Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pakar (Lebih Baik) Jangan Berfatwa di Medsos

4 Mei 2020   11:38 Diperbarui: 4 Mei 2020   12:33 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di medsos, orang tidak terlalu menghiraukan kepakaran seseorang. Orang awam yang sama sekali bukan pakar bisa mendapat follower jutaan selama postingannya swejuk, menggembirakan dan menginspirasi.  

Sebaliknya seorang pakar yang ahli dibidangnya malah sering dibully. Lha wong postingannya bikin polemik, gaduh dan panik. Yo rasakno.

Warganet itu memang serba tahu. Kita sedang mengalami banjir data luar biasa. Banyak orang yang tahu banyak, tapi tentang sedikit hal. Ngerti sembarang tapi pemahamannya parsial. Dan orang-orang ini yang biasanya 'membantai'  para pakar yang sok berfatwa di medsos.

Karena banyak pakar yang hanya ahli dibidangnya, tapi di bidang lainnya payah. Kebanyakan ilmunya nggak otentik. Tidak berdasar dari pengalaman pribadi atau penelitian panjang.  

Tapi berdasar informasi literer. Ilmunya didapat dari buku atau riset singkat tidak mendetail yang masih bisa dipatahkan kebenarannya di kemudian hari.

Pinter itu nggak mesti pandai. Goblok bukan berarti gemblung. Ada yang sangat pinter di suatu bidang, tapi di bidang lainnya ndlahom total.

Ilmu itu asalnya dari kehidupan. Kehidupan dulu, baru ada ilmu. Orang-orang desa yang sudah lama berada di alam, dan bercocok tanam secara turun temurun kadang lebih tahu soal alam dari pakar pertanian.

Suku Badui, Kasepuhan Cipta Gelar, Suku Samin, atau suku-suku yang adat istiadatnya masih kuat, sebenarnya sangat pakar soal alam walaupun tidak pernah sekolah formal. Alam telah mengajari mereka kearifan yang luar biasa (dalam mengolah alam).

Jadi, pakar pertanian jangan minteri mereka. Tanah diperkosa dengan pupuk kimia. Tanahnya pun ketagihan. Kalau tidak dikasih pupuk kimia langsung sakaw.

Makanya hai para pakar, jangan merasa tahu segalanya. Dokter pun bukan berarti penentu sembuh atau tidaknya pasien. Bahkan ada pasien yang sudah difatwa mati, tapi malah gak mati-mati. Ternyata malaikat nggak mau mendatangi rumah si pasien karena ada anjingnya. Malaikatnya takut terkena najis. O_O

Jangan heran kalau kemarin ada dokter yang berfatwa (menyerukan) lockdown 'dibantai' habis-habisan oleh warganet. Soalnya dia ngomong kesehatan tapi mengesampingkan sosial budaya. Paham ilmu kesehatan tapi nggak paham budaya. Nggak paham karakter bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun