Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Potong Kayu Salib itu Kesempitan Berpikir, Bukan Intoleran

20 Desember 2018   16:55 Diperbarui: 21 Desember 2018   08:25 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ngerti nggak se rek, berita yang beredar di media massa itu nggak seheboh yang diberitakan. Mereka itu jualan. Berita harus dikemas (dipoles) dulu sebelum dipublish ke publik. Dikasih judul yang bombastis. Jadi, ojok terlalu lugu menelannya mentah-mentah. 
Itulah yang terjadi pada berita pemotongan kayu nisan salib di Jogja. Kalau nggak benar-benar tahu kronologisnya, nggak usah menyimpulkan atau bikin status di medsos yang berpotensi gegeran antar umat beragama. 
Aku juga nggak senang dengan pemotongan kayu nisan salib. Sungguh terwelu. Kita terbiasa diajari berpikir sempit dan statis. Tidak dibiasakan berpikir dan berhati luas. 

Bagi orang Nasrani kayu disilang itu simbol salib. Tapi bagiku itu cuman kayu yang disilang. Nggak berarti apa-apa, nggak ada agamanya. Kayu kok beragama. Gendeng ta.

Menurutku apa yang terjadi di Jogja itu tidak murni kasus intoleran. Cuma kesempitan berpikir. Kalau intoleran, mereka menolak jenazahnya dikubur di pemakaman situ. 
Warga sekitar pemakaman sudah welcome dan sangat membantu penguburan jenasahnya Slamet. Cuma karena cara berpikirnya yang sempit (sori), akhirnya mereka melakuken hal yang buken-buken. Potong salib tadi.
Kita hormati aturan yang telah disepakati warga bahwa di kuburan tersebut tidak boleh ada simbol agama (salib). Karena kuburan itu disepakati sebagai pemakaman muslim. 
Itulah demokrasi. Demokrasi adalah diktator mayoritas. Kaum minoritas selalu kalah. Itu salah satu penyebab rasisme tumbuh subur. Demokrasilah yang menyebabkan suatu kaum mengusahakan bagaimana caranya bisa mendominasi kaum yang lain.
Untung nisan kayu salibnya nggak ada Yesusnya. Kalau ada, ngeri men. Kepala Yesus ikut terpotong. Yesus tepok jidat, "oh my Dad!"
Pemotongan kayu salib itu membuat umat Nasrani kecewa dan sakit hati. Itu wajar dan aku maklum. Tapi jangan terus lupa diri. Bikin statement (status di medsos) yang malah menyakiti umat Islam seluruhnya. Aku baca ada salah satu komen yang  intinya menyebut Islam agama sesat. Gara-gara tidak mampu mengendalikan emosi. 
Maksudnya kecewa dan protes pada oknum muslim yang memotong kayu salib, tapi karena nggak pinter merangkai kata, malah membuat umat Islam semuanya ikutan marah. Ojok ngono talah rek. Gak melok-melok ngelakoni kok diilokno. Mbokneancok. 
Untung yang dipotong cuman kayu salib. Kalau kamu terus-terusan mengejek agama Islam, bisa-bisa yang dipotong lehermu. Aku gak meden-medeni. (Sangar yo). 
Apalagi aliran Islam Marah sudah mulai tumbuh subur di sini. Hanya dengan kata provokasi 'bela agama' mereka langsung siap dan tega membunuh. Kalau itu terjadi, sori, aku akan tutup mata. Jarno ae. Salahe sopo.
Tapi tenang saja. Masih ada NU, Muhammadiyah dan Ormas Islam yang damai lainnya. Aliran Islam kacau dan intoleran itu nggak ada 10% dari jumlah umat muslim di Indonesia. Tenangno pikirmu. 
Intinya kalau nggak ingin persoalan ini tambah ruwet---> jaga omongan, jangan gampang menyalahkan atau menyimpulkan. Kalau nggak pandai bikin status, coba les privat bikin status. 
-Robbi Gandamana-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun