"Jangan sibuk mencari kebenaran, sibuklah dalam berbuat kebaikan," sebaris kalimat sakti dari Cak Nun ini membuka pori-pori  kreatifitasku untuk menuliskannya (menjabarkannya lebih mendalam). Soal penafsiranku salah atau betul, aku gak eruh. Makane ojok di-share.
---Aku khan wis ngomong nek aku iki wong ndlahom. Aku cuman ngembangno (menafsirkan) pemikiran Cak Nun (atau siapa pun) sehingga menjadi tulisan. Dari satu video Cak Nun, aku bisa nulis lima tulisan. Satu kalimat kunci dari Cak Nun tak odot-odot (boso Endonesane opo rek) sampai akhirnya (seolah-olah) jadi tulisan.---
Saat ini (terutama di Medsos) kita terlalu sibuk pamer kebenaran. Kebenaran diadu dengan kebenaran. Orang-orang debat nggak ada capeknya. Sampek ndase umeb nggak akan pernah ada ujungnya. Lha wong sudah tahu beda kok dipaksa sama. Kamu ngefan Bon Jovi, dianya ngefan Bon Cabe. Yo gak nyambung.
Akhirnya banyak orang kehilangan nafsu bermedsos (termasuk aku) karena di sana banyak orang perang kebenaran. Tiap hari eker-ekeran, perdebatan sengit, dan atau saling ejek antar pendukung Capres yang berbeda. Bermedsos itu cari senang kok malah jadi stress. Tai ngasu tenan.
Nggak masalah kamu menyanjung tinggi jagoanmu, pilihan Capres-mu, tapi nggak asyik kalau itu sambil menghujat pilihan orang lain yang berbeda dengan pilihanmu. Akhirnya terseret dalam perdebatan sengit. Pilihan Capres itu soal selera. Selera nggak bisa dipaksa sama. Seleramu lagu "Cinta Terlarang", dia sukanya  lagu "Cinta Termurah". Yo gak ketemu.
Benarmu dengan benarnya dia itu beda. Dan benar itu level dasar untuk menjadikan kebaikan. Benar nggak mesti betul, karena kebenaran itu bukan kebetulan. Bingung khan? Kapok koen.
Selama ini kita menganggap kalau sudah merasa (berbuat) benar merasa sudah berbuat kebaikan. Ingat, berbuat benar itu level dasar untuk menuju kebaikan. Itu bukan prestasi yang sesungguhnya. Kebenaran adalah bahan untuk membuat kebaikan.
Seumpama masak, kebenaran itu bahan mentahnya : kubis, garam, gula, tomat, terasi, bawang dan seterusnya. Kebaikannya adalah bahan-bahan itu semua diracik, diulek, dimasak dijadikan sayur yang enak sehingga membuat banyak orang senang disuguhi hasil racikan (sayur) itu.
Kamu shalat lima waktu itu baik dan benar, tapi itu bukan prestasi. Prestasi itu kalau shalatmu bisa menjadikanmu bermanfaat buat dirimu, orang lain dan atau lingkungan sekitarmu. Puasa senin kemis itu bukan prestasi kalau tidak menjadikanmu manusia yang lebih baik, bermanfaat bagi semuanya.
Ng-Alhamdulillah kalau kamu sudah berjilbab panjang. Tapi itu bukan prestasi walau itu level iman yang oke. Prestasi kalau dengan jilbab panjangmu kamu tetap rendah hati, tidak merasa paling surga, tidak merasa paling berhijrah. Lebih baik jangan pernah merasa sudah hijrah. Biasa ae. Sekelas Nabi saja masih merasa dirinya dzalim.
Jadi lebih baik berlomba-lomba membuat kebaikan, nggak usah berlomba-lomba memperdebatkan kebenaran. Perdebatan cuman menghasilkan permusuhan. Itu pasti! Koncomu entek. Jangankan debat, aku cuman nulis status berbau agama, selalu saja ada yang unfriend. Sepertinya dia lelah.
Jangan salah paham dengan "sebarkanlah ilmu walau satu ayat". Ayat disebar tapi tanpa penjelasan yang cerdas akhirnya malah menyesatkan, ndlahom jaya. Karena kebenaran itu beragam dan bertingkat-tingkat. Sopo mbiyen sing nyebarno hadits soal perintah membunuh cicak rek. Walaupun itu hadits sahih pun aku tidak akan membunuh cicak. Pakai otak dan hati kalian.
Kebenaran tidak untuk diperdebatkan. Cukup dilakoni ae. Makane ono pepatah Jawa "Ilmu kuwi kelakone kanthi laku." Ilmu nggak akan nyampai padamu kalau hanya dari kata-kata atau logika. Atau Ilmu akan percuma kalau cuman teori di atas kertas tanpa pernah diamalkan.
Sip yo, ijin share.
-Robbi Gandamana-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H