Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Apakah Kita Sebodoh yang Tertulis di Status Orang Jepang Ini?

6 November 2015   14:07 Diperbarui: 9 November 2015   12:42 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mengapa orang indonesia suka budaya Jepang .. karena orang-orang Indonesia bodoh .. budaya Indonesia lebih kaya dari jepang, korea, dan Amerika ..Indonesia harus menjadi contoh bagi negara-negara lain, tidak meniru negara lain ..Indonesia bisa menjadi negara yang sangat kaya jika pemuda dan rakyatnya menghargai negara mereka sendiri .. Indonesia tidak dihancurkan oleh Jepang atau negara lain ..Indonesia hancur oleh rakyatnya sendiri .." (translate status si orang Jepang)

Rasanya trenyuh dan galau membaca status orang Jepang di atas. Sebuah status yang di-share oleh seorang teman di Facebook beberapa waktu lalu. Status yang sempat bikin gerah sekaligus membuka pikiran dan mata batin. Apakah kita memang sebodoh itu gaesss, Hellooowwwww??

Eh, lha kok ndilalah kemarin malah ada tulisan di Kompasiana yang nuansanya sama dengan status di atas.  Menuliskan pengalaman pribadi dengan orang Jepang yang berkata kasar mendiskreditkan orang Indonesia. Bahwa orang Indonesia itu bodoh bin gemblung. Semprul!

Jangan-jangan semua orang Jepang punya pemikiran yang sama tentang orang Indonesia ya gaess. Ah, semoga cuman oknum doang. Oknum tapi kok mayoritas..oalaa.

Tapi kayaknya Indonesia tidak masalah dengan kebodohannya. Lha wong bodoh saja pinter ngakali kok, apalagi kalau pandai. Di negeri ini apa sih yang nggak diakali. Semua bisa diakali. Mark up all the way! Sampai-sampai kata 'mengakali' pun jadi negatif konotasinya.

Untuk bisa hidup layak, seseorang harus pandai mengakali. Bagaimana caranya sesuatu bisa dimanfaatkan. Padi diolah jadi nasi, kayu diolah jadi meja kursi dan sebagainya. Tapi karena seringnya kata 'mengakali' itu untuk tujuan negatif, akhirnya kata tersebut pun jadi rusak maknanya.

Kembali ke soal bodoh; rakyat kita bukannya bodoh, tapi dibodohi. Tapi bodoh itu belum tentu dungu. Ada anak kecil yang sangat sulit diajari matematika tapi ketika disuruh beli sesuatu, dia paham betul jumlah uang kembaliannya. Kebanyakan kasus anak bodoh di Indonesia itu bukan anaknya yang bodoh, tapi hanya salah guru atau kurikulum. Kurikulum pendidikan karakter, wedus dipekso dadi asu.

Seperti juga santri yang salah Ustadz. Di tangan Ustadz yang salah, seorang muslim bisa jadi radikal, fanatik berlebihan dan anti toleransi. Menjadikannya kerdil, karena menolak semua ilmu yang tidak datang dari alirannya. Padahal semua yang ada di dunia ini adalah cahaya ilmu. Boleh saja kita mempelajari Firaun, Hitler atau Che Guevara. Bukan untuk menirunya tapi mempelajari ilmunya.

Kalau rakyat indonesia miskin itu bukan berarti bodoh. Kebanyakan rakyat Indonesia itu multitalen. Bisa ini, bisa itu, nggak fokus pada satu bidang. Untuk bisa survive di negeri yang carut marut harus membekali diri dengan berbagai keahlian. Dan itulah yang malah membuat kita terpuruk. Orang luar sejak kecil sudah difokuskan pada satu bidang. Sehingga banyak lahir ahli-ahli di segala bidang.

 

Negeri Ini Dipecundangi oleh Persekutuan Kolonialis Global

Indonesia memang sulit solid. Kita sering mempersoalkan masalah yang seharusnya tidak perlu dipermasalahkan (ingat soal pelarangan rambut gondrong di sebuah kampus dulu). Pandai mengkritisi tapi tanpa solusi dan aksi nyata. Bisanya cuman cuap-cuap di Medsos. Apesnya kebebasan berekspresi mulai dipersempit dengan adanya surat edaran soal hate speech dari Kapolri.
 
