saiki?
-Robbi Gandamana-