Oke, walaupun rakyat kita kesadarannya rendah (jam karet, sulit antri, buang sampah sembarangan, dan sebagainya), tapi Rakyat Indonesia adalah jenis manusia yang anomali, tidak ada rumusnya. Nggak bisa ditebak, bisa jadi malaikat dan setan di waktu yang sama. Hari ini korupsi, besok umroh. Kelihatannya alim, kalem, tapi diam diam mencuri rantang.
Itulah yang bikin konspirasi dunia sulit menguasai Indonesia. Konspirasi dunia tak kan bisa mempengaruhi bangsa ini secara total, paling cuman hinggap sementara. Juga karena mereka adalah rakyat yang fanatik pada budaya lokal. Walaupun lama dijajah Belanda, bahasa mereka tetap bahasa Nusantara nggak berubah jadi Belanda. Â
Kalau pun mereka lari ke K-Pop, Metal, Rasta, Punk.. itu hanya sementara saja. Mereka akan tetap kembali jadi Indonesia.
Rakyat Indonesia itu tahan banting. 'Monyet terlatih' yang teruji sejak berabad-abad. Diplokhotho Belanda, diinjak-injak Jepang (bahkan sampai saat ini pun masih 'dijajah' oleh persekutuan kolonialis global). Tapi mereka masih bisa ketawa ketiwi gumbira huwehehehehehehehe..
Tak ada bangsa yang segembira bangsa Indonesia. Sebagai manusia, sangat nyaman hidup di sini. Tapi sebagai warga, remukkk..ditakut-takuti, diporotin oleh aparat juga direpoti oleh pemerintah. Tahu sendirilah, ingin urusan lancar harus pakai uang.
Saat Belanda dulu menguras tambang dan kekayaan alam buat makan rakyatnya, rakyat Indonesia rileks-rileks saja : "Monggo sana ambil! masih buanyak tambang yang belum digali. Indonesia is the promised land!" Kita negara kaya kok, mereka yang miskin. Pede aja.
Mereka hanya melawan ketika disakiti, kalau cuman soal harta tambang diambil, silahkan saja. Harta benda kok diurusi, Tuhan maha kaya. Gitu aja kok repot.
Apapun kebijakan pemerintah (yang bikin sengsara), rakyat pasti mampu melaksanakan. Memang seminggu, dua minggu rakyat protes, demo habis-habisan. Tapi setelah itu mereka akan menyulapnya menjadi hikmah, revolusi diri dan optimisme melangkah ke depan.
Mereka adalah ahli krisis. Begitu seringnya ditimpa krisis sampai akhirnya lupa dan terbiasa dengan krisis. Krisis what? sudah lupa tuh. Media saja yang sukanya mendramatisir, yang sebenarnya terjadi tidak seheboh itu.
Wis ah...trims.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H