Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Srimulat Never Die!

3 Februari 2020   13:55 Diperbarui: 4 Februari 2020   18:25 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sri Mulat adalah seorang perempuan ningrat dari kawedanan Bekonang, Sukoharjo, Solo. Dia minggat dari istana karena nggak tahan selalu dikekang oleh orang tuanya yang kolot.

Dia dilarang ibu tirinya melanjutkan sekolah. Tidak boleh belajar menari atau seni tradisional yang lain. Bagi ibunya, buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau nantinya berakhir di dapur. Pokoknya seorang perempuan Jawa itu harus manut, nunut dan katut.

Di samping itu, Sri Mulat juga kecewa melihat bapaknya yang seorang wedana itu suka ngoleksi selir. Seorang ayah yang sebelumnya sangat dia banggakan dan segani ternyata hobi main dokter-dokteran dengan gadis-gadis muda.

Jiwa feminis Sri Mulat berontak, dia nggak mau dikekang dan nggak tahan melihat perempuan-perempuan diperlakukan layaknya piala bergilir oleh bapaknya.  Dia pun memutuskan lari dari rumah. Sri minggat.

Sri Mulat rela menanggalkan gelar ningratnya.  Buat apa jadi bangsawan kalau hidup selalu tertekan. Buat apa kemewahan kalau tidak ada kemerdekaan.  Dia lebih memilih jadi perempuan merdeka dan berdaulat---> seniman tradisional.

Untungnya selalu saja ada orang baik yang mau menampung dan membimbing bakat seni Sri Mulat. Bakal lain ceritanya kalau yang minggat Sanusi, anake tukang patri. Itulah untungnya jadi anak turunan ningrat (di masa itu).

Waktu terus berjalan, kemampuan olah vokal Sri Mulat dalam menyanyikan lagu keroncong semakin yahud. Kariernya meroket. Undangan menyanyi pun berdatangan. Sri pun mengembara dari panggung ke panggung di Jawa maupun luar pulau Jawa.

Di zaman itu kebanyakan konser Sri Mulat diadakan di pasar malam yang dicukongi oleh orang Tionghoa. Jangan bayangkan panggungnya kayak panggung konser Java Jazz, Hellfest, apalagi Rock In Rio  yang lighting dan soundnya  berkapasitas raksasa.

Asal tahu saja, pasar malam  adalah pusat hiburan favorit rakyat di masa itu. Tidak ada televisi. Gedung bioskop juga sangat terbatas jumlahnya. Makanya penonton pasti membludak. Panggung ketoprak, wayang orang, wayang kulit, ludruk selalu ramai. Rakyat sangat haus hiburan. Panggung-panggung rakyat sepi setelah digempur TV swasta.

Singkat cerita, di suatu pertunjukan Sri Mulat sepanggung dengan seorang gitaris keroncong keturunan Tionghoa yang bernama Kho Tjien Tiong  alias Teguh Slamet Rahardjo. Ndilalah kersaningallah Teguh jatuh hati dengan keajaiban olah vokal Sri Mulat dalam membawakan lagu-lagu keroncong. Teguh pun klepek-klepek.

Setelah berkenalan, Sri dan Teguh pun sepakat ber "bussiness of love" alias pacaran. Agar terhindar dari perbuatan tak senonoh antar lawan jenis, mereka berdua pun menikah. Saat itu umur Teguh terpaut 18 tahun lebih muda dari Sri Mulat. Kok yo gelem.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun