Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ngaji via Terompet

2 Januari 2016   11:04 Diperbarui: 2 Januari 2016   13:14 1930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apalagi bungkus terompet tadi adalah kertas bekas, sortiran, yang nggak layak jual dari sebuah penerbitan buku. Artinya kertas-kertas tadi di-recycle untuk sesuatu yang bermanfaat. Lumayan menghidupkan ekonomi rakyat.

Pengrajin terompet juga orang awam tak berpendidikan yang butuh penghasilan untuk makan. Mereka bukan kaum agamis yang tahu betul tata cara agama, bagaimana seharusnya Al Qur'an diperlakukan : jika sudah rusak (tak terpakai) dibakar atau dipendam di dalam tanah.

Apalagi ini bukan Al Quran, hanya kertas bekas (bakal calon Al Quran) yang berisi ayat-ayat suci. Sama seperti undangan resepsi, buku agama, majalah, koran atau apa pun yang di dalamnya memuat ayat suci.

Jangankan dijadikan terompet, seandainya diinjak-injakpun..silahkan saja, kalau berani menanggung akibatnya. Tenang saja..Al Quran akan tetap ada dan abadi sampai akhir jaman, tanpa berubah isinya sedikit pun. Dijamin!

Ya'opo se rek, memanfaatkan barang bekas kok disebut penistaan agama. Tuhan nggak akan galau. Kecuali kertas tadi diambil dari Al Quran yang masih baik untuk dipakai. Seandainya masih bagus pun kalau ada yang berani menjadikannya terompet silakan, urusannya langsung dengan Sang Pencipta Quran...Tuhan.

Hakikatnya Al Quran adalah milik Tuhan, barang siapa yang merusaknya dengan sengaja akan berurusan langsung dengan pembuatnya. Monggo, nek wani nglawan sing kuoso...dadi mendol koen. Tapi Tuhan sendiri nggak bakalan rugi jika semua Al Quran dinistakan. Walaupun sakral, itu cuman simbol belaka.

Soal terompet dihubung-hubungkan dengan tradisi orang Yahudi....come on gaess, jangan sempitkan pikiranmu. Terompet sama dengan benda yang lain, tak ada agamanya. Kecuali kalian main terompet saat ibadah di dalam masjid. Iso disepak ndasmu karo wong sak masjid.

Jadi jangan gampang terprovokasi. Luaskan hati, hidup itu luas dimensinya. Dan orang sekarang ngomong agama tidak dengan dimensi budaya, dimensi sosial dan lainnya. Makanya pikirannya sempit gampang diprovokasi..raine burek terus. Tapi dengan kejadian ini kita bisa jadi mengkaji soal agama lagi..ya semacam ngaji via terompet.

Wis ah, trims.

 

-Robbi Gandmana-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun