Gendoel, bocah ndeso pelosok yang kurang beruntung. Badan kurus kering perutnya mblendung. Ortunya buruh tani di pucuk gunung. Inginnya menyekolahkan Gendoel tapi apa daya biaya sekolah mahal semahal harga vila di Megamendung.
Karena tak disekolahkan, Gendoel pun mutung. Tiap hari kerjanya luntang lantung kayak orang linglung. Tiap diajak bicara jawabannya nggak nyambung. Daripada bingung di kampung, akhirnya ortunya menitipkan Gendoel ke kota bersama mbak Nunung.
Mbak Nunung adalah seorang tukang cukur tradisional di daerah Mambulentung. Langganannya kebanyakan anak kampung. Model rambut yang diminta neko-neko, seperti model Mohawk ala wong mbambung.
Di samping lihai dalam mencukur, mbak Nunung juga pinter ngeles. Seperti kejadian tempo hari saat nyukur rambutnya Gondes. Karena ngantuk, rambut Gondes jadi amburadul alias mblendes.
Gondes : "Lho, kok morat marit begini? Nggak jadi ngganteng malah kayak Monyet bin Bedes!"
Mbak Nunung : "Lho, ini potongan rambut model terkini Ndes. Kamu nggak gaul. Tapi karena sudah terlanjur, sekarang terserah kamu..mau diambil apa enggak??""
Gondes : "Heh!!!?? Ya diambil, lha wong ini kepala saya..!"
***
Gendoel adalah nama julukan yang diberikan Pakde Bongkeng pada Gendoel karena suka ngoleksi botol anggur, jamu kolesom kesukaan Pakde Bongkeng (botol = gendoel; bahasa Jawa. Makanya susah kalau cari Teh Botol di pelosok desa di Jawa, karena nggak ada Teh Botol, yang ada Teh Gendoel).
Nama asli Gendoel sendiri adalah Dolimin (Dzalimin). Bapaknya nggak tahu kalau dzalimin itu artinya orang yang dzalim. Pikir bapaknya kalau bahasa Arab  itu pasti baik dan Islami. Oala, yo wis lah, namanya juga wong ndeso.
***
Di kota, Gendoel berteman dengan Giant, anak gaul yang kemana-mana nenteng Gadget canggih. Tiap hari Giant tak pernah lupa ngeksis di Medsos. Dari bangun pagi, ke toilet, sarapan sampai sebelum tidur malam, tak pernah telat di-update.
Suatu kali Giant kenalan dengan cewek cantik (kalau lihat foto profilnya sih begitu) di fesbuk, sebut saja Julaikah. Julaikah penasaran dengan nama Giant yang artinya raksasa itu.
Julaikah : "Namanya keren euy..Giant..raksasa. Kalau boleh tahu nama lengkapnya siapa sih?"
Giant : "Ehm..anu..Sugianto..."
Julaikah : "Piye???&*%$???".
Oalaa..adza adza ajza dwech ach..
Gendoel yang tak ber-HP itu diejek terus sama Giant sebagai anak kuper. Tapi Gendoel tak bergeming. Doi cuek dengan omongan Giant. Walaupun begitu  Gendoel sempat bertanya sekedar ingin tahu : "kalau bikin akun fesbuk itu iuran bulanannya berapa sih..??"
Towengwengwengggggg.....
Gendoel sudah terlatih apa adanya. Bapaknya yang suku Jawa terakhir, fanatik pada budaya Jawa yang luhur, senantiasa mengajari Gendoel falsafah Jawa. Walhasil Gendoel jadi bocah yang njawani, sopan, baik hati dan sederhana. Tapi jangan pernah coba bertingkah sama Gendoel, walaupun kurus, sekali tendang rontok jantungmu.
Gendoel tak minder walaupun hanya lulusan SMP. Doi tetap semangat belajar dan bekerja membantu Mbak Nunung di kedai cukurnya. Bahkan doi malah lebih cerdas dan matang pikirannya dari anak seumurannya. Pokoknya 'Ora et Labora', ora mangan ora opo-opo.
Tiap hari Mbak Nunung selalu ngasih semangat dan pencerahan pada Gendoel. Misal sore itu, Mbak Nunung mengulas tentang penyakit orang modern : pamer. Betapa banyak orang yang mengeluarkan henpon canggih dari dalam kantong celana bukan karena ada SMS atau telpon, tapi ingin pamer ke orang lain kalau dia punya barang mahal :Â
"Woii..lihatlah wahai umat manusia, ini lho aku punya henpon mahal..!"
Orang sekarang punya jargon : gengsi atau mati. Kalau gadget ketinggalan jaman, malu setengah mati, tapi kalau antri Raskin atau Bantuan Langsung Tunai sama sekali nggak malu. Makanya nggak heran tiap ada acara 'Indonesia Mencari Zakat' selalu diserbu peminat.
Dan itulah yang sering diwanti-wanti Mbak Nunung ke Gendoel : menempatkan gengsi dengan benar.
Bahkan sebenarnya punya barang mahal itu susah. Lihat saja orang yang punya helm mahal. Helm yang seharusnya di tempat parkir, ikut masuk ke ruangan kantor. Ke warung makan pinggir jalan, helmnya pun ikut dibawa masuk. Saat sholat di masjid pun jadi nggak khusyu' karena ingat helmnya masih di parkiran, takut dikoleksi maling.
Itulah maka kemewahan tidak selalu membuat hati senang dan tenang. Bahkan bisa malah menjerumuskan. Maka dari itu sederhana lebih dianjurkan. Karena sebenarnya dalam kesederhanaan ada kemewahan.
Walau hanya lauk tempe tapi kalau dimakan rame-rame sama sahabat akan terasa mewah jika dibandingkan makan Pizza di restoran mewah tapi sendirian, ndlahom, plunga-plongo tak ada teman ngobrol.
Gendoel jadi yakin kalau doi sekarang miskin itu karena sedang dilindungi Tuhan. Jika kaya, dia mungkin terjerumus ke lembah pamer. Punya mobil  baru diaplot di fesbuk, naik haji diaplot di Istagram, Zakat sapi pun jadi status fesbuk, "zakat tahun ini sapi Metal 2 ekor saja, ngAlhamdulillah..mohon like dan share yaaa."
Jadi sekarang Gendoel tak perduli, mau miskin atau kaya itu urusan Tuhan. Yang penting sebagai manusia dia cuma bisa berusaha dan berdoa semaksimal mungkin.Â
Bahkan usaha yang terus menerus untuk mencapai keberhasilan (sukses) itu juga prestasi, walaupun nggak berhasil. Yang dinilai itu usahanya. Manusia tidak diwajibkan berhasil tapi diwajibkan berjalan di jalan yang lurus sesuai perintah-Nya.Â
Subhanalloh..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H