Salah satu hal yang kusuka dari Cak Nun, dimana pun berada beliau selalu tidak lupa membesarkan hati rakyat. Yang tentu saja disertai penjelasan yang masuk akal dan membuka pikiran. Nggak cuman bilang, "Everything is gonna be alright."Olrait opo lek.
Ketika negara kita dikategorikan sebagai third world country alias negara terbelakang, Cak Nun dengan tegas menolak itu. Kategori semacam itu dibuat oleh negara Barat yang merasa lebih maju, lebih beradab, lebih modern dari bangsa kita.
Negara kita tidak terbelakang. Negara kita sangat maju, hanya beda tujuan. Tujuan mereka jelas --> berhala materialisme dan sangat menjujung tinggi kebebasan. Hak asasi manusia di atas segalanya. Nilai-nilai agama diinjak-injak. Pernikahan sesama jenis pun dilegalkan.
Apesnya pikiran kita dibelokan untuk mengikuti pikiran mereka. Kita merasa ketinggalan dari Amrik, Jepang, Korea dan lainnya. Kita meng-iya-kan begitu saja ketika negara kita disebut sebagai negara tertinggal. Tertinggal raimu.
Sejak dulu, bangsa kita adalah bangsa yang mengutamakan pembangunan manusianya. Mari kita tengok ke belakang. Peninggalan zaman dulu kebanyakan cuman candi atau apa pun bangunan yang dipakai untuk tujuan ibadah. Jarang sekali (hampir tidak ada) ditemukan istana megah atau gedung pemerintahan kerajaan zaman dulu.
Candi Borobudur adalah salah satu contoh bahwa bangsa kita dulu rela menghabiskan waktu, tenaga dan biaya yang tidak sedikit untuk sesuatu yang religius filosofis. Di umurnya yang sudah 14 abad ini, candi Borobudur masih utuh. Jika ada bagian yang tidak utuh itu karena dicuri, bukan rusak karena alam.
Sekarang cari di kota-kota besar di Indonesia, adakah bangunan sekuat Borobudur yang bertahan sampai 14 abad. Seandainya semua arsitek di negeri ini dikumpulkan tidak akan mampu membuat bangunan seperti Borobudur. Banyak keajaiban di bangunan borobudur yang bikin ndas mumet kalau memikirkannya.
Jadi hebat mana arsitek zaman dulu dengan arsitek sekarang?
Jangan berpikir bagaimana cara membangunnya, batu-batu besar sebanyak itu didapat darimana dan bagaimana mengangkutnya sampai ke puncak. Bakalan pecah ndasmu. Terus bagaimana agar batu-batu itu solid menempel bisa sampai ratusan tahun. Zaman dulu peralatan tidak secanggih sekarang.
Tapi yang paling ajaib dari semua hal yang ada di Borobudur itu bukan arsiteknya, tapi karena keputusan rohaninya. Adakah sekarang pembangunan yang nilainya trilyunan rupiah hanya untuk tujuan religi. Artinya tidak menguntungkan secara materi. Tidak kembali modal.
Seandainya Borobudur dibangun dengan budget sebesar 5 trilyun. Mungkinkah di zaman sekarang pemerintah kita --dengan DPR yang ngontrol bersama MUI dan rakyat--membuat gedung dengan biaya 5 trilyun tapi bersifat spiritual?
Sekarang ini orang mengeluarkan uang besar hanya untuk bikin Mall. Semuanya tujuannya materilatis ekonomis. Kalau untuk tujuan ekonomi mau mengeluarkan uang berapa saja, karena mencari laba.
Mungkin nggak, ada sebuah pemerintahan di negeri ini yang mau mengeluarkan uang sebegitu banyak untuk membangun gedung yang sifatnya spiritual dan filosofis? Nggak mungkin khan. Jadi lebih beradab mana bangsa yang membuat Borobodur atau pemerintahan sekarang ?
Kita jadi sekarang ini karena kebenaran yang kita yakini sejak nenek moyang dulu tergantikan oleh kebenaran Barat. Kita punya metode pengobatan sendiri tapi kita lebih percaya dengan metode pengobatan Barat. Dan banyak lagi, hampir di segala bidang.
Salah satu acara sinting di Amrik adalah malam Halloween. Malam itu semua orang berdandan konyol meniru genderuwo, mummy, kuntilanak dan semacamnya. Dan kita dengan gobloknya ikut-ikutan konyol budaya seperti itu, padahal budaya kita jauh lebih mbois dari mereka.
Orang Korea juga Jepang terheran-heran dengan orang Indonesia. Kenapa banyak orang Indonesia begitu mencintai budaya Korea atau Jepang. Harusnya orang Korea atau jepang lah yang kagum dengan budaya Indonesia yang lebih kompleks dan beragam itu.
Orang Korea itu orang bingung. Mereka beragama tapi tidak mengenal Tuhan, tidak tahu darimana berasal dan akan kemana setelah meninggal. Bahkan mereka tidak mengenal dirinya. Karena seharian sibuk bekerja. Setelah bekerja seharian, banyak dari mereka yang nongkrong senang-senang, minum sampai mabuk. Esoknya bangun dan kerja keras lagi.
Makanya angka bunuh diri di Korea atau Jepang sangat tinggi. Stress dikit bunuh diri. Beda dengan kita yang awet urip. Sukses atau nggak sukses tetap bisa pringas-pringis. Tetap berburu kuliner, tetap beli gadget canggih dan tetap update status eyel-eyelan soal Pilpres. Apapun yang terjadi tetap joget dan nyanyi lagu dangdut : "Yo wis ben bojoku pancen galak/ Raine koyok luwak..."
-Robbi Gandamana-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H