Bagi yang suka film perang, ada film bagus di tahun 2018. Judul filmnya "Black 47" (bukan Black Khong Guan). Film perang yang mbois dan realistis. Karena di akhir cerita lakonnya mampus, tapi sejatinya dia menang. Goal-nya sudah tercapai dan berhasil melakukan sesuatu yang berarti. Yang penting perjuangannya Ndes.
Kata Mbah Nun, Manusia itu yang dinilai adalah perbuatannya, siapanya nggak penting. Aku, kamu, kita semua ini nggak penting, yang penting bermanfaat atau tidak bagi lingkungan sekitar.
Jadi lumayan, film "Black 47" ini levelnya sudah hakikat.
Kebanyakan orang nggak suka kalau lihat film yang lakonnya mati. Karena bagi penonton Endonesyah, yang mati itu kalah. Jadi, lakon itu wajib hidup. Â Mereka akan uring-uringan kalau lakonnya mati. "Taek..kalah! Lakon kok mati....film mblendes!"
Aku sendiri lebih suka film yang realistis. Nggak masalah di akhir film pemeran utamanya mati, kalau memang harus begitu. Nggak dipaksakan hidup walaupun sudah babak belur dikeroyok orang sekecamatan.
Film-film perang Amrik kebanyakan lebay, nggak realistis. Lihatlah film Rambo. Walaupun sudah dikepung/dihujani peluru oleh ratusan tentara Vietkong,  tapi masih tetap sehat wal afiat di akhir cerita. Rambo dengan rileksnya menampak-nampakan dirinya (nggak sembunyi) di hadapan ratusan tentara musuh yang beringas. Dan tak satupun peluru mengenai  tubuhnya. Asli lebay.
Ada memang tentara Amrik yang kayak Rambo. Audie Murphy misalnya. Dia menghadapi ratusan tentara Nazi di Cormal Pocket, Perancis dan berhasil membunuh sekitar lima puluhan dari mereka. Tapi orang seperti ini adanya satu banding sejuta dan mereka melakukan itu biasanya karena nggak ada pilihan lain, kepepet. The power of kepepet. Jadi bukan 'ulo marani gepuk' kayak Rambo.
Kalau aku mantan tentara Vietkong pasti tersinggung lihat film Rambo, karena di film itu seolah-olah tentara Vietkong itu kacangan. "Rambo mbokneancok!"
Ada kenalan mantan tentara yang pernah perang di Timor Timur, emosi kalau lihat film Rambo. "Gak onok tentara koyok ngono mas..." Nggak ada tentara yang dengan santainya menampak-nampakan diri di tengah peperangan. Nggaya menenteng senjata berat, dengan ikat kepala, rambut tersisir rapi, dan wajah dimanis-maniskan. Alaa raimu Mbo.
Jadi ingat cerita Kasino Warkop yang punya teman orang Ambon. Orangnya emosian. Suatu kali diajak nonton film "The Ten Commandments" (Sepuluh Perintah Tuhan; Kisah Nabi Musa). Si Ambon ternyata nggak mau, "Sepuluh perintah Tuhan!??? Terlalu lama! Saya maunya nonton yang dua perintah saja!"
Dia pikir 2 perintah itu 2 jam (1 perintah 1 jam, Kalau 10 perintah jadi 10 jam. Capek nontonnya). Oala Ndes Ndes. Onok ae.
Nggak jadi nonton, Kasino pun mengajak temannya tadi pulang. Kebetulan di tivi sedang  tayang  film serial "The Six Million Dollar Man" . Lumayan film action. Setelah beberapa menit nonton, dia mulai emosi. Karena lakonnya menang terus. "Coba sama beta!" tantang si Ambon. Tanpa babibu layar tivi pun dihantamnya. Bruaakk!! Tivi hancur, tangan si Ambon pun kesetrum. "Woeee!! jangan main cubit!"
Oalaa. Kembali ke soal film "Black 47"
Jujur, aku males cerita panjang soal film ini. Ini lagi sibuk. Tontonen dewe kono. Yang jelas film ini banyak menggambarkan kesesangraan rakyat Irlandia di bawah penjajahan Inggris. Kelaparan dimana-mana. Hingga suatu saat ada seseorang mantan prajurit Inggris yang membelot. Dia berjuang hampir sendirian, bergerilya, membunuh satu persatu para petinggi Inggris. Tapi akhirnya dia mampus juga. Wassalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H