Sesama saudara sendiri juga sulit akur. Soal pilihan Capres, soal ideologi (antara Sunni, Syiah, Wahabi juga Islam dan Kristen), soal sepak bola (Jakmania dengan Bobotoh, Arema dengan Bonek). Kebanyakan mereka yang berseteru itu orang terpelajar bukan orang yang bodoh. Dan situasi itu dimanfatkan oleh orang untuk meraih popularitas. So, ladies and gentleman, please welcome...Jonru!!

Kupikir dulu yang nge-share tulisan Jonru itu anak labil yang haus eksistensi, eh..ternyata yang lulusan kampus ternama juga mau saja digemblungi Jonru. Semasuk akal apa pun ulasan Jonru selalu ber-aura kebencian, sirik dan permusuhan. Makanya saya Say No To Jonru! Tapi jangan salah, saya Golput total. Saya tidak berpolitik bla bla bla bla.....

Bangsa kita memang sedang dijadikan gemblung oleh proses globalisasi karena gampang percaya, gampang dibodohkan, gampang diprovokasi akhirnya gampang diadudomba. Seperti soal propaganda bahaya rokok, bahayanya minyak kelapa (mengandung kolesterol) dan bahaya yang lain yang dilancarkan oleh Barat.

Kayaknya banyak yang termakan propaganda itu. Yang sebenarnya terjadi adalah bukan cuma soal kesehatan tapi  perang ekonomi. Saya sarankan buka hati, pikiran dan wawasan anda.  Saya rekomendasikan sebuah buku dahsyat : "Membunuh Indonesia". Kalau nggak mampu beli, donlot format PDF di sini. Nanti kalau sudah baca, tolong buat resensinya yaa...oke? Tosss.

Di  buku itu kita akan tergugah bahwa selama ini kita dipecundangi habis-habisan oleh persekutuan kolonialis global.  Mitos-mitos kesehatan diciptakan. Bahaya tembakau dibesar-besarkan. Semuanya bukan dalam kerangka kejujuran ilmiah, melainkan atas nama kepentingan. Dan penelitian-penelitian ilmiah palsu itu dilegalisasi oleh WHO.

Itu salah satu bukti bahwa alat kejahatan yang paling canggih adalah aturan-aturan. Pemenang yang bikin aturan, pecundang yang melaksanakan. Dan kayaknya kita selama ini jadi pecundang profesional.

Saya bukan perokok tapi saya nggak anti rokok. Masalah tidak terletak pada rokoknya tapi cara anda merokok. Kenali tubuhmu sebelum memutuskan jadi perokok. Bukan karena ngikut komunitas agar mudah bersosialisasi. Banyak sekali perokok berat yang tetap sehat di hari tuanya. Buktinya pada ayah saya sendiri yang tetep sehat di usianya sekarang (70 tahun lebih). Do'i masih kebas kebus dengan rokoknya.

Kalau saya bahas secara detail, bakalan bisa jadi panjang kali lebar. Masih banyak tulisan lain yang lebih bagus dari ini dan perlu dibaca. Jadi mending saya padatkan saja (padahal asline gak iso nulis detail..).

Jangan ambil pusing kata orang Jepang di atas. Memang sekali waktu rakyat Indonesia kesasar ke K-Pop, J-Pop atau budaya luar lainnya. Tapi mereka akan tetap kembali jadi Indonesia. Nggak bakal bisa di-Arab-kan atau di-barat-kan.

Ingat, dulu kita pernah dijajah 350 tahun oleh Belanda. Budaya dan bahasa daerah kita nggak berubah. Yang Jawa tetap ngomong Jawa nggak pakai bahasa Belanda. Tapi lihat Mexico, Malaysia atau Australia yang jadi pinter ngomong bahasa penjajahnya.

Rakyat Indonesia itu tangguh. Diporotin, direpoti dan dibohongi oleh pemerintah masih bisa ketawa ketiwi. Kalau orang luar mungkin sudah bunuh diri. Tubuh orang Indonesia itu baik-baik saja karena hidup dengan sugestinya. Bagaimana seorang bayi yang hanya dikasih tajin atau pisang bisa tumbuh besar dan sehat.

Ingat '4 Sehat 5 sempurna' dulu, sekarang nggak dipakai lagi. Karena terlalu percaya dengan ilmu kesehatan dari amrik. Orang Amerika itu gen lemah. Menang perang karena teknologi. Intinya jangan mudah percaya dengan ilmu kesehatan atau apapun yang berasal dari Barat. Dan juga jangan percaya begitu saja tulisan ini. Trims

 

-Robbi Gandamana-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun