Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Belajar Dari Kurt Cobain

28 Maret 2015   12:53 Diperbarui: 4 April 2017   17:01 8255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Musik Nirvana sendiri adalah musik kacangan : sangat simple, nggak butuh skill musik yang tinggi. Cuman butuh mood yang pas/bagus untuk membuat dan memainkan lagunya. Tentu saja kecerdasan, wawasan dan inspirasi juga dibutuhkan. Tapi justru di situlah letak keasyikan lagu-lagu Nirvana.

Memang musik yang asyik adalah ketika saat mendengarnya kepalamu bergoyang dan telapak kakimu kamu gerakan naik turun di lantai. Dan lagu kayak begitulah yang biasanya jadi hit. (persetan dgn opini kalian! huwehehehe)

Kekuatan Nirvana sebenarnya ada pada lyric-nya yang aneh, naïf, kelam tapi cerdas. Dan tentu saja factor X pada diri Kurt Cobain yang berprinsip tidak akan belajar musik secara akademis itu.

Kadang-kadang dalam kesederhanaan ada sebuah kemewahan. Ibarat kita cuma makan sayur bayam dan kerupuk tapi kalau makannya rame-rame sama teman pasti akan terasa mewah. Itulah musik Nirvana, simple tapi kena di hati. Apalagi memang timing-nya sangat pas. Saat orang mulai jenuh dengan musik ‘akademis’, disiplin tinggi, penuh teori yang membuat rambut rontok, gundul plontoss..!

Seolah-olah konsentrasi musik dunia tertuju pada Nirvana. “Smells Like Teen Spirit” merajai tangga lagu. Lagu tersebut dilhami oleh bau deodorant merk ‘Teen Spirit’ milik Tobi Vail (pacar Kurt Cobain saat itu, sebelum dengan Courtney Love) yang menempel di tubuh Kurt Cobain setelah mereka melakukan hubungan tak senonoh ;bukan muhrim-nya.

Di era 90-an itulah akhirnya musik Alternatif berjaya. Lahirlah sebuah genre baru : Grunge. Istilah Grunge dikategorikan untuk musik punk yang ber-distorsi berat dan lambat. Kurt Cobain sendiri benci dengan istilah itu. Kebanyakan band rock dari Seattle dimasukan di kategori tersebut. Orang media menyebutnya sebagai Seattle’s sound. Whatever-lah…who cares.

Karena mengandalkan mood dan sederhana itulah, lagu-lagu Nirvana sangat membosankan jika dimainkan berulang-ulang. Itu yang membuat Kurt Cobain merasa dipaksa untuk bernyanyi dan pura-pura menikmati pertunjukan di setiap konsernya. Kurt Cobain sangat tertekan dengan hal itu. Apalagi ditambah penyakit perut menahunnya yang sering kali kambuh : “Cukup..! Batalkan konser selanjutnya..!”

Seiring semakin meningkatnya tekanan psikologis karena ketenaran dan masalah pribadi lainnya, Kurt cobain melakukan bunuh diri (5 april 1994)) dengan menembak kepalanya sendiri. Yang sebelumnya diawali dengan pemakaian heroin dosis tinggi yang sebenarnya sudah cukup membuatnya mati saat itu. Meninggalkan secarik kertas catatan yang isinya sebagian besar cuman omong kosong : "Lebih baik padam daripada memudar"...memangnya lilin..!? Lambemu Kurt...taek koen iku..!

Sekarang, kita nggak usah meniru kehidupan Kurt Cobain yang brengsek itu. Cukup ambil sisi baiknya :

- Kreatifitasnya dalam bermusik.
- Merdeka jadi diri sendiri (seperti saat Kurt Cobain bilang, "Lebih baik aku dibenci karena menjadi diriku sendiri, daripada aku disukai karena menjadi orang lain").
- Anti trend: nggak ikut-ikutan mainstream dan berani tampil beda.
- Dan yang aku suka dari Kurt Cobain adalah tidak bercita-cita jadi orang kaya, tapi bercita-cita jadi orang yang bahagia. Kerja keras itu harus, dan kaya adalah efek samping...alat untuk menuju bahagia.

Jadi, kaya itu adalah alat dan bahagia adalah tujuan. Kalau tidak kaya bukan berarti kita tidak bahagia. Kurt Cobain kerja keras dalam usahanya untuk mendapatkan kontrak rekaman. Setelah mendapatkan kontrak dan bayaran jutaan dollar malah tidak menemukan kebahagian yang dia inginkan. Tetap sering tidur di jok belakang mobilnya. Harta tidak selalu membawa kedamaian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun