Aku yang termasuk orang yang nggak berani terang-terangan beropini soal politik. Pertama, aku nggak paham politik dan nggak percaya dengan berita politik. Berita politik yang beredar itu adalah versi kebencian. Kebencian antara kelompok A dan Kelompok B. Ruwet.Â
----Apalagi orang sekarang itu gampang menyimpulkan. Misalnya, dia melihat kebanyakan pensiunan tentara itu jadi Satpam. Akhirnya dia menyimpulkan bahwa pangkat tertinggi tentara itu adalah Satpam. T:T----
Alasan kedua aku males nulis soal politik, karena orang sekarang itu sensitif, tidak tega hati untuk berbeda. Jadi kalau kita ketahuan beda pilihan, langsung unfriend dan blokir. Jangankan mbahas politik, tiap kali aku nyetatus di fesbuk, selalu  ada yang unfriend.Â
Negeri ini jauh lebih besar, lebih luas, lebih dalam daripada urusan Capres. Siapapun pilihan Capresmu itu tergantung pada doamu pada Tuhan. Nggak mungkin semua orang pilih Jokowi, dan  juga mustahil semua orang pilih Prabowo.Â
Selama ini memang kampanye lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Apalagi kalau pakai 'serangan fajar', politik uang. Kalau uang sudah bicara, tidak ada lagi kesucian. Taek kabeh.
Andai saja wacana tadi terwujud. Bayangkan lingkungan bersih dari  pamflet, spanduk, umbul-umbul dan alat kampanye lainnya. Jalan-jalan tidak terpolusi suara knalpot motor arak-arakan pasukan bodrek. Dan semua isapan jempol soal kampanye keparat itu.
- Robbi Gandamana-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H