Lokalisasi Dolly sudah melekat betul dengan masyarakat sekitar. Menutup Dolly, seperti kata Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya saat itu, Eko Hariyanto, harus bertahap dan lintas sektoral. Mereka diberi pelatihan ketrampilan tata boga sejak Mei 2011. Mereka juga diberi penguatan mental dan spiritual. Setelah bekal keterampilannya cukup, mereka akan dipulangkan ke daerahnya.
Semestinya kalau program ini berhasil, seharusnya nggak dibubarkan pun mereka akan pergi sendirinya dengan pembekalan mental, spiritual dan modal kerja tadi. Tapi ternyata itu pun sekarang jadi semacam Utophia yang sulit terwujud.. Mungkin terlalu banyak masalah yang melibatkan lintas sektor di Dolly yang membuat selalu tertunda-tunda penutupannya.
Di sisi lain Dolly telah meracuni anak-anak generasi penerus penghuni gang tersebut secara psikologisnya. Tapi di sisi lain banyak sekali masalah yang harus diselesaikan pasca penutupan. Dan Menolak penutupan jangan selalu diartikan sebagai bentuk dukungan pada pelacuran atau kemaksyiatan. Ada banyak faktor X yang kita tak pernah tahu dan kita pahami.
Sejak manusia dilahirkan selalu ada yang alim dan yang kafir, ada yang benar dan ada yang salah, ada malaikat dan setan. Kebanyakan orang menilai orang lain seperti dirinya. Dipikir koyo awake dewe...cara berpikir yang egois. Bagaimanapun juga saya harus mengucapkan : "SELAMAT dan SALUT buat Bu Risma yang dengan gagah berani telah menutup Lokalisasi Dolly. Semoga prostitusi-prostitusi yang lain juga bisa berantas tuntas dari bumi Indonesia..!!
Â
Robbi Gandamana, 21 Juni 2014
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI