Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pakar (Lebih Baik) Jangan Berfatwa di Medsos

4 Mei 2020   11:38 Diperbarui: 4 Mei 2020   12:33 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
disediakan oleh dictio.id

Dari segi kesehatan memang kita harusnya sudah lockdown sejak awal virus C-19 datang. Tapi dari segi sosial budaya, negoro iki ora sanggup bulik. Kere masih mendominasi negeri.

Kasihan juga lihat si dokter lokdon itu dibully habis-habisan. Harusnya dengan retorika yang elegan, no bully. Bully itu budaya anak alay. Pembully adalah orang yang bermasalah dengan hidupnya dan melampiaskannya di medsos.

Jangankan lockdown, PSBB saja sudah membuat loyo rakyat kecil. Banyak lahir kere baru. Banyak bisnis sepi order. PHK dimana-mana. Pedagang kecil keliling mulai punah. Karena banyak jalan kampung diportal di siang hari. Paranoid melanda kota-kota.

Di negeri ini adanya Suaka Margasatwa, tidak ada Suaka Pelaku Usaha. Padahal justru mereka yang bisa mendongkrak perekonomian negeri di saat kritis. Seperti saat Krismon dulu.

Pakar berfatwa di medsos itu beresiko (dibully). Martabatnya dipertaruhkan. Makanya kalau berfatwa jangan via medsos. Tapi monggo saja kalau di-share di medsos.

Ada sedikit pakar atau tokoh yang berhasil tetap menjaga ketokohannya. Gus Mus misalnya. Orang ini memang asyik. Saat awal bermedsos dulu banyak yang mencemooh, "Wis tuwek kok fesbukan".  Tapi seiring berjalannya waktu, beliau bisa membuktikan bahwa medsos juga bisa jadi media berdakwah yang mbois.

Medsos itu dunia aneh. Anak ingusan bisa dengan pede membully kyai. Banyak tokoh yang jadi lutju. Mungkin masa mudanya kurang bahagia. Over posting yang menurutnya keren. Padahal bikin perut mules. Pinginnya langsung ke toilet tiap kali dia posting.

Ada seorang tokoh yang sebenarnya panutanku, tapi berhubung tiap hari posting video bertelanjang dada memainkan wayang yang menurutku narsis banget, langsung aku unfollow. Sori mbah, pulsa dataku boros.

Yang paling aneh itu memang Instagram. Untuk mendapat follower ribuan nggak harus jadi orang hebat. Banyak yang modal utamanya cuman kamera jahat. Kiamat sudah dekat.

Mereka-mereka yang posting karya, followernya kalah telak dengan hanya yang pamer muka. Ada yang cantik beneran, tapi banyak yang kamera jahat atau polesan. Yo wis lah, nggak papa, manusiawi. Lanjutkan.

Ya begitulah..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun