Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cak Nun dan Perjalanan 67 Tahun yang Selalu Dirindukan

28 Mei 2020   09:35 Diperbarui: 28 Mei 2020   15:44 7030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cak Nun gak melok-melok. Gak taek-taekan,  badoken kabeh kono.

Sampai hari ini beliau tetap konsisten di jalannya. Dan semakin hari jamaah yang hadir bertambah banyak. Dan rata-rata militan. Ada yang datang jauh-jauh dari luar kota.  Walau kehujanan tetap tidak beranjak. Tetap semangat menyimak pitutur Cak Nun yang maknyes seperti oase di tengah gurun. Menjawab kerinduan akan kehidupan yang lebih baik.

Lebay yo. Tapi begitulah adanya.

Tapi memang totalitas beliau luar biasa, belum ada tandingannya. Mengingat umurnya yang sudah kepala enam. Jam kerjanya jam delapan malam sampai jam tiga pagi. Itu dijalani hampir setiap hari. Di acara pengajian reguler di kota-kota besar dan non reguler di daerah-daerah. Sampai pernah dalam keadaan sakit tetap hadir. Dengan suara pelo koyok wong bindeng.

Mungkin kalau aku yang jadi Cak Nun, sebelum ceramah ngomong dulu, "Nyoyi yo yek, anyu oya ngenyek wong binyeng, capi nyuayaku anyen nyaji myelo." (sori yo rek, aku ora ngenyek wong bindeng. Tapi suaraku pancen lagi pelo).

Semua itu dijalani beliau tanpa tendesi apa-apa. Nggak ada urusan dengan politik atau kekuasaan. Bukan untuk kepentingan kubu atau golongan. Tapi tetap saja orang-orang curiga. Mereka pikir pasti ada udang dibalik batu. Mereka-mereka yang tidak lagi percaya kesucian. Tidak percaya kalau di zaman ini masih ada orang yang melakukan kebaikan tanpa pamrih.

Jangan salah paham kalau  beliau didatangi oleh tokoh-tokoh parpol kubu yang berbeda. Seolah-olah Cak Nun ada di pihak mereka. Padahal yang terjadi adalah Cak Nun tidak memihak, hanya menerima semuanya.  Beliau hanya sesepuh yang selalu siap dimintai pertimbangan oleh siapapun.

Bangsatlah mereka yang memanfaatkan pitutur atau quotes beliau untuk kampanye atau kepentingan yang lain.

Kalau Cak Nun mengkritik Jokowi itu bukan berarti beliau ada di pihak Prabowo. Begitu juga sebaliknya. Cak Nun nggak ada urusan dengan politik-politikan. Urusannya adalah amar maruf nahi mungkar. Bodohlah orang yang menyimpulkan Cak Nun memihak salah satu kubu hanya dari selembar foto.

Dalam berdakwah Cak Nun nggak perduli dengan tarif.  Acara yang diprakarsainya juga nggak pakai sponsor. Hebatnya masih bertahan sampai sekarang. Dan jamaahnya semakin hari semakin banyak. Jamaah di sini jangan diartikan sama dengan pengikut. Cak Nun nggak ingin diikuti. Yang pantas diikuti hanya Rasulullah.

Nggak heran kalau beliau dicintai dan dirindukan oleh banyak orang yang bahkan tidak pernah sekali pun bertemu, bertatap muka langsung dengan beliau. Mereka yang hanya tahu Cak Nun lewat tulisan atau cuplikan video colongan para akun pemburu dollar di YouTube.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun